Hijrah Menuju Taat Totalitas
Rabu, 14 Oktober 2015 07:00 WIBOleh Liya Yuliana *)
*Oleh Liya Yuliana
Tidak terasa pergantian tahun menuju 1437 H tiba. Aneka rasa dan warna di tahun 1436 H hendaknya menjadi muhasabah bersama. Antara sesama muslim maupun masing-masing individu. Mengecek sejauh mana ketakwaan di dalam dada. Mengingat pintu maksiat senantiasa menyapa. Tak kenal ruang dan waktu apalagi suasana hati. Sebagai seorang muslim patut merenungkan sejauh mana mensyukuri nikmat Ilahi. Tak hanya dalam lisan namun juga dalam perbuatan. Dibuktikan dengan menyelaraskan seluruh amal perbuatan dengan tuntunan yang datang dalam Al Quran dan uswah (teladan) hidup yang diberikan baginda Rasulullah SAW.
Islam dengan segala kesempurnaannya membawa keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat bagi umat yang taat. Sebelum kedatangan Islam umat manusia tampak kejahiliyahannya. Lalu Allah mewahyukan kepada Rasulullah Muhammad dengan membawa ajaran Islam yang sempurna. Tidak hanya mengatur urusan manusia dengan khalik-Nya namun antara sesama manusia maupun dengan alam semesta.
Penanggalan senantiasa ada pada tiap umat. Tahun Masehi untuk agama Nasrani, tahun baru Saka untuk umat Hindu, maka Islam memiliki kalender tahunan sendiri yakni dikenal dengan kalender Hijriah. Penetapan kalender Hijriah ini dilakukan pada masa Khalifah Umar Bin Khattab yang menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah. Orang Arab sebelum zaman kerasulan Muhammad SAW telah menggunakan kalender Hijriah. Namun mengenai tahunnya masih belum menggunakan 1 Hijriah, 2 Hijriah dan lainnya. Terbukti saat Rasul terlahir menggunakan tahun Gajah.
Umar pernah berkata, “Hijrah itu memisahkan antara kebenaran dan kebatilan” (HR Ibn Hajar. Sebagai seorang muslim berhijrah (berpindah) tak hanya sekedar perayaan setiap tahunan akan tetapi senantiasa berhijrah dari yang sebelumnya banyak maksiat menuju taubat. Dari yang belum baik menjadi baik. Dari baik menjadi semakin baik. Tentunya standar kebaikan adalah al Quran dan As Sunah.
Menurut sebuah sumber, pertama kali Rasulullah SAW menginjakkan kaki di Bumi Yastrib (Madinah al-Munawarah) pada hari Jumat pagi, 16 Rabiul Awal tahun ke-13 dari kenabian. Bertepatan dengan 2 Juli tahun 622 Miladiah (622 Masehi). Setelah bersama sejumlah sahabat menempuh perjalanan sangat bersejarah nan melelahkan penuh derita dan ancaman kematian. Beberapa tahun kemudian, Khalifah Umar bin al-Khaththab mengukirnya menjadi titik tolak kalender (penanggalan) untuk umat Islam, yang dimulai pada awal bulan Muharam karena begitu pentingnya peristiwa hijrah ini.
Rasulullah SAW selama sepuluh tahun di Madinah telah meletakkan pondasi bangunan masyarakat yang Islami. Hijrah pada akhirnya memisahkan antara haq dan batil serta antara hidup dalam kegelapan dan hidup dalam naungan cahaya Islam.
Yang menjadi pertanyaan “Apakah umat Islam sudah benar-benar hijrah?” Jika kita tengok fakta zaman sekarang, kemaksiatan semakin merajalela. Ketakutan akan azab Allah tak lagi ada. Musibah dan bencana yang melanda seakan dianggap angin lalu tanpa makna. Saat musibah menimpa tampak sedih di raut mukanya. Namun seiring berjalannya waktu kesedihan sirna dan kemaksiatan semakin meradang.
Islam dengan segala kesempurnaannya telah memberi rambu-rambu kehidupan. Tak hanya masalah spiritual, namun dalam bermuamalah Islam juga mengatur sedemikian rupa. Jika kita perhatikan, masih banyak aturan Islam yang dipilah dan dipilih oleh umat Islam sendiri. Yang mudah diyakini dan dilaksanakan, yang sulit enggan. Jika sekiranya enak meski larangan tetap dilakukan. Giliran perintah yang dirasa berat, enggan dilaksanakan. Seakan Islam hanya mengatur urusan spiritual saja. Tak sedikit pula kita jumpai keyakinan umat yang belum 100%. Dibuktikannya masih mempercayai sesuatu yang berbau mistik. Tak sedikit perbuatan yang dilakukan tanpa didasari oleh ketaatan. Pelanggaran syariat Islam merajalela bahkan sampai tataran terorganisir.
Saatnya umat hijrah dari maksiat menuju taat. Tak cukup hanya salat, puasa, zakat, dan haji. Namun juga berhenti bermaksiat, meninggalkan kesyirikan, melaksanakan Islam kaffah dalam segala lini kehidupan. Taat totalitas, bukan parsial. Tak hanya ketaatan individu namun juga ketaatan berjamaah. Tak cukup keluarga namun juga negara. Dengan demikian semoga umat Islam terselamatkan. Tak hanya di akhirat namun dunia pun didapat. Sebagaimana firman Allah Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS Al Baqarah 208-209) Allahu Alam
Penulis adalah guru di SD Muhammadiyah 2 Bojonegoro