Kasminah, Penjual Bunga Tujuh Rupa
Saban Hari Jalan Kaki Puluhan Kilometer Jajakan Kembang Setaman
Jumat, 18 Maret 2016 14:00 WIBOleh Betty Aulia
Oleh Betty Aulia
Kota - Pada usia senja, biasanya orang lebih memilih duduk manis sambil bersenda gurau dengan anak dan cucu. Namun itu tak berlaku bagi Kasminah (60), warga Desa Gunung Anyar, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban. Dengan tubuh rentanya, dia masih harus mengais rezeki dengan berjualan bunga tujuh rupa demi menyambung hidup.
Setiap hari, Kasminah berjalan kaki menempuh jarak puluhan kilometer menjajakan dagangannya. Terkadang ia berjualan lintas kota demi mendapatkan rupiah. Berangkat dari rumah di kala fajar, dia kulakan bunga sekaligus menjajakannya di perjalanan. Modal awalnya kulakan bunga kadangkala tak bisa kembali, karena bunga dagangannya tak laku.
Kalau sampai tidak laku, Kasminah terpaksa pulang dengan tangan kosong. Namun, baginya, yang namanya usaha itu ada untung dan rugi. Jika untung ya bersyukur, kalau rugi ya berusaha lagi. "Tidak setiap hari semua dagangan ini habis, Ning. Kalau ndak habis ya dikeringkan, nanti dijual ke pengepul pembuat minyak wangi," ujarnya saat ditemui beritabojonegoro.com (BBC), Jumat (18/03).
Kasminah mengaku, kadangkala kalau rugi muncul rasa enggan untuk berjualan kembali. Apalagi harga kulakan bunga terus saja naik. Namun semua perasaan enggan itu ditepisnya setiap ingat kebutuhan yang menghimpit.
Hidup yang serba pas-pasan, membuat dia tak lelah untuk terus mengais rezeki. Apalagi ia harus menghidupi suami yang usianya lehih renta darinya.
Di rumah, Kasminah hanya tinggal berdua dengan suaminya itu. Hingga puluhan tahun berumah tangga, mereka belum dikaruniai buah hati oleh Sang Maha Pencipta. Namun, dia terus berdoa agar selalu diberikan kesehatan dan rezeki.
"Eh, hidup seperti ini sudah sangat saya syukuri. Walau pun semua serba pas-pasan, yang penting sehat, Ning. Rezeki sudah diatur oleh yang Maha Kuasa," tuturnya.
Terkadang terbesit dalam benaknya ingin merasakan rumah yang nyaman dan bisa untuk tempat istirahat di kala kaki tuanya mulai lelah menyusuri jalanan. Memiliki rumah berdinding tembok, beralaskan ubin tegel, menjadi impian yang tak kunjung didapatkan sedari kecil hingga usia senja.
"Ya, pingin punya rumah yang bagus. Karena sejak kecil tak pernah merasakan bagaimana rasanya punya rumah yang bagus," ujarnya dengan senyum tipis menghiasi wajahnya. (ety/tap)