Santri dan Sindrom Tsundoku
Minggu, 23 Oktober 2016 00:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
SEBUAH kisah yang indah buat saya. Kegilaan santri yang keluar itu mungkin bisa menjadi kata. Akhir-akhir ini banyak sekali diskon buku di beberapa tempat. Bahkan sampai akhir Oktober ini di Surabaya terdapat obral buku murah berbahasa Inggris yang ditulis oleh penulis kelas dunia.
Dan rupanya kehadiran obral-obral buku ini cukup menarik minat pembeli. Sebut saja obral buku yang berada di Bojonegoro dalam sehari bisa terjual ratusan eksemplar buku yang harganya hanya 10-30 persen dari harga semula.
Banyaknya peminat buku ini menjadi sebuah pertanyaan, apakah buku tersebut dibaca atau tidak. Ternyata ada sebuah kebutuhan tertentu yaitu membeli buku namun beberapa di antaranya tidak dibaca. Sindrom ini dikenal dengan nama Tsundoku. Sebuah sindrom hobi beli buku namun tidak dibaca.
Dan sialnya, saya pun terserang sindrom itu. Buku menjadi sebuah eksistensi bahwa saya mencintai buku, namun jarang mengakrabinya lantaran banyak kegiatan lain di luar membaca buku yang menyita perhatian saya.
Dalam bulan ini saja saya sudah memborong 10 judul buku berbeda dari berbagai tempat. Dua tempat di online dan satu tempat di tempat buku murah. Dan akhir bulan nanti nampaknya saya akan mengunjungi Big Bad Wolf Books, pameran terbesar di Surabaya terkait buku bahasa Inggris.
Dalam pemahaman membaca saya, memiliki buku seperti kebutuhan yang perlu dilampiaskan, meski waktu untuk membacanya sering sedikit untuk dilakukan.
Bagi penikmat buku ada sebuah kegembiraan sendiri bila telah memiliki atau pun menamatkan sebuah buku. Lembaran demi lembaran telah dituntas habis, sama rasanya dengan jumlah kilogram yang harus dipikul untuk memboyong buku tersebut kembali ke lemari.
Dalam kitab suci Alquran ada satu ayat yang menyuruh untuk membaca. Betapa pentingnya sebuah bacaan dan menjadi perintah Allah yang pertama yang diturunkan kepada Rasulullah. Menanggapi Hari Santri ini, layaknya harus membaca untuk menjadikan penting.
Mari membaca dan kau akan mengenal dunia. Mari menulis, dan biarkan dunia mengenalmu. (ver/kik)
Ilustrasi foto www.harianbernas.com