Naiknya Angka Kekerasan Perempuan dan Anak di Bojonegoro
P3A: Tak Perlu Mencari Siapa Yang Salah
Kamis, 29 Desember 2016 16:00 WIBOleh Piping Dian Permadi
Oleh Piping Dian Permadi
Bojonegoro Kota - Melihat angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang meningkat selama tahun 2016 ini, Pengurus Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (P3A) Kabupaten Bojonegoro mengajak semua pihak untuk melakukan evaluasi dan tidak saling menyalahkan.
"Untuk masalah kasus, tidak perlu mencari siapa yang salah. Ini kewajiban semua elemen masyarakat, pemerintah atau yang mengatasnamakan organisasi serta keluarga masing-masing dan juga DPRD. Semua kita memiliki peran berbeda sesuai dengan fungsinya," tutur Humas P3A Johny Noor Hariyanto
Seperti diberitakan, jumlah kasus kekerasan non KDRT sepanjang tahun 2016 terdapat 39 kasus. Jauh meningkat jika dibandingkan tahun 2015 yang hanya 27 kasus. Sebaliknya untuk kasus KDRT mengalami penurunan dibanding tahun lalu, yaitu dari 26 kasus tahun 2105 menjadi 19 kasus tahun ini.
Baca berita: Angka Kekerasan Perempuan dan Anak di Bojonegoro Tahun Ini Meningkat
Menyikapi hal tersebut, Joni sapaan akrabnya, mengajak semua pihak saling evaluasi untuk melakukan langkah pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Yang pertama dan utama adalah keluarga. Bagaimana keluarga bisa mengomunikasikan kepada anak-anaknya agar bisa menjaga diri dari ancaman kekerasan baik sebagai pelaku maupun korban.
"Masyarakat harus saling menjaga keharmonisan sesama warga agar tidak sampai terjadi tindak kekerasan baik pelaku ataupun korban. Peran RT, PKK, harus berfungsi untuk terus berkomunikasi pengetahuan," ujarnya.
Selanjutnya, organisasi yang ada di tengah masyarakat harus membina, menjaga anggotanya dan lingkungannya dengan memberi pengetahuan tentang bagaimana kewaspadaan diri dari tindak kekerasan, baik pelaku atau korban.
Pemerintah juga harus memberikan dukungan baik moril dan materiil kepada organisasi mitra profesional yang mendampingi tindak kekerasan. Serta yang paling penting, para suami dan istri harus mengerti dan faham bagaimana caranya agar hatinya bahagia.
"Tanda orang bahagia itu adalah tidak sanggup menyakiti dan melukai hati orang lain," imbuhnya.
Joni menambahkan, kalau suami istri (bapak-ibunya) bahagia, maka secara otomatis akan mengajarkan kepada anaknya perilaku-perilaku yang membuat dirinya dan orang lain bahagia.
"Dengab demikian tidak akan terjadi tindak kekerasan. Inilah tugas kita untuk selalu mengajak, memberi pengetahuan hidup bahagia dan mempraktikkan di keluarga kita masing-masing," pungkasnya. (pin/tap)