Nasi Kucing Cak Su
Selalu Hidup, Selalu Buka, Selalu Ramai
Kamis, 01 Oktober 2015 20:00 WIBOleh Mulyanto
Oleh Mulyanto
Kota - Nasi kucing sepertinya sudah melekat pada Cak Sukidjan. Saat kata nasi kucing disebut, yang terlintas dalam benak orang adalah warung makan Cak Sukidjan yang berada di Jalan Gajah Mada, tepatnya di balik Pos Jaga Krempyeng, di pertigaan menuju Jalan Monginsidi itu.
Warung makan Cak Sukidjan selalu ramai dan buka seharian nonstop. Hanya pada hari-hari tertentu saja libur, seperti saat hari raya atau saat pemilik warung punya hajat.
Menunya sederhana, nasi bungkus kecil seukuran kepalan tangan orang dewasa dengan lauk sambal tahu yang diolah dengan bumbu yang cukup banyak. Selain nasi kucing, ada camilan seperti keripik, rempeyek, pisang goreng, tahu goreng dan tempe goreng.
Warung yang berdiri di ujung barat deretan ruko di barat Stasiun Bojonegoro, Jalan Gajah Mada ini sudah ada sejak tahun 80-an. Sebelumnya, letak warung ini berada di sebelah baratnya, di seberang jalan. Karena tanah milik Dinas pertamanan itu dipakai, Warung Cak Sukidjan harus pindah. Bekas tempat berdiri warung tersebut sekarang menjadi Taman Monginsidi.
Sekarang Cak Sukidjan telah tiada sejak 2010 lalu, dalam usia 63 tahun. Sekarang usaha kuliner ini diteruskan Wiwik Sumiyati (37), anaknya, dan Sukiyadi (52), sang menantu. Mereka adalah warga Kelurahan Sumbang.
"Bapak itu dulu pekerja keras, pernah mancal becak, jadi kuli angkut semen di Pasar Babat, dan lain-lain," kata Sukiyadi kepada BBC, sebutan BeritaBojonegoro.com.
Sukiyadi mengatakan bahwa modal awal membangun warung ini adalah Rp 200 ribu di tahun 1995. Uang itupun hasil pinjaman Cak Su dari Musholla Desa Selogabus (Kecamatan Parengan, Tuban). Cak Su memang berasal dari daerah tersebut.
Di masa awal merintis, Cak Su hanya menjual eceran rokok dan bubur kacang hijau serta cemilan dan minuman kecil-kecilan lainnya. Baru setelah agak lama, ada orang yang nitip nasi bungkus dengan porsi kecil.
"Awalnya nitip cuma 25 bungkus. Kemudian bertambah 50, lalu 100. Bertambah terus. Hingga akhirnya, orang itu kuwalahan," terang lelaki yang akrab disapa Pak Udin itu. Udin sebenarnya adalah nama anaknya yang sekarang menginjak remaja.
Per bungkus nasi kucing seharga cukup murah, yakni hanya Rp 2.000. "Dulu malah seribu. Lalu naik seribu limaratus. Sekarang dua ribu," katanya. Pak Udin berani memberikan harga murah karena produksi nasi sangat banyak.
Wiwik Sumiyati, Istri Pak Udin, mengaku dalam sehari warung makan yang buka sehari penuh ini menghabiskan satu kuintal beras untuk sekitar 3.000 bungkus nasi. Nasi kucing Cak Su bisa dikatakan khas, yakni sekepal tangan orang dewasa dan hanya berlauk sambal tahu. Sebutan nasi kucing sendiri, mengutip apa kata Pak Udin, adalah karena porsi nasi yang sedikit sekali itu.
"Tahunya pakai tahu mentah, dikukus dulu, dirajang lalu digoreng dengan bumbu sambal. Sambalnya pake cabe merah," kata Wiwik.
Warung ini hampir tidak pernah sepi. Pengunjungnya, kata Pak Udin, dari beragam golongan, dari pejabat sampai rakyat biasa. Saat BBC datang sekitar 20 orang sedang menikmati nasi kucing Cak Su.
Salah satu pengunjung, Bambang (29), mengaku menghabiskan dua sampai tiga bungkus nasi setiap makan di warung Cak Su. "Kalau satu kurang banyak. Tiga nggak habis. Ini enaknya pakai krupuk makannya," katanya saat ditemui BBC.
Bambang mengaku sudah lama menjadi penikmat nasi kucing Cak Su. Dia mengatakan bahwa nasi kucing Cak Su itu khas. Saking khasnya, kata Bambang, sampai-sampai ada kesan kuat bahwa nasi kucing itu ya nasi bungkusnya Cak Su.
Bambang mengaku pertama kali menjadi pelanggan di warung Cak Su saat berkeliling malam hari di kota. Dia bersama kawan-kawannya, serempak mampir di warung itu karena melihat saat itu sedang ramai-ramainya.
"Padahal tengah malam. Hampir pagi malah. Warung itu, kok ramai, kalau tidak harganya murah, pasti rasanya enak," kata pria asal Kabupaten Tuban itu. (mol/tap)
*) Foto suasana malam warung cak su