Serunya Memetik Buah Jeruk di Lereng Perbukitan Selogabus
Jumat, 30 Oktober 2015 07:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
Parengan - Pohon-pohon jeruk terlihat rimbun di daerah persawahan di lereng perbukitan. Pohon jeruk yang tingginya sekitar satu hingga dua meter itu mulai berbuah. Buahnya lebat sekali sampai dahan dan rantingnya menunduk ke bawah.
Buah jeruk ada yang masih hijau, namun banyak pula yang mulai menguning. Buah jeruk yang menguning biasanya kulitnya terpapar sinar matahari. Buah jeruk yang menggerombol itu mudah sekali dipetik. Buah jeruk itu bila dikupas dan dimakan rasanya manis namun ada sedikit kecutnya. Saat siang hari yang terasa panas maka makan buah jeruk di perkebunan jeruk itu akan terasa nikmat dan segar. Seru sekali.
Perkebunan jeruk yang rindang itu milik Saeman, 52, warga Dukuh Geneng, Desa Selogabus, Kecamatan Parengan, Kabupaten Tuban. Ia mempunyai lahan perkebunan jeruk seluas setengah hektare dengan pohon jeruk sekitar seratus.
Satu pohon jeruk itu buahnya bisa ratusan. Namun, banyak pula buah jeruk yang tidak sampai masak lalu mengering dan akhirnya jatuh ke tanah. Menanam dan merawat pohon jeruk di daerah lereng perbukitan itu memang agak sulit.
“Perawatan dan pemupukannya harus pas. Kalau tidak, pohon jeruk mudah mengering dan buahnya mudah membusuk,” ucap Saeman sambil membersihkan rumput di bawah pohon jeruk memakai sabit.
Pohon jeruk itu hanya berbuah sekali setahun. Rentang waktu dari kembang hingga panen sekitar delapan bulan. Namun, belum sampai panen, buah jeruk milik Saeman ini sudah ditebas orang dengan harga Rp10 juta. Maklum, pohon jeruk milik Saeman lebat dan ranum. Satu pohon hasilnya bisa berkuintal-kuintal.
Biasanya harga satu kilogram buah jeruk itu sekitar Rp2.500 hingga Rp3.000. Buah jeruk lokal itu biasa dijual di Pasar Bojonegoro dan Pasar Soko, Tuban. Buah jeruk itu sering dipakai untuk membuat jus jeruk atau dikonsumsi langsung.
Sebetulnya Saeman dan petani jeruk lainnya di lereng perbukitan itu baru menanam pohon jeruk sekitar lima tahun lalu. Bibit jeruk didapatkan dari daerah Tulungagung. Lalu, bibit jeruk itu ditanam dan dirawat hingga akhirnya berbuah.
Namun, tak sedikit pula petani buah jeruk yang gagal. Pemandangan pohon jeruk yang kering dan daunnya rontok mudah ditemui di lereng perbukitan itu. Kalau sudah pohonnya tidak tumbuh dengan subur maka buahnya juga tak bisa diharapkan. Tidak sedikit pula petani yang akhirnya membabat pohon jeruk itu dan menggantinya dengan tanaman jagung atau kacang tanah.
Sujinah, 45, petani jeruk di Dukuh Geneng, Desa Selogabus, mengatakan, pohon jeruk di lahan kebunnya yang dulu mencapai ratusan kini tinggal puluhan. Pohon jeruk itu tak bisa berbuah dengan lebat dan akhirnya terpaksa dibabat.
“Hasilnya tak seberapa, akhirnya terpaksa ditebangi,” ucap Sujinah.
Perkebunan buah jeruk di lereng perbukitan di dekat Sungai Bengawan Solo itu sebetulnya bisa menjadi potensi agrowisata yang menarik seperti halnya di Kota Batu. Perkebunan jeruk di lereng perbukitan dengan keindahan alam pedesaan bisa menjadi daya pikat bagi pengunjung. Namun, potensi alam itu tidak dilirik oleh pemerintah daerah setempat. Misalnya, belum ada promosi mengenai perkebunan jeruk itu. Jalan menuju ke lokasi perkebunan jeruk itu juga masih berupa jalan terjal dan naik turun curam. Sementara itu, jumlah pohon jeruk terus berkurang lantaran petani tidak dibekali kemampuan memadai untuk merawat dan mengelola perkebunan jeruk itu. (ver/kik)