Kisah Waluyo, Perajin Terompet asal Solo
Rela Mengembara ke Daerah Lain untuk Pasarkan Terompet
Selasa, 22 Desember 2015 12:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
SIANG itu, seorang pria di Dusun Pengkok, Desa/Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro, terlihat sibuk membuat terompet. Dengan kepiawaian tangannya ia dapat memproduksi ratusan terompet per hari. Nantinya, terompet-terompet itu akan diambil tengkulak dari berbagai daerah seperti Cepu, Blora, Ngawi, dan Bojonegoro, untuk dijual kembali sebagai persiapan perayaan menyambut Natal dan Tahun Baru 2016. Dia adalah Waluyo (51), warga dari Kota Solo, yang sejak sebulan ini menyewa rumah di Padangan.
Waluyo adalah salah satu produsen sekaligus pedagang terompet, yang beroperasi di daerah Bojonegoro dan sekitarnya. Selama proses produksi ia dibantu adik dan menantunya. Sementara untuk memasarkan produknya, sudah ada yang menjalankan sendiri.
Pria berkulit sawo matang itu, mengatakan, tiap akhir tahun merupakan berkah tersendiri bagi dirinya dan produsen terompet lain. Bahkan mendekati penghujung tahun ini, produksinya mengalami kenaikan. Pada hari-hari biasa ia bisa memproduksi 100-150 buah per hari, tetapi kini mencapai 500-800 buah per hari.
Menurutnya, jumlah produksi terompet akan terus naik hingga 31 Desember 2015 mendatang. Sebab, puncak penjualan terompet akan terjadi pada malam pergantian tahun. Terompet buatan Waluyo akan dipasarkan ke Cepu, Blora dan Ngawi.
“Memang ada juga sejumlah tengkulak dari Kota Bojonegoro, tapi jumlahnya tidak terlalu banyak karena biasanya mereka sudah mengambil dari produsen yang ada di wilayah timur," ujarnya sembari merapikan bahan baku dan hiasan terompet.
Hal ini membuat Waluyo kewalahan karena tingginya angka permintaan pasar. Selain terompet, kata dia, dalam kesehariannya juga membuat mainan anak-anak seperti baling-baling, topi hias, dan mobil-mobilan. Sebuah terompet untuk pengecer ia patok dengan harga Rp 8.000. Sementara untuk terompet berbentuk tanduk dijual seharga Rp 13.000.
Pada beritabojonegoro.com (BBC), dia mengaku, memperoleh bahan baku dari sekitar Cepu dan Bojonegoro saja. Untuk mendatangkan dari Surabaya belum pernah, karena besarnya ongkos transport. Padahal, harga bahan dari Surabaya jauh lebih murah. (rul/tap)
*) Foto bakul terompet di alun-alun bojonegoro