Melihat Kerajinan Limbah Kayu Jati di Margomulyo
Produk Kerajinan Limbah Kayu Jati Diminati Kolektor Luar Negeri
Sabtu, 12 September 2015 10:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
Margomulyo - Limbah akar pohon jati bisa dimanfaatkan menjadi barang yang bernilai tinggi. Itu dibuktikan oleh para perajin akar kayu jati yang ada di Kecamatan Margomulyo. Bahkan, produk kerajinan limbah akar kayu jati ini banyak diminati kolektor luar negeri.
Di Kecamatan Margomulyo terdapat beberapa sentra kerajinan limbah akar kayu jati. Di antaranya di Desa Geneng, Meduri, Piji, Kali Dogol, dan Desa Margomulyo. Mereka membuat berbagai produk kerajinan dari limbah akar kayu jati dan memajangnya di pinggir jalan raya jalur Bojonegoro-Ngawi.
Salah seorang perajin, Susanto (43), warga Desa Meduri, mengatakan, dia baru menekuni kerajinan akar kayu jati ini sejak 2006. Awalnya, dengan modal hanya Rp12 juta, dia membeli bahan limbah akar kayu jati dari daerah sekitar. Limbah akar pohon dengan diameter 40-70 sentimeter itu diolah menjadi berbagai produk kerajinan. Yakni, mulai tempat pajangan bunga, nampan akar kayu, kursi, meja hias, hingga aneka perabot rumah tangga lainnya. “Awalnya, pemasaran agak sulit. Namun, lambat laun, hasil kerajinan akar kayu jati ini banyak diminati di dalam negeri hingga luar negeri,” ujarnya.
Usaha kerajinan akar kayu milik Susanto berkembang pesat. Bahkan, kini dia bisa membuat 150 model kerajinan akar kayu jati tersebut. Harga produk kerajinan akar kayu jati ini juga beragam yakni mulai Rp70.000 untuk sebuah tempat pajangan bunga hingga Rp150.000 untuk kursi antik.
Produk kerajinan akar kayu jati ini juga mampu menembus pasar luar negeri. “Produk kerajinan akar kayu jati ini banyak diminati kolektor di Korea Selatan, Jepang , Malaysia , Australia , Italia, hingga Jerman,” ujarnya.
Sementara itu menurut Yuli Winarno, Ketua Paguyuban Perajin Limbah Akar Kayu Jati “Jati Aji” Kecamatan Margomulyo, mengungkapkan, kerajinan akar kayu jati ini mulai muncul sejak krisis ekonomi pada 1997. “Saat itu terjadi penjarahan hutan besar-besaran. Akibatnya, hutan banyak gundul dan menyisakan akar-akar pohon jati,” ujarnya.
Melihat banyak akar pohon jati yang tidak dimanfaatkan, beberapa warga Desa Geneng yang semula bekerja sebagai pencari kayu rencek di hutan mencoba memanfaatkan limbah akar pohon jati tersebut. “Semula, hanya ada beberapa orang yang membuat kerajinan dari akar limbah kayu jati itu,” ujarnya.
Hasil kerajinan akar kayu jati itu lantas dipajang di pinggir jalan jalur Bojonegoro-Ngawi. Rupanya, hasil kerajinan akar kayu jati itu banyak diminati oleh pengendara yang melintas di jalur tersebut. Berawal dari itulah, usaha kerajinan kayu jati di kawasan itu terus berkembang. “Saat ini, setidaknya ada 60 perajin akar kayu jati di Kecamatan Margomulyo,” ujar Yuli.
Usaha kerajinan akar kayu jati ini juga dapat mengangkat perekonomian warga. Kalau dulu, penghasilan warga yang bekerja sebagai pencari kayu rencek dan petani penggarap lahan ini di bawah Rp300.000 per bulan, kini penghasilan mereka bisa tembus sampai Rp10 juta hingga Rp15 juta per bulan.
Hanya saja, Yuli mengaku, saat ini perhatian dari pemerintah daerah terhadap usaha kerajinan akar kayu jati ini sangat kurang. Bahkan, belakangan pemerintah daerah tidak pernah membuat ajang pameran produk kerajinan akar kayu jati ini. “Saat ini, kami harus bekerja sendiri untuk memasarkan produk kerajinan akar kayu jati ini,” tandasnya. (rul/kik)