Kekeringan Tahun Ini Lebih Parah, 80 Desa Krisis Air Bersih
Kamis, 29 Oktober 2015 08:00 WIBOleh Mulyanto
Oleh Mulyanto
Kota – Bencana kekeringan yang melanda wilayah Bojonegoro pada musim kemarau tahun ini lebih parah jika dibandingkan dengan tahun 2014.
Berdasarkan data yang diungkap Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro menyebutkan, hingga Oktober 2015 ini tercatat ada 80 desa dan 150 dusun yang berada di 19 kecamatan yang mengalami kekeringan dan krisis air bersih.
Sedangkan, pada 2014 lalu kekeringan hanya melanda 74 desa dan 122 dusun yang berada di 21 kecamatan di Bojonegoro. Padahal, musim kemarau tahun ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga akhir November 2015.
Menurut Kasi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bojonegoro, Budi Mulyono, musim kemarau tahun ini lebih panjang jika dibandingkan dengan tahun 2014. Musim kemarau tahun ini dimulai pada Juni dan diperkirakan berlangsung hingga November 2015. Musim kemarau berlangsung sekitar enam bulan.
Akibatnya, kata dia, kekeringan dan krisis air bersih lebih parah tahun ini. Kekeringan dan krisis air bersih dialami oleh warga yang tinggal di daerah selatan, barat, timur, dan utara Bojonegoro. Di antaranya di Kecamatan Temayang, Sekar, Gondang, Bubulan, Sumberejo, Kepohbaru, Tambakrejo, Purwosari, Ngambon, Kedewan, dan Kasiman.
“Kekeringan dan krisis air bersih merata di wilayah Bojonegoro. Kekeringan dan krisis air bersih tahun ini cukup parah,” ujar Budi Mulyono pada BBC, sapaan BeritaBojonegoro.com, Kamis (29/10).
Kekeringan dan krisis air bersih juga dialami warga yang tinggal di sekitar ladang minyak dan gas bumi (migas) Banyu Urip, Blok Cepu di Bojonegoro. Warga Dusun Gledekan, Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam, misalnya terpaksa mengambil air dari sumur yang berada di dekat persawahan. Warga rela berjalan satu kilometer untuk mandi dan mengambil air di sumber mata air tersebut.
Raju, 45, warga Dusun Gledekan, Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam, misalnya setiap hari raja terpaksa mengambil air dari sumur yang berada di dekat persawahan. Ia berjalan satu kilometer untuk mengambil air di sumber mata air tersebut. “Air ini dipakai untuk air minum, mencuci, dan memasak,” ujarnya.
Ironis. Padahal, di bawah perut bumi Mojodelik itu tersimpan emas hitam atau minyak mentah cukup besar yakni sekitar 450 juta barel yang kini terus dieksploitasi. Sementara, penduduk yang tinggal di Mojodelik itu kekeringan dan kesulitan untuk sekadar minum.
Selain itu, menurut Budi Mulyono, suhu udara di wilayah Bojonegoro kini juga semakin panas apabila dibandingkan dengan tahun 2014. Ia menyebutkan, suhu udara rata-rata di wilayah Bojonegoro saat ini sekitar 36-37 derajat celcius. Sementara, suhu udara pada musim kemarau tahun lalu hanya mencapai 34 derajat celcius.
Naiknya suhu udara ini bisa jadi disebabkan adanya kegiatan pembakaran gas suar (flaring) di lokasi pengeboran migas lapangan Banyu Urip Blok Cepu di Kecamatan Gayam. Selain itu, juga dipicu terjadinya kebakaran di lahan hutan. (mol/kik)