HIV/AIDS, Masihkah Ditakuti?
Selasa, 01 Desember 2015 08:00 WIBOleh Dr Achmad Budi Karyono *)
*Oleh Dr Achmad Budi Karyono
PADA awal tahun 1980-an dunia dihebohkan oleh penyakit baru yang sangat mematikan dan sangat mudah menular. Mata rantai penularan memang banyak, tetapi sorotan tajam mengarah kepada penularan lewat hubungan seksual. Dan memang kasus yang dilaporkan pertama kali pada tahun 1981 adalah penularan karena hubungan seksual sesama jenis.
Disinilah gemparnya dunia dengan kedatangan penyakit ini, yang kebanyakan ‘dipelopori’ publik figur dunia pula. Sedangkan penemuan kasus pertama kali di Indonesia pada tahun 1987, seorang wisatawan mancanegara meninggal di Bali yang ternyata 2 tahun sebelumnya kedapatan mengidap AIDS. Maka gempar pulalah Indonesia, walau pada saat itu masih terkesan agak ditutupi dan terkesan tabu untuk diungkap terbuka.
Hari ini tanggal 1 Desember, dunia telah menetapkan sebagai Hari AIDS sedunia, sebagai pengingat kita semua agar harus selalu waspada terhadap penyakit yang satu ini. Penyakit berbahaya ini masih menjadi ‘siluman’, masih disembunyikan oleh pengidapnya. Mereka kurang atau bahkan tidak memahami sama sekali, bahwa dengan cara seperti itu akan membahayakan bagi dirinya dan sangat membahayakan bagi orang lain. Dalam hal ini juga sangat ‘mengancam’ para petugas kesehatan yang sedang memberi pertolongan dirinya.
Perlu diketahui juga bahwa kasus HIV/AIDS telah meningkat begitu tajam, sehingga tercatat negara kita tercinta menduduki peringkat 3 di Asia setelah Cina dan India, bahkan ‘mengalahkan’ Thailand. DKI Jakarta memiliki jumlah penderita HIV/ AIDS tertinggi di Indonesia, diikuti Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, dan Bali.
Hingga 31 Desember 2011, kasus HIV di Indonesia mencapai sekitar 75.000 kasus dan kasus AIDS sebesar lebih dari 30.000 kasus. Total kasus HIV AIDS di Indonesia adalah 105.000 kasus lebih. Bila dahulu faktor risiko pengguna narkoba suntik merupakan cara penularan tertinggi infeksi HIV di Indonesia, maka saat ini kelompok heteroseksual memiliki jumlah terbanyak.
Itupun merupakan angka yang tercatat, padahal pada realitasnya kasus terpendam seperti ini mengikuti pola fenomena gunung es, artinya kasus tersembunyi yang tidak terlaporkan lebih banyak. Betapa ngeri kalau kita memahami penyebaran penyakit ini, yang seakan aktif bergerilya mencari mangsa disekitar kita yang terkadang tanpa kita sadari pula.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip. Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa dilibas habis atau disembuhkan.
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah virus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, dikelenjar getah bening. HIV merusak sel kekebalan secara langsung dan tidak langsung, padahal sel kekebalan dibutuhkan agar sistem ketahanan tubuh dapat berfungsi baik.
Bila HIV telah membunuh sel kekebalan sampai jumlahnya menyusut hingga kurang dari jumlah minimal, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel kekebalan di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun.
Banyak faktor yang memengaruhinya, di antaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV.
HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup. Bukan merupakan terapi yang tuntas.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (selaput lendir) atau kulit yang terluka, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan presemial, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (dengan cara apapun), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Dengan mengetahui gambaran penyakit diatas, tentu bisa melakukan pencegahan. Antara lain dengan menghindari hubungan seksual bebas yang tidak selayaknya, menghindari peralatan tajam yang terkontaminasi, menjauhi berpindahnya cairan tubuh penderita.
Darah yang akan ditransfusikan, telah diskrining dan sudah bebas dari HIV sejak awal tahun 1990an. Sehingga saat ini para pasien yang membutuhkan darah sudah tidak perlu meragukan lagi kualitas darah serta terbebas dari kontaminasi HIV dan beberapa penyakit menular lain.
Peralatan tajam yang digunakan kalangan medis, sudah menggunakan disposible, sekali pakai. Dan petugas medis sendiri juga selalu menerapkan cara untuk melindungi diri dari kontaminasi orang yang dirawat. Jadi hal sterilitas pada kalangan medis sudah tidak perlu dikhawatirkan lagi. Namun apakah penggunaan benda tajam diluar medis juga sudah seperti itu, kita harus lebih waspada.
Identifikasi pada penderita sudah kita lakukan. Kita sudah tidak usah kaget kalau akhir akhir ini kalangan medis merawat di poli penderita HIV sebanyak lebih dari 20 orang sehari dengan 3 kali perminggu. Belum ada obat yang benar benar khusus untuk HIV. Ngeri, tetapi itulah kenyataan saat ini. Oleh karena itu marilah kita melindungi diri dengan menerapkan pola hidup sehat, menjauhi jalan mudah yang menjadi penularan HIV, serta meningkatkan kewaspadaan diri.
Dan yang paling penting dengan Meningkatkan Iman dan Taqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita akan terbentengi dari HIV / AIDS. Semoga kita selalu sehat. (*)
*) Penulis adalah Sie Pengabdian Masyarakat IDI Cabang Bojonegoro