Bertahan dalam Pergeseran Tren
Kamis, 13 Agustus 2015 23:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh: Nasruli Chusna
Padangan - Tren batu akik kini sudah tak seramai dulu. Para pengrajin barang berbahan batu itu harus meningkatkan kreatifitasnya. Beberapa pengrajin yang sejak dulu eksis, ternyata sudah menyadari bahwa tren akik akan sedikit meredup.
"Sudah biasa mas, soal tren setiap waktu bisa berubah. Sebelum jadi tren, saya sudah nggosok batu. Jadi ya nggak kaget dan kita santai saja," kata seorang pengrajin batu akik, Muslik dari Desa Kuncen, Kecamatan Padangan.
Bermacam batu ukuran sedang tertata rapi pada wadah plastik berisi air yang terletak di atas meja kayu berplitur coklat. Pemandangan tersebut tersaji di sebuah rumah Muslik.
Menurut Muslik, dalam pembuatan batu akik, terutama saat memotong dan membeentuk batu dari batu utuh menjadi batu berpola banyak menimbulkan debu dan pecahan bebatuan kecil. Karena setiap gesekan sisi gerinda pada batu harus di basahi air, cipratan-cipratan air pada batu tersebut berpotensi menimbulkan noda di pakaian. “Nodanya sulit di cuci, jadi ya pakaiannya semrawut gini,” ungkap pria kelahiran 1962 tersebut.
Tahun 1977, kata Muslik, batu akik sudah sangat tenar. Namun, penggunanya terbatas orang-orang tua. Pada 1979 dan 1980, dirinya mulai di percaya membuatkan akik orang-orang terdekat. Setelah tahun-tahun tersebut, menurut dia, hiasan akik tidak terlalu popular.
Baru pada akhir 2014 dan menjelang awal 2015, kepopuleran batu akik melonjak sangat signifikan. Hal tersebut, membuat dirinya banyak di cari para pecinta akik untuk sekedar membuatkan pola dan membentuk batu siap potong dari gumpalan batu utuh.
Pecinta batu akik saat ini, lanjut dia, tidak seperti dulu yang terbatas orang-orang berumur, namun hampir semua kalangan umur mulai menyukai cincin akik. “Selain orang tua, ada juga anak usia sekolah menengah atas yang minta di buatkan,” imbuhnya.
Sejauh ini, dirinya telah membuat dan membentuk batu dari berbagai daerah di Indonesia. Struktur batu, menurut dia, setiap daerah memiliki kecenderungan sifat dan warna yang berbeda. Sifat dalam artian tingkat kepadatan dan kekerasan batu. Batu-batu daerah yang pernah dia buat meliputi daerah Pacitan, Kalimantan, Sulawesi, Sumatra hingga Aceh. “Semua pernah di buat di sini,” tandas dia sambil menunjuk mesin gerinda di depannya.
Beberapa jenis batu yang sering dia buat hingga hari ini, menurut dia, meliputi Nogosuwi, Tiras Bang, Poncoworno, untuk lokal. Sungai Darah, Giok, Lumut Suwiki, dan Bacan untuk yang luar pulau. Untuk jenis batu yang baru populer, dia juga sering membuatkan pesanan berupa batu berjenis Blackjack, Blue Oval, Black Oval Banten dan Kaliwayah Banten. “Biasanya batu dari pemesan, tinggal membuatkan,” ujar dia.
Selain mengerjakan permintaan orang-orang terdekat, tidak jarang Muslik mengerjakan pesanan batu akik dari orang-orang luar kota. Orang-orang dari Jakarta seperti Ciledug, Cileungsi, dan Tangerang kata dia, sering datang kerumah. Bahkan, sering para pekerja minyak dan gas (Migas) dari luar daerah sering membawa bahan dari daerahnya kemudian dibuat disini.
“Para pekerja minyak, hampir setiap hari kesini sambil bawa bahan sendiri,” pungkas dia. (rul)