Inayah, Pembuat Jilbab dari Balen
Bangun Usaha Bersama Ibu-Ibu Tetangga
Selasa, 08 November 2016 17:00 WIBOleh Heriyanto
Oleh Heriyanto
SIAPA kira dibalik pembawaan sederhana dan kalem ternyata tersimpan segudang kreativitas. Sebutlah Inayah, sosok perempuan yang giat mendorong kaum ibu agar kreatif dan produktif. Bahkan mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah di sela kesibukan mengurus keluarga dan buah hati.
Berawal dari rasa keprihatinan melihat ibu-ibu yang hanya ngobrol saat menunggui anak-anaknya sekolah, Inayah tergerak ide kreatifnya. Warga Desa Kemamang Kecamatan Balen ini menawarkan pelatihan menjahit secara gratis.
"Hitung-hitung sebagai modal dasar mengembangkan usaha konveksi yang saya rintis sejak 2006," kata Inayah saat ditemui di rumahnya, Selasa (8/11/2016) pagi.
Dia menuturkan, gayung bersambut. Tawaran pelatihan menjahit disambut baik ibu-ibu. Mulai 2006 ada lima ibu tetangganya yang ikut belajar menjahit.
Dia sendiri mengawali usaha dengan berjualan jilbab. Karena dagangannya laku dan cenderung kehabisan stok maka dirinya mulai membuat sendiri dengan brand Fidza Collection. Bersama ibu-ibu, dia membuat produk jilbab. Tak disangka, ternyata produk jilbabnya itu banyak peminat.
Begitu melihat prospek usaha jilbab menjanjikan, akhirnya mulai 2008 Inayah membuka usaha jahitan jilbab aneka model.
"Kala itu model berpayet tengah in, maka saya melatih beberapa warga untuk memasang payet. Perkembangan selanjutnya, dibantu beberapa pekerja saya menekuni puluhan jenis model jilbab. Soal model ini saya berupaya mengikuti keinginan pasar, kemudian dipadukan dengan melihat internet," tutur Inayah.
Perempuan kelahiran tahun 1980 itu kini memiliki 8 tenaga potong dan 6 penjahit yang bekerja di tempatnya. Ditambah 14 penjahit yang tersebar dan bekerja di tempat tinggalnya masing-masing. Semua bahan disediakan olehnya dan sudah dalam keadaan terpotong. "Jadi penjahit tinggal menjahit saja," katanya.
Dijelaskan, untuk satu potong jilbab penjahit diupah Rp 1.000 untuk ongkos jahit dan Rp 550 untuk satu potong jasa pemotongan pola. "Pokoknya makin banyak yang diselesaikan, maka upah yang mereka dapatkan makin besar," jelasnya.
Inayah menyebutkan, pada hari-hari biasa dari 20 penjahitnya mampu menghasilkan 400 potong jilbab. Sedangkan untuk hari-hari jelang bulan puasa, utamanya empat bulan jelang puasa, permintaan bisa meningkat 2 sampai 3 kali lipat.
"Kalau hari biasa rata-rata omset mencapai Rp 50 juta sepekan. Sementara saat jelang puasa omset naik antara Rp 80 juta sampai Rp 100 juta dalam sepekan," imbuhnya.
Dia mengakui belum mampu memenuhi semua permintaan jilbab dari beberapa daerah. Kendala yang dihadapi adalah masih terbatasnya tenaga penjahit. Untuk penjahit diprioritaskan kaum ibu dan remaja putri. "Sekarang sudah ada 20 penjahit, namun jumlah itu masih belum cukup," katanya.
Ibu dua anak itu mengungkapkan, terkadang saking banyaknya permintaan terpaksa membeli dari daerah Jepara agar pelanggan tak kecewa. Jilbab aneka model produksinya sebagian besar berbahan kaos atau jersey. Kini dia merambah bahan-bahan lain yang memang lagi digemari.
Soal harga cukup murah. Untuk jilbab anak-anak harga yang dibandrol mulai Rp 10.000. Jilbab dewasa mulai harga Rp 17.000. Harga juga disesuaikan ukuran serta panjang dan pendeknya ukuran jilbab.
Inayah sangat bersyukur, dari sekadar toko konveksi yang menjual jilbab, kini mampu memproduksi jilbab. "Semoga usaha ini banyak menyerap tenaga kerja, khususnya kaum ibu dan remaja putri," harapnya. (her/tap)