Asyiknya Membaca Buku di Perpustakaan Sanggar Guna
Senin, 21 Desember 2015 11:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
Kapas - Anak-anak terlihat sibuk memilih buku yang sampulnya berwarna-warni di rak-rak buku yang tertata rapi. Ada yang membuka-buka halaman buku lalu mengembalikannya ke rak. Ada yang duduk bersimpuh sambil tekun memelototi gambar di buku yang dipegangnya, tetapi ada juga yang baca buku sambil tiduran.
Anak-anak laki-laki dan perempuan itu tampak asyik menikmati membaca buku di ruangan berukuran 5 meter x 6 meter. Ruangan itu cukup bersih dan sejuk. Di dalamnya juga dilengkapi meja dan kursi mungil dari plastik yang warnanya cerah. Lantainya juga diberi karpet dengan gambar-gambar mainan yang juga berwarna kuning cerah. Sementara, di pintu depan ada tulisan “Ruang baca anak-anak,”.
Itu adalah salah satu ruangan khusus untuk anak-anak yang disediakan di perpustakaan Sanggar Bina yang ada di Desa Kalianyar, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro. Sanggar ini dikelola secara mandiri oleh Wiwik Sri Wilujeng, 42, pimpinan cabang sebuah bank swasta di Bojonegoro yang menyukai buku.
Selain ruangan baca anak-anak, di ruangan tengah dipajang koleksi buku yang tertata rapi di rak-rak yang berderet panjang. Penyusunan rak buku itu mirip di toko buku. Ada jenis buku novel, buku kesehatan, pertanian, peternakan, ensiklopedia anak, hingga buku resep boga. Semuanya tertata rapi dan teratur.
Di ruangan tengah itu juga ada seorang yang menjaga perpustakaan dan sebuah komputer di hadapannya. Sementara, arsip anggota perpustakaan tampak menumpuk di mejanya. Suasana ruangan baca buku itu begitu tenang dan nyaman sehingga mereka yang berkunjung ke situ betah berlama-lama.
Beberapa ibu bersama buah hatinya terlihat duduk bersimpuh sambil membaca buku. Ibu-ibu lainnya tampak sibuk mencari buku yang sesekali diperlihatkan pada putrinya. Sementara, bapak-bapak tampak duduk sambil membaca buku di kursi panjang yang ada di teras depan sanggar.
“Kalau hari libur, pengunjung ke Sanggar Bina ini tambah banyak,” ujar Wiwik, pengelola Sanggar Bina.
Pada hari libur, keluarga yang berasal dari Desa Kalianyar dan sekitarnya sering berkunjung ke perpustakaan itu. Biasanya, anak-anak sekolah yang pernah mampir untuk baca buku di tempat ini sering kembali lagi.
“Biasanya, anak-anak itu ke sini ditemani orangtuanya,” ujarnya.
Wiwik terbilang aktif untuk mengajak anak-anak terutama dari keluarga tidak mampu untuk giat belajar dan membaca buku. Bahkan, pada hari-hari libur, dia rela menjemput anak-anak yang tinggal di pelosok desa memakai minibus . Anak-anak itu diajak belajar dan membaca bareng, setelah itu mereka pulang dipinjami buku.
“Kebanyakan anak-anak petani yang tinggal di desa-desa itu yang kami jemput untuk diajak belajar dan membaca di sanggar ini,” ucapnya.
Wiwik melakukan itu dengan ikhlas tanpa pamrih apa pun. Yang ada dalam benaknya adalah dengan membaca dan belajar maka anak-anak dari keluarga tidak mampu itu akan pintar dan dapat meraih mimpinya.
“Memang, membaca belum menjadi bagian dari budaya masyarakat di pedesaan. Tetapi, saya gigih terus mengajak mereka,” ungkapnya.
Sampai kini, sedikitnya ada 1.500 anggota perpustakaan Sanggar Bina ini. Mereka berasal dari berbagai latar belakang. Anggota boleh meminjam buku maksimal tiga buku dan dikembalikan paling lambat satu minggu. Untuk menjadi anggota atau pinjam buku, juga tidak dikenakan biaya sepeser pun.
Hingga kini, koleksi buku di Sanggar Bina mencapai 10.000 judul buku. Kebanyakan merupakan buku-buku bermutu. Buku itu sebagian besar dibeli sendiri oleh Wiwik saat berkunjung ke kota-kota besar di Indonesia dan selebihnya diberi bantuan oleh donatur.
“Saya senang sekali kalau buku yang saya beli dibaca orang. Rasanya, ada kepuasan batin tersendiri,” ucapnya.
Tetapi, ada satu hal yang menjadi pendirian Wiwik. Yaitu, dia tidak mau menerima sumbangan buku yang berbau politik atau kepentingan kelompok tertentu. Dia mengaku lebih suka menerima buku ensiklopedia anak-anak .
“Saya mau menerima bantuan buku, asal bukan buku politik,” tegasnya.
Entah karena alasan apa, Wiwik sepertinya ingin mengajak anak-anak belajar, membaca buku, sambil bersenang-senang tanpa ada embel-embel simbol politik atau kepentingan kelompok. Dia ingin anak-anak meraih mimpi tanpa terbelenggu dengan pikiran orang-orang dewasa.
“Anak-anak itu suka bermain dan belajar. Biarlah mereka meraih mimpi dengan caranya sendiri,” tandasnya.
Menurut Rafit, 12, salah satu anak yang berkunjung di Sanggar Bina, mengaku suka membaca buku yang ada banyak gambarnya. Kalau membaca buku tidak ada gambarnya, kata dia, rasanya membosankan.
“Buku yang ada gambar karikaturnya itu bagus,” ucap bocah itu sambil membaca buku anak-anak berjudul “Why”
Dulu, nama sanggar ini adalah Sanggar Lantip. Berdiri pada 2 Mei 2010 bertepatan dengan hari pendidikan nasional. Kemudian, pada 2 Mei 2011 namanya diubah menjadi Sanggar Bina. (ver/kik)