Museum 13; Merawat Batu, Mengungkap Sejarah
Minggu, 30 Agustus 2015 07:00 WIBOleh Mulyanto
Oleh Mulyanto
Kalitidu-Berawal dari batu akik, berujung pada penemuan besar. Mereka bertiga adalah Hary Nugroho, Dimun dan Nardi. Mereka bertiga asli Kalitidu. Pencarian batu akik mereka di sebuah sungai di Kalitidu pada tahun 80-an lalu, mempertemukan mereka dengan sebuah batu yang ternyata adalah sebuah fosil. Penemuan itu kelak meroketkan nama komunitas yang mereka bangun, Museum 13.
Penasaran dengan temuan tadi, mereka membawanya ke sebuah perguruan tinggi di Surabaya untuk diuji laboratorium. Hasilnya, batu temuan mereka memang benar adalah sebuah fosil. Menyadari itu, semangat mereka semakin menyala. Ada sesuatu yang berharga yang harus ditelusuri dan diselamatkan. Pasti masih banyak lagi yang lainnya.
Dengan semangat menggebu, mereka semakin sering dan penuh antusias melakukan penelusuran di sungai-sungai antara Kalitidu hingga Ngasem. Tak ketinggalan juga daerah perbukitan di wilayah selatan Bojonegoro, seperti Temayang, Gondang dan Sekar. Mereka memburu batu-batu fosil penting yang bisa mengungkap kebenaran di masa lampau.
Dimun, salah satu pendiri Museum 13, kepada BBC, sebutan Bojonegoro.com, mengaku bahwa pada awal-awal masa itu, mereka kerap dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
"Banyak yang menganggap ini penggawean (pekerjaan) orang apa. Tapi kami tetap jalan terus. Suatu saat ini akan berguna," katanya menggambarkan keyakinan yang pegangnya di masa itu. Sekarang, manfaat itu sudah dirasakan. Banyak para mahasiswa dari luar kota seperti Bandung dan Yogyakarta yang melakukan penelitian di sini dan merasa terbantu dengan apa yang telah mereka lakukan. Mereka juga banyak memberikan kontribusi untuk museum resmi milik Pemerintah Bojonegoro.
Pada tahun 1989, museum mereka ini menjadi sorotan media massa nasional yang kemudian mengundang reaksi dari para akademisi dari Bandung dan Kota lainnya. Mereka hingga kini masih menjalin hubungan dan kerap membantu. pernah mereka mengirim lemari-lemari kaca, rak buku, dan gambar-gambar petunjuk tentang arkeologi yang berbingkai kayu.
Sekarang, batu-batu fosil temuan mereka telah mencapai ribuan dan sebagian besar ditempatkan di sebuah ruang di SDN Panjunan, Kecamatan Kalitidu. Pasalnya, Hari Nugroho, juga salah satu pendiri Museum 13, adalah guru di sana. Apa yang dilakukan olehnya mendapat dukungan dari kepala sekolah sehingga sampai dibuatkan ruangan khusus, yakni sebuah ruangan berukuran sekitar 8 x 6 meter. Batu-batu fosil itu ditata rapi pada lemari-lemari kaca dan diberi nama sesuai barangnya.
Yang menarik, dari banyak fosil-fosil itu ditemukan indikasi bahwa Bojonegoro pada zaman dahulu boleh jadi adalah lautan. "Pernah ditemukan fosil-fosil kerang di sekitar pegunungan di Temayang. Kerang, kita tahu, adalah binatang laut. Juga ada paus dan binatang laut lainnya," kata Dimun dengan penekanan meyakinkan. BBC menemuinya saat dia tengah sibuk menjadi tuan rumah sebuah acara kesenian malam kemarin (29/08).
Di antara fosil-fosil di museum 13 adalah gajah purba yang ditemukan di sebuah sungai di Kecamatan Kalitidu. Ada juga fosil kerbau, ikan paus, perahu peninggalan kerajaan Majapahit, dan masih banyak lagi. Sekarang ini, dalam proses pencarian fosil, mereka banyak dibantu oleh kehadiran dan semangat anak-anak SDN Panjunan.
Saat ditanya mengapa Museum 13 tidak setenar dan melegenda seperti misalnya museum Sangiran, Dimun menerangkan bahwa sebenarnya museum 13 ini lebih baik dari Sangiran. "Pertanyaan itu lebih tepatnya ditujukan kepada pemerintah," katanya.
Hingga saat ini, museum 13 menjadi rujukan siapapun yang ingin mencari informasi tentang jejak-jejak arkeologis Bojonegoro masa lampau. Misalnya, salah satu acara talkshow di sebuah radio lokal tentang sejarah Bojonegoro, selalu melibatkan mereka.
Adapun nama Museum 13 yang dipakai oleh mereka, dipilih dengan tanpa muluk-muluk.
Nardi, juga salah satu pendiri Museum 13, memberikan keterangan bahwa angka 13 itu punya makna. "13 artinya 1 pikiran dari 3 orang. Selain itu angka 13 adalah angka yang jarang dipakai karena dianggap tidak baik," terang Nardi. Toh, mereka telah memilihnya dan semua percaya mereka telah menebar kebaikan.(mol/moha)
Foto : Koleksi Hary Nugroho