Siapakah Muhammad Sebelum Diangkat Menjadi Nabi?
Kamis, 30 November 2017 11:00 WIBOleh Rhachmad Ridho R, S.Pd., M.E
Oleh Rhachmad Ridho R, S.Pd., M.E
Muhammad, keturunan bangsa Quraisy. Suatu kaum yang termulia di Makkah. Nasabnya bersambung dengan Nabi Ismail as bin Ibrahim as. Nasab ibu dan ayah bertemu di datuk yang kelima yaitu Kilaab. Ibunya Aminah binti Wahb bin Abdi Manaaf bin Zuhrah bin Kilaab. Ayahnya Abdullah bin Abdul muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaaf bin Qushaiy bin Kilaab.
Ayahnya meninggal dunia ketika ia masih dalam kandungan. Lahir di kota Makkah pada hari Senin 12 Rabiul Awwal tahun Gajah. Dinamakan tahun gajah karena raja Habasyah ketika itu mengirimkan tentara ke Makkah untuk menghancurkan Kabah. Pada saat itu banyak sekali gajah. Lalu Allah membinasakan mereka (tentara gajah) sebagai penghormatan kepada kelahiran Muhammad. Ia disusui oleh Tsuwaibah al-Aslamiyah lalu Halimah as-Sa’diyah sampai umur empat tahun.
Ia ditinggal oleh ibunya ketika berumur 4 tahun. Lalu bersama kakeknya Abdul Muthalib. Ketika umur Muhammad 8 tahun, kakeknya meninggal. Akhirnya diasuh pamannya (Abu Thalib). Pada masa pemeliharaan dengan pamannya, Muhammad menggembala kambing. Dengan upah tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan makan dan lainnya. Saat berumur 9 tahun (ada yang mengatakan 13 tahun) pergi ke Syam bersama pamannya (Abu Thalib) dengan membawa dagangan. Ketika sampai Bushra, seorang pendeta yang bernama Buhaira melihatnya. Lalu mengabarkan kepada pamannya bahwa Ia akan menjadi nabi yang terakhir. Pendeta memaparkan tanda kenabian Muhammad yang ada di Kitab Injil dan meminta pamannya untuk membawanya pulang.
Ketika berumur 25 tahun Muhammad kembali ke Syam dengan membawa dagangan Khadijah (seorang perempuan yang mulia, kaya raya). Ia (Khadijah) memilih Muhammad karena kejujuran dan akhlaknya yang sangat mulia. Pelayannya, Maisaroh turut membersamai untuk berjualan. Pada akhirnya Muhammad pun (25 tahun) menikah dengan Khadijah (40 tahun).
Pada saat ia berusia 35 tahun kaum Quraisy meruntuhkan Ka’bah dan memperbaharuinya. Muhammad turut serta dalam pembangunan tersebut. Kaum Quraisy berselisih paham tentang siapa yang meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya. Kemudian mereka sepakat bahwa yang paling berhak adalah yang pertama masuk Masjidil Haram. Ternyata Muhammad orangnya. Ia meletakkan batu itu di suatu kain selendang dan meminta dari tiap-tiap ketua kaum Quraisy untuk masing-masing memegang ujung selendang itu. Kemudian ia meminta untuk mengangkat batu tadi. Ketika mereka sampai pada batu yang dimaksud, ia mengambil batu itu dengan tangannya sendiri. Dengan demikian hilanglah perselisihan pada masalah ini, mereka kaum Quraisy mengagumi kecerdasan pikiran Muhammad.
Semasa hidupnya Muhammad terkenal dengan sifat terpuji, benar, jujur, amanat, sabar, malu, rendah hati, sehingga mendapat gelar “Al-Amin” (orang yang dapat dipercaya). Allah menjaganya dari perbuatan jahiliyah sejak kecil. Tidak sekalipun minum arak dan sujud menyembah berhala. Sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul, Ia suka menyendiri untuk beribadah kepada Allah di Gua Hira. Ia menjalankan ibadah dengan tuntunan ibadah agama kakeknya, Nabi Ibrahim as, dari sepuluh hari sampai sebulan lamanya.
Dari sejarah Nabi Muhammad SAW, sebagai umatnya, kita harus meneladaninya. Meski di tengah ketimpangan dunia. Tetap berpegang teguh pada ajaran Islam. Sebagaimana Rasulullah Muhammad SAW sebelum menjadi nabi dan rasul senantiasa memiliki komitmen yang kuat untuk berakhlak mulia. Jika melihat kondisi generasi muda yang terpuruk dan semakin jauh dari Islam, serta tidak punya semangat memperjuangkan agamanya. Perlu para ulama dan tokoh Islam mencari solusi bagaimana membangkitkan keislaman para pemuda dari cengkraman hedonisme liberal. Pada suatu zaman seorang raja Al-Malik Mudhaffaruddin, mengundang para ulama dan masyaikh ke istana untuk bermusyawarah. Mereka membahas bagaimana membangkitkan semangat umat Islam, membebaskan diri dari penjajah, serta menanamkan kecintaan kepada Rasulullah. Dengan begitu diharapkan mampu meneladani beliau. Dari musyawarah ulama tersebut, ada usulan agar diadakan peringatan peristiwa bersejarah dalam Islam. Diantaranya peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. Seiring berjalannya waktu, kegiatan ini kemudian dikampanyekan besar-besaran. Ada yang mengusulkan agar mengundang para penyair untuk menuliskan syair pujian kepada Nabi. Para ulama dan mubaligh yang bertugas menceritakan sejarah Nabi. Al-Malik Mudhaffaruddin menanggapi usulan ini dengan antusias. Sudah seharusnya momen Maulid Nabi dijadikan sebagai pengingat bahwa kita punya idola, Muhammad SAW. Dalam bersikap dan berkata sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga peringatan kelahiran Nabi bukan hanya sekedar seremonial saja. Namun yang lebih penting adalah meneladani apa-apa yang dibawa serta menyebarkannya. Semoga Allah meridai kita. Aamiin.
Penulis guru dan alumni pasca sarjana UINSA