29 Juni - Hari Keluarga Nasional
Keluarga Sebagai Akar Keberhasilan
Selasa, 28 Juni 2016 23:00 WIBOleh dr. Ach Budi Karyono
Oleh dr. Ach Budi Karyono
KELUARGA merupakan akar segala keberhasilan seseorang, karena sebagian besar karakter seseorang dibangun dalam proses yang panjang dan banyak pengaruh dari keluarga. Besok tanggal 29 Juni ditetapkan sebagai peringatan Hari Keluarga Nasional sebagai pengingat agar tetap semangat membangun keluarga yang kuat sebagai basis Ketahanan Nasional.
Sebagian kita yang dibesarkan setelah tahun 1990-an mungkin merasa asing dengan Program Keluarga Berencana (KB). Program KB tidak muncul begitu saja, namun berangkat dari kenyataan bahwa Indonesia ketika itu adalah salah satu negara berpenduduk terbesar di dunia, namun kualitas hidup masyarakatnya masih memprihatinkan. Angka kematian bayi dan angka kematian ibu sangat tinggi, sehingga perlu penanganan serius untuk menanggulanginya. Pada awal Orde Baru, Presiden Soeharto masih belum menyadari pentingnya Program KB. Setelah diyakinkan dan didukung berbagai pihak nasional maupun internasional, pada tahun 1970 beliau meresmikan berdirinyaBadan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Tanggal 29 Juni 1970 pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Keluarga Berencana dengan motto “Dua anak cukup” yang kemudian menjadi populer. Mengapa dua? Secara statistik, dua anak diharapkan menggantikan kedua orangtuanya. Kalau semua keluarga mempunyai dua anak, maka tidak terjadi pertambahan penduduk. Dalam ilmu demografi, ini disebut sebagai Replacement Theory.
Program KB yang dicanangkan pemerintah Indonesia bertujuan untuk mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera, populer dengan singkatannya NKKBS. Sebelum tahun 1960, mempunyai banyak anak merupakan hal yang biasa karena umumnya keluarga Indonesia meyakini peribahasa “banyak anak, banyak rejeki.”Dengan berjalannya program KB, sejumlah perubahan sosial dalam pembentukan dan kehidupan berkeluarga pun terjadi. Keluarga dengan jumlah anak yang banyak sekarang dianggap tidak lazim, dimana umumnya keluarga Indonesia mempunyai dua atau tiga anak saja. Selain hasil internalisasi program KB pada masyarakat terutama di perkotaan, penurunan jumlah anak dalam keluarga, di era sekarang ini juga didukung oleh kemajuan ekonomi, peningkatan pendidikan orangtua, dan kesadaran untuk menyekolahkan anak setinggi-tingginya agar mempunyai masa depan yang baik. Kenyataan bahwa biaya sekolah saat ini tidaklah murah membuat orangtua berhitung berapa anak yang mereka sanggup biayai. Selain itu apa yang dulu dianggap tabu saat ini sudah mulai mencair. Pendidikan kesehatan reproduksi saat ini telah diajarkan di sekolah sekolah. Keberhasilan menurunkan jumlah kelahiran bayi bisa dirasakan saat ini.
Kesuksesan Program KB di Indonesia menjadi pembicaraan internasional dan menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah Konferensi Internasional Keluarga Berencana (Internasional Conference on Family Planning) di Jakarta tahun 1981. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memberi penghargaan kepada Indonesia sebagai anggota yang paling sukses dalam Program KB selama bertahun-tahun. Perwakilan dari berbagai negara berkembang berkunjung ke Indonesia untuk melihat secara langsung penerapan program ini untuk dijadikan model di negaranya masing-masing. Keluarga Indonesia menjadi pusat perhatian dunia.
Pada tahun 1993, peringatan Hari Keluarga Berencana Nasional ini berubah menjadi Hari Keluarga Nasional (Harganas) sebagai bentuk apresiasi pada keluarga Indonesia yang telah berpartisipasi aktif dalam program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga.Tanggal 29 Juni 2015 adalah peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke 22 dan Tangerang Selatan mendapat kehormatan menjadi tuan rumah peringatan Harganas karena sejumlah prestasi yang diperoleh, antara lain menjadi salah satu kota terbaik di Indonesia dalam pengurusan Akta Kelahiran dan sebagai Kota Layak Anak. Secara kebetulan atau tidak, puncak peringatan Harganas yang akan dihadiri Presiden RI jatuh pada tanggal 1 Agustus 2015, sehari sebelum Family Day di Amerika Serikat yang punya tujuan sederhana agar keluarga mempunyai waktu untuk melakukan kegiatan bersama.
Mengapa peran keluarga menjadi penting dan bahkan dibuat peringatan khusus tiap tahunnya? Teori Belajar Sosial yang diperkenalkan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa ada tiga asumsi yang mendasari proses pembelajaran sosial, yaitu :
- Bahwa individu belajar dengan mengamati dan meniru apa yang ada di lingkungannya. Sikap dan perilaku yang ditiru adalah model atau contoh terbentuknya suatu nilai. Proses pembelajaran dari perilaku meniru ini melibatkan faktor kognitif.
- Terdapat relasi yang erat antara tiga pihak yaitu lingkungan, perilaku dan faktor-faktor pribadi tertentu yang memengaruhi proses pembelajaran.
- Bahwa hasil pembelajaran adalah perilaku sehari hari yang ditunjukkan individu saat berinteraksi dengan lingkungannya.
Keluarga adalah tempat persemaian awal dari nilai nilai yang dianut dan dipraktekkan lewat sikap, pola pikir dan perilaku sehari-hari. Karakter anak terbentuk dari pembelajaran terus menerus, rutinitas dan juga dalam pengambilan keputusan atas permasalahan yang dialami. Sebagaimana yang diterangkan di atas, anak adalah pengamat ulung terhadap sikap dan perilaku yang dilihatnya setiap hari, sehingga apa yang dilakukan oleh anggota keluarga khususnya orangtua adalah model dan contoh sumber peniruan. Kualitas dari karakter anak terbentuk tidak secara langsung, namun melalui proses pengkondisian dimana anakpun akan menganalisa konsekuensi dari suatu sikap dan perilaku. Orangtua yang sering berbohong secara tidak sadar mengajarkan dan memberi contoh negatif yang akhirnya membentuk nilai yang dianut anak bahwa berbohong itu wajar karena orangtuapun melakukannya.
Pembentukan karakter pada anak juga dipengaruhi olehseberapa kuat keyakinan orangtua dan keluarga inti yang terlibat langsung dalam pengasuhan anak, atas sesuatu prinsip kehidupan. Manusia akan memperlihatkan apa yang diyakininya. Sebagai contoh orangtua yang yakin bahwa usahanya akan berhasil akan menunjukkan sikap dan perilaku petarung yang tidak mudah menyerah bila dihadapkan pada permasalahan dan tantangan. Di lain pihak, bila orangtua sering ragu ragu atas kemampuan anak anaknya, maka mereka akan menunjukkan kecemasan yang dapat berakhir dengan ketidakyakinan anak anak saat berjuang dalam ujian. Keluarga adalah benteng bagi anak anak dimasa perkembangannya dan karena anak anak adalah peniru ulung maka baiklah jika lingkungan tumbuh kembang anak dipenuhi dengan sikap, pola pikir dan perilaku yang patut ditiru. Ke depannya diharapkan anak yang berkarakter istimewa ini dapat menjadi model pembelajaran bagi teman teman di sekelilingnya pula. Penyebaran virus karakter positif ini tentunya diharapkan mampu menelurkan lebih banyak lagi generasi Indonesia berkualitas yang nantinya menjadi pemegang tampuk kepemimpinan bangsa di berbagai bidang.
Melalui peringatan Hari Keluarga Nasional tahun 2016 ini, marilah kita kembali mengevaluasi kualitas keluarga kita masing-masing dan berperan aktif menciptakan lingkungan yang kondusif dengan nilai nilai kehidupan yang baik. Keberhasilan program KB dimasa lalu adalah aset bangsa yang perlu kita isi dengan berbagai upaya mengajarkan pendidikan karakter sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pembelajaran sosial yang dialami oleh anak di keluarga masing-masing. Perempuan dalam konteks budaya mempunyai peran besar dalam menyiapkan proses pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan anak, karena perempuan dalam keluarga (seorang Ibu) kebanyakan merupakan orang kunci pendidikan karakter dalam keluarga.
Kontribusi nyata profesi psikologi dalam peningkatan upaya pembangunan keluarga sejahtera berkarakter bisa dilakukan di segala bidang, dimulai dengan mendorong keluarga muda untuk menjalankan pembiasaan positif yang sederhana di lingkungan sekitar rumah dengan harapan anak yang sudah memiliki karakter kuat ini mampu beradptasi dengan lingkungan luar rumah yang lebih besar tantangannya. Kita raih kembali perhatian dunia pada keluarga Indonesia yang berkualitas, berkarakter dan sejahtera.
Terciptanya keluarga sejahtera dan bahagia, mendukung terbentuknya masyarakat yang sehat, sehingga angka produktivitas akan meningkat. Keluarga berperan penting dalam skala kecil dalam kehidupan berbangsa, yang tentunya berperan sebagai ketahanan bangsa. Semoga kita selalu sehat. (*)