Malioboro, Aku akan Kembali
Jumat, 06 Mei 2016 09:00 WIBOleh Hariyanto
Oleh Hariyanto
Yogyakarta – Siapa yang tidak kenal Jalan Malioboro di tengah Kota Yogyakarta. Jalan itu seolah sudah menjadi legenda. Siapa saja yang berkunjung ke Kota Gudek itu terasa belum lengkap apabila belum jalan-jalan di Malioboro.
Suasana di sepanjang Jalan Malioboro selalu riuh, apalagi pada saat liburan sekolah atau liburan panjang. Malam hari di Maliboro juga begitu syahdu. Angkringan, lesehan yang menyediakan makanan bungkus yang disebut nasi kucing, terlihat ramai di tepi jalan. Cukup mengeluarkan uang Rp10.000 maka sudah bisa menyantap nasi kucing itu dengan teh tarik atau ronde.
Orang-orang berjalan di trotoar menuju ke Malioboro. Tukang becak khas Yogya memarkir becaknya di tepi jalan, sesekali menawarkan jasa antar kepada pengunjung ke lokasi Malioboro. Apabila ingin menikmati keriuhan di Maliboro, anda bisa naik becak khas Yogya itu. Becak itu ukurannya agak lebih besar dibandingkan dengan becak lainnya seperti di Bojonegoro. Becak itu juga masih dikayuh dan masih jarang yang memakai becak motor. Dengan bahasa logat khas Yogya, tukang-tukang becak itu akan menawarkan tarif angkut pengunjung mulai Rp15.000 sampai Rp20.000.
Di dekat Jalan Malioboro, beberapa hotel baru tampak berdiri megah. Kantor koran Kedaulatan Rakyat, koran legenda di Yogyakarta dengan tagline,”Tansah Manfaat Tumpraping Liyan,” tampak berdiri kokoh dengan arsitektur bangunan Jawa kuno. Tidak jauh dari Jalan Maliboro juga berdiri Stasiun Kota Yogyakarta. Miniatur lokomotif kereta api kuno dipajang di depan stasiun itu. Sementara, anak-anak muda tampak nongkrong di angkringan sambil menyeruput teh atau kopi dan mengobrol dengan asiknya.
Masuk ke Jalan Malioboro, anda akan disuguhi dengan beraneka macam produk kerajinan tangan khas Yogya mulai kaos, aneka aksesoris, sandal, baju batik, peralatan dapur dan rumah tangga, dan lainnya. Pengunjung juga boleh menawar berbagai produk kerajinan yang dijual itu. Seni tawar menawar barang dagangan ini merupakan salah satu ciri khas pasar tradisional.
Tidak hanya itu, para seniman juga sering tampil di Jalan Maliboro itu. Apabila anda beruntung, suatu ketika, penyair membawakan beberapa sajaknya sambil memainkan gitar. Ada pula beberapa seniman yang memakai topeng dan baju badut untuk menghibur pengunjung dan anak-anak yang datang di Jalan Malioboro ini.
Namun, kemacetan di Jalan Malioboro juga tidak terhindarkan. Kendaraan pribadi, becak, andong, dan pejalan kaki tumpah ruah dan berjubel di jalan itu. Beberapa polisi memang tampak bersusah payah mengatur kendaraan yang lewat dan mengurai kemacetan, namun kemacetan masih saja terjadi. Hingga larut malam, suasana di Jalan Malioboro masih tampak ramai.
Jalan Malioboro boleh dibilang merupakan jantung Kota Yogyakarta. Wisata seni dan budaya berpusat di Jalan Malioboro ini. Selain itu, juga di kawasan Keraton Yogyakarta. Karena berbasis wisata seni dan budaya, Yogya mempertahankan keberadaan becak dan andong. Becak dan andong itu melaju di jalan raya bersama dengan kendaraan pribadi dan angkutan umum.
Konsep wisata itu berbeda dengan Kota Malang dan Kota Batu misalnya yang merupakan wisata buatan. Selain itu, Batu dan Malang juga mengandalkan keindahan alam. Namun, berbagai tempat wisata di Batu misalnya seperti Museum Angkut dan Jatim Park misalnya dikelola secara bisnis murni. Dari sisi pengelolaan tempat wisata lebih terintegrasi dan profesional, tetapi keterlibatan sumber daya lokal kurang. Berbeda dengan wisata seni dan budaya di Yogya yang secara penuh melibatkan sumber daya lokal. Namun, diakui maupun tidak ada kesemrawutan terutama dalam pengaturan kendaraan yang melintas, pedagang yang berjualan, serta pengunjung di sekitar Jalan Malioboro.
Tetapi bagaimana pun itu, Yogya menawarkan daya tarik wisata yang mengesankan. Orang yang berkali-kali ke Yogya akan selalu ingin kembali seperti halnya lagu Katon Bagaskara. Tentu saja yang tidak kalah menarik di Yogyakarta adalah dunia keilmuan, buku, dan budayanya. Yogya yang disebut sebagai Kota Pelajar ini memang nyaman sebagaimana halnya tagline yang mengidentikkan diri sebagai Yogya Berhati Nyaman. (har/kik)