Jalan-Jalan di Kampung Ledre Padangan
Umi Belajar Membuat Ledre Sejak di Bangku Sekolah Dasar
Jumat, 20 November 2015 09:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
Padangan - Tangan Umi (34) terlihat begitu cekatan menaruh sepotong buah pisang raja itu dalam sebuah wajan di atas tungku yang panas. Tak menunggu lama, pisang raja itu diratakan dan dibuat lembaran panjang. Setelah dirasa pas, lembaran itu diangkat lalu dengan cepat digulung hingga berbentuk bulat panjang mirip gapit gulung. Umi kelihatannya cukup piawai membuat jajanan khas Bojonegoro yang disebut ledre itu.
Umi adalah salah satu perajin ledre yang tinggal di Desa/Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro. Di kampung ini terdapat ratusan perajin ledre skala rumahan. Bahkan, kampung yang terletak di dekat perbatasan Bojonegoro dengan Cepu, Blora, Jawa Tengah, ini juga dikenal sebagai kampung ledre.
Umi menuturkan, dia sudah belajar membuat ledre itu sejak duduk di bangku sekolah dasar. Dulu, orang tuanya yang mengajarinya membuat ledre itu. “Awalnya memang sulit membuat ledre ini. Sebab, diperlukan kecekatan untuk membuatnya. Kalau tidak pas, ledre mudah rusak,” ujarnya.
Umi menuturkan, kerajinan membuat ledre ini banyak dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga untuk mengisi waktu luang di sela kesibukan di rumah. Selain itu, juga mendatangkan penghasilan yang cukup lumayan.
Biasanya dalam sehari Umi mampu memproduksi ledre sebanyak 200 biji. Ledre itu dibungkus dalam kemasan tertentu dan dijual seharga Rp6.000. Ledre itu dijual di daerah Bojonegoro, Ngawi, hingga Cepu dan Blora, Jawa Tengah.
Menurut perajin ledre lainnya, Alim Yuwono, kerajinan ledre ini mulai ada di daerah Padangan sejak tahun 1960-an. Ledre awalnya hanya dijadikan makanan ringan dan hanya dikonsumsi sendiri. Namun, pada era tahun 1980-an, ledre mulai dijual dan dipasarkan ke luar daerah. “Dulu, hanya beberapa orang yang menjadi perajin ledre. Namun sekarang, hampir satu kampung membuat ledre,” ujarnya.
Ledre kini juga tidak hanya diproduksi oleh ibu rumah tangga di daerah Padangan saja. Namun, beberapa rumah tangga di Kecamatan Purwosari dan Ngraho juga membuat ledre. Saat ini, ledre dari sisi ukuran dan cita rasanya juga semakin bervariasi. Kini, ada ledre rasa cokelat, ledre rasa nanas, ledre rasa nangka dan lainnya. Agar lebih awet, ledre juga dikemas khusus.
Ledre banyak dijual di toko oleh-oleh khas Bojonegoro yang ada di jalur Padangan-Cepu. Menurut Amir Makruf, 35, pemilik toko Sido Trisno, pada hari biasa dia bisa menjual ledre sebanyak 300 bungkus. Satu bungkus berisi 30 biji ledre itu dijual seharga Rp10.000.
Penjualan ledre biasanya meningkat pada saat Lebaran dan musim liburan. Bahkan, Amir mengaku pada saat Lebaran bisa menjual ledre sebanyak 2.000 bungkus. “Biasanya orang yang berkunjung ke Bojonegoro akan mencari ledre ini untuk oleh-oleh,” ujarnya.
Selain dijual di Bojonegoro, ledre juga banyak dipasarkan di luar daerah seperti Malang, Surabaya, Kediri, Madiun, hingga Solo dan Yogyakarta. (rul/kik)