Pentas Titik Koma dari Teater Kakus
Bawa Pesan Bumi Manusia Bagi Generasi Muda
Minggu, 19 Februari 2017 17:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
SANG penyanyi perempuan mengenakan kebaya menyanyikan lagu berjudul Dia. Dengan diiringi oleh para pemusik, memikat perhatian penonton dalam acara Pentas Karya berjudul Titik Koma di SMA Negeri 2 Bojonegoro, Sabtu (18/02/2017) malam pukul 19.30 WIB.
Tampilan spesial dari Keroncong Simpang Limo ini sebagai pembuka acara pentas karya dari Teater Kakus. Setelah dihibur beberapa lagu dari Keroncong Simpang Limo, acara dilanjutkan dengan Monolog oleh Salma Novia yang mementaskan Siapa karya Putu Wijaya.
Kemudian baru dilanjutkan inti dari acara ini, yakni pementasaan naskah yang diadaptasi dari novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.
Seperti yang diberitakan sebelumnya bahwa Sutradara Ferly Arvidia Anindita (16) memang sengaja mengambil cerita Bumi Manusia. Menurutnya sangat perlu bagi generasi muda untuk tahu siapa itu Pramoedya Ananta Toer, sekaligus sebagai pengingat dan inspirasi hidup.
Baca berita: Malam Minggu Besok, Teater Kakus Smada Gelar Pertunjukan Titik Koma
Dalam drama Titik Koma ini dimainkan oleh 8 orang. Yakni Sherena Dewi, Yuliana Dewi, Alifudin Firdaus, Ilhamy Akbar, Fahri Setyo, Nur Azizah, Risko Surya, dan Yudha Berliandi.
Panggung disetting dengan beberapa kursi dan lukisan perempuan. Sinar lampu mulai disorotkan pada panggung. Kisah dimulai ketika suami Nyai Ontosoroh ingin membawa Annelies ke Belanda dan ditolak oleh Nyai Ontosoroh.
Meski pementasan ini tanpa menggunakan micropon pengeras suara, suara Nyai Ontosoroh tetap bergema di seluruh ruangan. Para penonton mulai terpaku dengan pementasan. Namun sayang sekali ketika fokus pada Annelies, suara Annelies tidak terlalu terdengar sampai belakang.
Naskah sebanyak tujuh lembar digarap Ferly hanya dalam waktu semalam. Titik Koma dipentaskan dengan durasi sebanyak 26 menit ini menjadi salah satu gerakan para pelajar untuk membudayakan membaca dan mengenal kejadian-kejadian di masa lalu. Dan memberikan nuansa baru bahwa pementasan tidak hanya seputar kejadian hari ini, tetapi juga kejadian-kejadian di masa lalu.
"Saya berharap kita tidak membuang budaya kita sendiri, justru harus mengetahuinya," pungkasnya. (ver/tap)