Mongso Panen, Petani Mojodelik Gelar Ritual Sedekah Bumi
Kamis, 21 Juli 2016 07:00 WIBOleh Heriyanto
Oleh Heriyanto
Gayam - Jajanan tradisional seperti tape, cucur, onde-onde, lepet, dan apem ditaruh di atas daun jati yang agak lebar. Jajanan itu dicampur dengan nasi putih dan mi kering. Makanan di atas daun jati itu dibiarkan tergeletak di atas tanah kering yang ditumbuhi alang-alang. Di sekelilingnya para perempuan paruh baya tampak bersimpuh dengan takzim. Di dekatnya, puluhan lelaki juga tampak bersimpuh di atas tanah.
Tidak berselang lama, salah seorang di antara mereka mengucapkan doa dan mereka lalu menengadahkan tangan. Setelah itu, para perempuan mendekati makanan di atas daun jati itu lalu membagi-bagikannya. Mereka tidak memakan jajanan di tempat itu melainkan membawanya pulang. Bungkusan daun jati itu ditaruh dalam rinjing-rinjing lalu mereka menggendongnya memakai jarit.
Ya, itulah ritual sedekah bumi yang diadakan warga Dukuh/Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Sedekah bumi itu diadakan di dekat makam pedukuhan yang dikelilingi hamparan sawah yang hijau dan tampak subur. Jalan menuju ke lokasi itu hanya sebuah pematang sawah yang agak berkelok.
Sedekah bumi ini hanya diadakan sekali setahun. Ritual itu biasanya diadakan usai panen padi atau disebut mongso panen. “Ritual sedekah bumi ini sebagai ungkapan terima kasih kami atas keberhasilan panen padi pada musim ini,” ucap Sukijah, 70, warga Dukuh/Desa Mojodelik.
Tradisi sedekah bumi itu telah turun temurun mereka lakukan. Bahkan, di setiap pedukuhan ada acara sedekah bumi sendiri-sendiri. Desa Mojodelik mempunyai enam pedukuhan yaitu Sogo, Gledekan, Keket, Dawung, dan Rambitan. Di setiap dukuh itu ada sebuah makam yang dipakai untuk sedekah bumi itu.
Tidak jauh dari Dukuh Gledekan itu, puluhan warga terlihat mengumpul di sebuah makam di Dukuh Gledekan. Para perempuan, anak-anak, dan lelaki bersimpuh di antara tuncup makam. Berbagai makanan yang ditaruh di atas daun jati dan di bojok tampak di sana sini. Mereka sedang merayakan sedekah bumi itu.
Perayaan sedekah bumi usai panen padi di Desa Mojodelik itu sangat terasa. Bukan hanya diadakan di tempat yang dianggap keramat, warga pedukuhan itu juga mengadakan selamatan atau disebut bancaan di rumah-rumah. Mereka bergiliran berkumpul lalu mengadakan doa dari satu rumah ke rumah lainnya. Acara itu bisa memakan waktu seharian lantaran rumah satu dengan lainnya berimpitan dan lumayan banyak.
Tak hanya itu, mereka juga terbiasa saling mengirim makanan saat perayaan sedekah bumi itu. Makanan yang ditaruh dalam bojok atau rinjing itu ditali dengan jarit lalu dibawa ke tempat yang dituju. Ada yang berjalan kaki, namun banyak pula yang mengantarnya naik sepeda angin atau sepeda motor. Melalui jalan setapak dan terkadang pematang sawah.
Menurut Minah, 67, warga Dukuh Gledekan, Desa Mojodelik, perayaan sedekah bumi ini selain sebagai ungkapan rasa syukur kepada alam, juga bisa mengikat tali persaudaraan. Sebab, kata perempuan itu, sedekah bumi juga mengingatkan agar di antara penduduk saling memberi dan menolong.
“Tradisi ini sudah bertahun-tahun kami lakukan,” ucapnya. Warga Desa Mojodelik dikenal sebagai petani tadahan atau petani yang menggarap lahan sawah tadah hujan. Acara sedekah bumi itu mereka lakukan dengan tujuan agar tanah sawah mereka subur dan tidak kekurangan air. Sehingga, mereka tidak mengalami paceklik. (her/kik)