Panorama Menjelang Petang di Tepi Bengawan Solo
Jumat, 13 November 2015 18:00 WIBOleh Mujamil E. Wahyudi
Oleh Mujamil E Wahyudi
Kanor – Ini sore, Jum'at, (13/11), saya begitu menikmati perjalanan pulang menuju rumah. Dari kota, dengan perlahan motor saya pacu sendirian, menuju Desa Sumberwangi, Kecamatan Kanor, rumah saya.
Bermotor sendiri membuat saya merenung sepanjang perjalanan, di tengah ramainya lalu lintas jalanan. Di proliman Kapas, matahari di barat nampak tertutup mendung, sementara jalan begitu padat oleh kendaraan. Tanpa kesabaran dan ketenangan berkendara, pengendara motor bisa saling srobot dan salip. Hal itulah yang kerapkali memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas.
“Semoga tidak ada halangan apa-apa dan semoga tidak ada kejadian yang tidak diinginkan," kata saya. Tak terucap. Biar pelan, asal selamat sampai tujuan, saya hunjam kuat-kuat dalam alam kesadaran saya. Rasa rindu berkumpul keluarga kuredam kuat-kuat.
Di sebuah pertigaan, di Desa Tejo (Kanor), saya lihat ada warung berdiri mengundang selera saya. Saya tergoda. “Rasanya enak menikmati gorengan di pinggir bengawan Solo,” kata saya. Tak terucap. Warung itu berdiri sederhana. Dindingnya dari kayu biasa. Tidak mengesankan selera elit. Benar-benar ndeso, meski tetap menggoda.
Setelah membeli gorengan di warung itu, perjalanan saya lanjutkan. Saya bertekad akan menghabiskan ujung siang hari dengan menikmati panorama senja di tepi sungai Bengawan Solo, sungai terpanjang se-Jawa ini. Saya memilih wilayah bengawan di Desa Tambakrejo (Kanor). Di sana terkenal keindahannnya.
Benar saja, saat tiba di sana, panorama semburat cahaya senja, meski tidak maksimal karena mendung, langsung terhampar menantang saya. Mata ini langsung dimanjakan oleh pesona alam yang menajubkan. Ya, nuansa alam yang alami sungguh mengobati lelahsaya hari ini.
Tak sia-sia perjalanan yang saya lakukan. Sampai di tepian Bengawan tersebut sekitar pukul 17.00 WIB. Lelah perjalanan terbayar tuntas. "Ajiiiiiiiibbb"! kata saya. Tak terucap.
Di tepian Bengawan tersebut tampak beberapa warga sekitar melepaskan pijer (alat penangkap ikan)nya dengan harapan ikan terperangkap. Walaupun dari kejauhan, beberapa warga tersebut mendapatkan ikan yang cukup banyak dari hasil tangkapannya itu.
Aktivitas penyeberangan dengan menggunakan perahu masih berjalan. Tukang perahu menyeberangkan warga sekitaran warga Bojonegoro dan Tuban. Sungai Bengawan Solo di wilayah ini memang memisahkan Bojonegoro dan Tuban. Di seberang sana sudah Tuban.
Tidak jauh dari tempat saya duduk menikmati indahnya pesona Bengawan Solo, tampak penambangan pesir dengan cara tradisional sedang beraktivitas. Tampak beberapa mobil Dum Truck mengantri untuk memuat pasir dari situ.
Hari semakin sore. Menjelang petang. Jam sudah menunjukkan pukul 17.20 WIB. Gorengan sudah ludes. Saatnya saya pulang kerumah. Para penambang pasirpun mulai pulang satu persatu. Mesin motor saya hidupkan, Ponsel saya masukkan tas, Helm dan Tas kupakai. Pulanglah saya...
"Mari kita jaga keindahan alam Bojonegoro ini. Dan jangan sampai kita rusak pesona alam kita," kata saya. Tak terucap.(*)