Bertaruh Nyawa, Membelah Bengawan Solo Naik Perahu Kayu
Jumat, 21 Oktober 2016 07:00 WIBOleh Heriyanto
Oleh Heriyanto
Bojonegoro - Menyeberang Sungai Bengawan Solo dengan memakai perahu kayu telah menjadi bagian dari denyut kehidupan masyarakat Desa Dukuh, Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro. Hampir setiap saat, masyarakat yang tinggal di seberang sungai itu membutuhkan sarana angkutan tradisional itu untuk keluar masuk kampung.
Penyeberangan memakai perahu kayu itu menghubungkan Desa Dukuh yang ada di sisi utara dengan Desa/Kecamatan Purwosari, Kabupaten Bojonegoro, yang ada di sisi selatan sungai. Di dua sisi bibir sungai itu terdapat tempat penyeberangan yang disebut masyarakat setempat sebagai tambangan.
Setiap hari, dua tukang perahu kayu itu yakni Tarmuji, 39 tahun, dan Sugimin, 45 tahun, keduanya warga Desa Dukuh, Kecamatan Malo, melayani penyeberangan itu. Pada saat air sungai sedang surut atau sedang penuh, mereka tetap melayani penyeberangan itu. Meski terkadang, menyeberangi sungai yang membelah wilayah Bojonegoro itu saat sedang naik taruhannya nyawa.
“Saat air sungai sedang pasang, kami harus ekstra hati-hati membawa perahu ini menyeberangi sungai. Sebab, nyawa puluhan penumpang yang menjadi taruhannya,” ujar Tarmuji.
Tarmuji sebetulnya sudah puluhan tahun menahkodai perahu kayu yang memakai mesin diesel tempel itu. Dia bertugas menghidupkan dan menggerakkan arah perahu dari belakang. Sementara, Sugimin yang ada di depan bertugas mengatur jalannya perahu.
Mengatur jalannya perahu kayu dengan panjang 15 meter dan lebar dua meter itu tidak mudah. Diperlukan keahlian tingkat tinggi mengatur perahu agar terarah menyeberangi sungai. Apalagi, bukan penumpang saja yang sering diangkut namun juga sepeda motor dan barang bawaan penumpang.
“Setiap kali menyeberang membawa penumpang, kami selalu hati-hati. Apalagi, saat air sedang penuh dan alirannya deras,” ujar Tarmuji sambil mengatur arah pergerakan perahu.
Setiap satu kali penyeberangan, perahu kayu itu bisa mengangkut 15-20 orang. Sementara, biaya penyeberangan itu hanya dipatok sebesar Rp1.000 per orang. Namun, untuk anak sekolah tidak dipungut biaya sepeser pun.
Menurut Sugimin, dalam sehari, aktivitas penyeberangan memakai perahu kayu itu bisa berlangsung 30 kali. Penumpang yang paling banyak adalah anak-anak sekolah, pedagang, dan pekerja. Dia mulai bekerja pukul 03.00 dini hari dan berhenti sekitar pukul 17.00 WIB. Namun setelah itu, ada perahu lain yang menggantikan mulai pukul 17.00 WIB hingga dini hari. Sehingga, jasa penyeberangan perahu kayu itu berlangsung selama 24 jam penuh.
“Kalau malam hari cukup gelap. Namun, karena sudah terbiasa, kami bisa mengira-ngira laju perahu sehingga tidak sampai terguling,” tutur Sugiman.
Pendapatan dari jasa penyeberangan perahu kayu itu ternyata cukup lumayan. Kalau lagi ramai, pendapatan sehari bisa mencapai Rp300.000. Namun, pada saat sepi pendapatannya hanya berkisar Rp150.000 sampai Rp200.000. Tapi, sebagian dari pendapatan itu masih ditarik untuk retribusi kas desa.
Menurut Sumini, 38 tahun, warga Desa Dukuh, aktivitas menyeberang sungai memakai perahu kayu itu telah menjadi kebiasaan. Saat air sungai sedang naik maupun surut, masyarakat tetap percaya memakai sarana perahu kayu itu untuk menyeberangi Sungai Bengawan Solo. “Saat airnya sedang naik, terkadang memang waswas menyeberang sungai ini. Namun, selama ini penyeberangan itu berjalan aman,” ungkapnya.
Perahu kayu itu telah menjadi sarana angkutan massal penyeberangan penting bagi masyarakat Desa Dukuh dan sekitarnya. Mereka lebih memilih menyeberang sungai memakai perahu kayu yang memakan waktu sekitar 15 menit ketimbang melalui jalur darat menyeberang lewat Jembatan Malo yang harus memutar dan memakan waktu lebih lama.
Selain di tempat penyeberangan di Desa Dukuh itu, di sepanjang bantaran Sungai Bengawan Solo di Bojonegoro terdapat puluhan tempat penyeberangan serupa. Meski berbahaya, menyeberang sungai memakai perahu kayu itu telah berlangsung secara turun-temurun. Meski setiap kali menyeberang sungai itu berisiko, namun bagi sebagian warga cara itu dinilai paling mudah dan paling murah. (her/kik)