Komunitas Pengumpul Fosil dan Benda Purbakala
Mendirikan Museum Mini untuk Menyimpan Koleksi Fosil Purba
Kamis, 28 Juli 2016 08:00 WIBOleh Heriyanto
Oleh Heriyanto
Kalitidu - Sekelompok orang yang peduli tentang pentingnya menyelamatkan fosil dan benda kepurbakalaan merintis dan mendirikan sebuah museum mini di salah satu ruangan di SD Negeri Panjunan I di Desa Panjunan, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro.
Komunitas yang mengumpulkan fosil binatang atau benda-benda purbakala itu bekerja secara sukarela. Setiap hari, mereka tampak sibuk merawat dan membersihkan fosil di museum mini yaitu sebuah ruangan berukuran 1,5 meter x 7 meter yang berada di pojok bangunan SD Panjunan I itu.
Salah seorang perintis museum mini tersebut yaitu Hary Nugroho, 47, yang kebetulan juga guru di SD Panjunan I. Beberapa temannya yaitu Sigit Budiono, Suheri, dan Dimun Suprapto, semuanya berasal dari warga sekitar, turut aktif dalam pencarian, penggalian fosil, hingga perawatan fosil dan benda purbakala.
Museum mini yang bangunannya berdinding kayu dan tripleks itu kini menyimpan 230 fosil binatang. Di antaranya, fosil gading gajah, fosil persendian kaki, fosil tulang kaki, tanduk rusa, fosil molusca, fosil kepala gajah, hingga fosil tanduk kerbau. Terakhir, tim penggali fosil dari museum mini ini berhasil menemukan fosil tanduk kerbau berukuran besar dari aliran Sungai Bengawan Solo di daerah Malo, Bojonegoro. Fosil tanduk kerbau itu panjangnya 1,73 meter dan bentuknya hampir utuh. Hanya di bagian kiri tanduk itu yang patah. Fosil tanduk kerbau ini diperkirakan berasal dari zaman pleistosen atau sekitar 300.000 hingga 10.000 tahun yang lalu. Penemu fosil tanduk kerbau itu yaitu Dimun Suprapto bersama teman-temannya pada 28 September lalu.
“Kami menggali dan mengangkat fosil itu sendirian. Lalu, dari lokasi sampai ke museum mini juga kami bawa sendiri,” ujar Dimun Suprapto.
Dimun Suprapto sukarela melakukan penggalian fosil binatang di aliran Sungai Bengawan Solo itu. Untuk mengangkat dan membawanya memakai mobil pikap juga atas biayanya sendiri. “Semuanya kami lakukan secara swadaya,” ucapnya.
Menurutnya, fosil binatang yang berumur ribuan tahun lalu sering ditemukan di daerah aliran Sungai Bengawan Solo terutama di daerah belokan. Di antara endapan lumpur biasanya tersimpan fosil atau benda purbakala yang punya nilai sejarah tinggi.
Upaya pencarian atau penggalian fosil di daerah aliran Sungai Bengawan Solo mulai dari daerah Margomulyo di ujung barat hingga daerah Baureno di ujung timur wilayah Bojonegoro juga semakin mudah saat musim kemarau. Pasalnya, kondisi sungai surut dan endapan lumpur banyak terlihat di beberapa titik.
Selain menemukan fosil binatang, tim pencari dan penggali fosil juga menemukan kerangka kepala manusia yang diperkirakan pertama kali tinggal di daerah aliran Sungai Bengawan Solo di wilayah Bojonegoro. Kondisi fosil kerangka kepala manusia itu masih utuh namun ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan tempurung kepala manusia zaman sekarang.
Menurut Hary Nugroho, pendiri museum mini, kegiatan mencari, mengumpulkan, dan menyimpan berbagai fosil telah dilakukan sejak tahun 1989 silam. Semula, koleksi fosil binatang yang ada hanya beberapa buah namun lambat laun terus bertambah dan kini berjumlah ratusan fosil.
Selain disimpan sebagai koleksi dan sarana pengetahuan bagi anak-anak sekolah, sebagian temuan fosil itu disumbangkan ke Museum Rajekwesi Bojonegoro, Museum Mpu Tantular, dan Museum Geologi di Bandung.
Komunitas yang peduli pentingnya fosil dan benda purbakala ini tetap eksis hingga sekarang. Meski, selama ini belum ada perhatian berupa dukungan atau bantuan dana dari pemerintah daerah setempat.
“Kami yakin, apa yang kami lakukan bermanfaat bagi perkembangan pengetahuan dan kebudayaan. Meski tidak ada perhatian, kami akan tetap bekerja secara swadaya,” ujar Hary Nugroho. (her/kik)