Melongok Kampung Perajin Tahu Kuncen Padangan
Menjaga Kualitas, Usaha Tahu Bisa Bertahan Turun Temurun
Selasa, 17 November 2015 10:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
Padangan - Sejak dulu Desa Kuncen, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro dikenal sebagai kampung perajin tahu. Kampung yang berada di dekat aliran Sungai Bengawan Solo itu dikenal menghasilkan tahu yang kenyal dan enak rasanya. Berkat menjaga kualitas dan cita rasa tahu itulah, usaha pembuatan tahu ini bisa bertahan hingga puluhan tahun.
Salah satu perajin tahu yang cukup terkenal di kampung ini adalah Haji Sujiran. Ia mulai merintis usaha pembuatan tahu itu sejak tahun 1980. Semula belum banyak yang menekuni usaha membuat tahu tersebut. “Dulu cuma saya yang membuat tahu di kampung ini. Namun lama kelamaan warga lainnya ikut meniru membuat tahu. Sekarang sudah ada puluhan warga yang menjadi perajin tahu,” ungkap Haji Sujiran saat berada di tempat usaha pembuatan tahunya.
Tempat usaha pembuatan tahu milik Haji Sujiran berada di samping rumahnya. Setiap hari ada tiga orang pekerja yang membuat tahu itu. Ia kini juga telah mempunyai satu mesin penggiling kedelai, wadah untuk menggodok kedelai hingga menjadi tahu berukuran besar, dan beberapa rak tempat menyimpan tahu yang sudah jadi.
Haji Sujiran menuturkan, proses pembuatan tahu sebetulnya cukup mudah. Semula bahan baku tahu yakni kedelai direndam agar bersih dan kulitnya mengelupas. Kemudian, kedelai direbus hingga matang. Selanjutnya, kedelai digiling dengan menggunakan mesin giling. Terakhir, kedelai yang sudah halus direbus di sebuah wadah berukuran besar hingga berubah menjadi tahu.
“Proses pembuatan tahu ini sangat alami. Tidak menggunakan campuran bahan pengawet apa pun. Makanya tahu dari Kuncen ini dikenal kualitasnya bagus dan disukai,” ungkap Haji Sujiran.
Dalam sekali proses membuat tahu, Haji Sujiran membutuhkan enam kilogram kedelai. Proses membuat tahu itu membutuhkan waktu sekitar sehari semalam. Setelah jadi, tahu-tahu itu diambil oleh para pedagang yang juga warga sekitar lalu dipasarkan di daerah Padangan, Kalitidu, Ngraho, hingga Cepu dan Blora, Jawa Tengah.
Menurut Haji Sujiran, kendala yang dihadapi oleh para perajin tahu adalah mahalnya bahan baku kedelai. Kedelai yang dipakai untuk membuat tahu ini adalah kedelai impor. Harga kedelai per kilogramnya sekitar Rp9.000 hingga Rp9.500. “Harga kedelai terus naik. Akibatnya, perajin tahu kelimpungan karena membengkaknya biaya produksi tahu,” ucap Haji Sujiran.
Namun, Haji Sujiran sudah tahu seluk beluk menekuni usaha kerajinan tahu ini. Bahkan, berkat menekuni usaha tahu inilah ia bisa berangkat menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah. Usaha kerajinan tahu miliknya kini juga diteruskan oleh menantunya.
Perajin tahu lainnya di Desa Kuncen, Kartono, mengaku perekonomian warga ditopang oleh usaha kerajinan tahu yang sudah berlangsung turun temurun. Sebagian warga, kata dia, ada yang menjual kedelai, menjadi pekerja di perusahaan tahu, dan warga lainnya menjadi pedagang tahu keliling.
“Usaha kerajinan tahu ini mampu menopang perekonomian warga,” tuturnya.
Hanya saja, kata dia, usaha kerajinan tahu ini masih dikelola secara tradisional. Peralatan yang digunakan untuk membuat tahu masih sederhana. Begitu pula pemasaran tahu dilakukan dengan berdagang keliling di sekitar Padangan dan sekitarnya.
“Pemerintah selama ini juga belum memberikan perhatian pada usaha kerajinan tahu ini. Buktinya, dari dulu hingga sekarang belum ada upaya memberikan bantuan modal atau lainnya pada para perajin,” ujarnya. (rul/kik)