Afiea Nur Fitria, Pengabdi Program SM3T di Pidie Jaya, Aceh
Rela Rayakan Ramadan dan Idul Fitri di Tanah Pengabdian
Minggu, 10 Juli 2016 21:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
KETIKA jutaan orang berbondong-bondong mudik ke kampung halaman, gadis ini justru berkutat jauh dari keluarga untuk mengabdi di ujung barat Indonesia, yakni Provinsi Aceh. Afiea Nur Fitria, namanya. Gadis kelahiran 19 April 1992 merupakan warga asli Bojonegoro yang saat ini sedang mengikuti program SM3T di SMK Negeri 1 Bandar Baru, Pidie Jaya, Aceh.
Program SM3T (Sarjana Mengajar di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) Angkatan V Tahun 2015 dari Kemenristek Dikti (Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi). Afiea tertarik mengikuti program ini karena banyak pengalaman menakjubkan yang tidak akan ditemui di daerah asalnya.
"Dengan bermodalkan niat yang kuat dan ketulusan hati untuk mengabdi di daerah 3T, saya mendaftar dan lolos dalam tahap seleksi. Saya mendaftar di LPTK UM (Universitas Negeri Malang), dengan alasan agar tidak susah payah mencari tempat penginapan karena seleksinya ada 2 tahap," tuturnya lewat pesan WA (WhatsApp) kepada beritabojonegoro.com, Minggu (10/07).
Akhirnya dia ditempatkan di Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh. Bayangannya Kabupaten Pidie itu seperti daerah terpencil, tetapi setelah menjejakan kaki di sana, dia malah melihat seperti kampung sendiri.
"Saya ditempatkan di SMK Negeri 1 Bandar Baru, mengajar di Bidang Keahlian Teknik Gambar Bangunan. Ya, saya mengampu mata pelajaran produktif, karena saya kuliah di jurusan Teknik Sipil, Prodi S1 Pendidikan Teknik Bangunan di Universitas Negeri Malang (UM)," jelasnya.
Kondisi geografis sekolah terletak di antara bukit dan pantai. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai petani dan nelayan. Afiea tinggal dengan warga sekitar di rumah bantuan tsunami yang kira-kira berukuran 36 meter persegi.
Kondisi sekolah yang serba lengkap terasa kurang bermakna jika siswanya kurang minat belajar. Siswa kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Pendidikan seperti hanya formalitas saja untuk mendapatkan ijazah. Mereka juga berpikiran setelah lulus dari sekolah mereka juga bakal kerja mambantu orangtuanya.
"Saya berusaha merubah pikiran-pikiran tersebut. Setiap pembelajaran di sekolah atau di kelas saya mengajar, saya sering menceritakan kehidupan di luar seperti di Pulau Jawa yang sangat susah dalam mendapatkan pekerjaan, perlu skill dan keuletan agar dapat sukses. Memotivasi siswa untuk lebih bersungguh-sungguh dalam belajar. Pikiran mereka terbuka dan lebih bersemangat dalam belajar," tuturnya lagi.
Tak terasa hampir 1 tahun Afiea berada di daerah pengabdian. Bahkan Ramadan dan Idul Fitri tahun ini dia jalani di Aceh.
"Rindu kampung halaman selalu terlintas di pikiran. Kerinduan saya memuncak dikala datangnya bulan Ramadan dan merayakan hari Raya Idul Fitri. Tahun ini saya merayakannya di daerah pengabdian, sedih memang tapi kenapa tidak kita merayakannya ketika kita berada di pengabdian. Saya hanya bisa mengucap selamat hari Lebaran dan memohon maaf lewat telepon," ungkapnya.
Menikmati Lebaran di Pidie Jaya tidak jauh beda rasanya dengan Lebaran di kampung halaman. Tradisi bersilaturahmi dengan tetangga sekitar, kepala sekolah dan guru, serta siswa yang berkunjung ke rumah.
Di sepanjang jalan, tampak ramai hiruk-pikuk orang yang bepergian menuju saudara untuk bersilaturahmi. Tak lupa juga kue khas Aceh yang selalu ada di hampir setiap rumah. Kue Timphan, kue yang dibungkus daun pisang yang terbuat dari tepung yang di campur air, gula dan pisang yang dihaluskan atau diblender. Lalu dibuat bola-bola yang digepengkan di atas daun pisang muda yang diolesi minyak goreng dengan telapak tangan dan diberi isi srikaya. Kemudian dilipat dan dikukus layaknya membuat kue nagasari. Kue ini, sangat digemari oleh masyarakat Aceh dan sering dibuat untuk acara besar atau menyambut Hari Raya.
"Senang rasanya mendapat pengalaman merayakan di tanah Rantau, khususnya di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Pengalaman yang mungkin tidak saya dapatkan dimana pun," pungkasnya. (ver/tap)