Nikmatnya Menyesap Teh di Lereng Gunung Lawu
Senin, 14 November 2016 07:00 WIBOleh Heriyanto
Oleh Heriyanto
Hawa sejuk langsung menyergap tubuh. Sejauh mata memandang tampak kabut tebal bergulung-gulung di udara. Setelah naik jalan menanjak dan menikung akhirnya saya sampai juga di kawasan itu. Perkebunan teh Jamus di Dusun Jamus, Desa Girikerto, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi. Hamparan kebun teh di lereng Gunung Lawu itu terlihat sangat indah. Pohon-pohon berjejer rapi di punggung gunung, kaki gunung, dan lereng-lereng bukit.
Sampai di lereng gunung itu, ada tempat untuk singgah sejenak di kedai-kedai teh. Tentu saja hidangan utamanya adalah teh. Si pemilik kedai menyediakan cangkir dan teko berisi teh yang hangat. Saya seduh teh Jamus itu, hmmm rasanya nikmat sekali. Teh rasa kopi. Teh alami yang dipetik langsung dari kebun teh ini rasanya beda dibandingkan dengan teh kemasan yang dijual di toko-toko. Setelah menyesap teh Jamus ini rasanya tubuh terasa hangat kembali.
Perkebunan teh Jamus ini tidak terlalu ramai seperti halnya Sarangan, Magetan. Dua kawasan wisata ini sama-sama berada di lereng Gunung Lawu. Namun, wisata Sarangan selalu ramai apalagi saat liburan sekolah.
Tetapi menurut saya perkebunan teh Jamus ini lebih eksotis. Keindahan hamparan perkebunan teh, pegunungan yang elok, dan suasana yang masih alami sangat memanjakan mata dan menenteramkan jiwa. Rasanya betah berlama-lama di kawasan ini sambil menyesap teh dan mengobrol dengan teman.
Saya ditemui Sriyanto, salah satu pemandu wisata di perkebunan teh Jamus tersebut. Ia menceritakan, perkebunan teh ini mulai dirintis sejak tahun 1886 sejak zaman Belanda. Perkebunan teh ini dirintis oleh seorang peneliti dari Belanda bernama Van Der Rappart. Perkebunan teh ini mempunyai luas lahan 478 hektare.
“Jadi perkebunan teh ini sudah berumur ratusan tahun,” ujar Sriyanto sambil menyesap teh.
Ia menuturkan, perkebunan teh ini persis berada di daerah perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sejak dulu, kata dia, perkebunan teh ini dijadikan sebagai tempat penelitian dan pembenihan teh. Berbagai jenis teh kini dibudidayakan di perkebunan teh ini di antaranya jenis kiara dari Indonesia, assamica dari India, chin dari China, jabokita dari Jepang. Klon teh itu dibudidayakan di lereng-lereng Gunung Lawu.
“Pada saat musim hujan seperti ini pertumbuhan teh sangat bagus. Produksi teh kini dalam sehari bisa mencapai 30 ton,” ujarnya.
Saat ini di perkebunan teh ini juga telah berdiri pabrik pengolahan teh. Setelah proses petik, teh-teh yang kualitasnya bagus itu lalu diolah menjadi teh yang siap dipasarkan. Teh itu ada yang jadi teh putih, teh hijau, teh rasa kopi, dan beraneka jenis teh lainnya.
Selain sebagai tempat budidaya dan perkebunan teh, kawasan ini juga dijadikan sebagai objek wisata alam. Kawasan perkebunan teh Jamus ini dilengkapi dengan tempat outbond, kolam renang, musala, dan tempat penginapan.
Menurut Sriyanto, pengunjung perkebunan teh Jamus ini berasal dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pengunjung, kata dia, biasanya ramai pada saat liburan sekolah. (her/kik)