Hari Jadi Bojonegoro ke-339
Mengunjungi Pusara Adipati Haryo Matahun I
Kamis, 20 Oktober 2016 16:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
HINGAR-bingar perayaan Hari Jadi Bojonegoro (HJB) ke-339 terus bergulir. Usai Festival Bengawan, tadi malam acara Gerebek Tumpeng juga berlangsung meriah. Masyarakat berjubel seperti tak mau ketinggalan mengikuti rangkaian-rangkaian acara.
Seluruh rangkaian acara HJB, diharapkan tetap menjadi simbol perjuangan para pendahulu. Termasuk para pemimpin kabupaten ini yang dahulu bernama Kadipaten Rajekwesi. Menggali informasi tentang pemimpin-pemimpin Bojonegoro dahulu kala, mencuat satu nama, yakni Adipati Haryo Matahun I.
Pusara atau tempat persemayaman terakhir Adipati Haryo Matahun terdapat di Desa Ngraseh Kecamatan Dander. Untuk sampai ke sana tidaklah sulit. Lokasinya berada sekitar 10 kilometer dari Kota Bojonegoro. Jalur yang dilewati sudah beraspal, dan pada kanan-kiri jalan akan menjumpai hamparan pertanian yang hijau menawan.
Sampai di lokasi, kondisinya cukup baik dan terawat. Kebersihan cungkupnya terjaga dan terlapisi dinding kain berwarna putih. Sementara lantainya telah terlapisi keramik dan jalur masuknya juga terpasang paving.
"Nama asli dari Adipati Haryo Matahun adalah Pangeran Sasongko atau Raden Songko. Beliau merupakan keturunan dari Raden Wijaya, penguasa Majapahit, dari darah Raden Patah, Raja Demak," ujar juru kunci makam, Mustain (57), ketika ditemui beritabojonegoro.com (BBC), Rabu (19/10/2016) malam.
Pria yang mengaku sejak kecil turut merawat makam tersebut, menambahkan, haul dari Adipati Haryo Matahun selalu diperingati bersamaan dengan malam satu Suro. Dan pada acara tersebut banyak sekali peziarah yang datang.
Bagi yang ingin berziarah, dia menyarankan, agar segala jenis jimat atau pusaka dilepaskan terlebih dahulu di luar. Hal ini menurut dia, untuk menjaga keselamatan peziarah sendiri. Jika pantangan ini dilanggar, kesannya ingin adu kesaktian atau kanuragan.
Di tempat lain, penyuluh budaya Novy Bahrul Munib, menjelaskan, Adipati Haryo Matahun gugur dalam peperangan melawan pasukan Madura dan Sampang di Badholeng, wilayah Sidayu (Kabupaten Gresik). Peperangan tersebut terjadi karena Cakraningrat dari Madura tidak mau menghadap kepada Susuhunan Pakubuwono II di Kartasura.
"Sebab itu Raden Adipati Haryo Matahun dan bala tentara Jipang dikerahkan untuk menggempur Madura. Karena penguasa Sidayu, yaitu Raden Tumenggung Secadiningrat adalah putra Cakraningrat dari Madura," papar pria yang bertugas di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bojonegoro itu.
Gugurnya Raden Adipati Haryo Matahun terjadi pada Setu (Sabtu) Kliwon, tanggal 3, bulan Ruwah, tahun Jimakhir dalam Candra Sengkala gana (6) retu (6) obahing (6) jagad (1) atau tahun Jawa "1666" (1735 M). Raden Tumenggung Kramawijaya, putra Adipati Haryo Matahun yang menjadi adipati Japan (sekitar Mojokerto), membawa Jenazah ayahnya tersebut ke wilayah Jipang. Akhirnya dimakamkan di Astana Majaranu, wilayah Bojanegara. (rul/tap)