Buku Kumcer Saksi Mata Karya Seno Gumira Ajidarma
Membaca Fakta dalam Fiksi
Minggu, 27 September 2015 10:00 WIBOleh Mulyanto
Oleh Mulyanto
Judul : Saksi Mata
Penulis : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit: Bentang, 1994
Jumlah Halaman: 116
INI adalah kumpulan cerpen. Ditulis oleh seorang wartawan ternama, Seno Gumira Ajidarama.
Kumpulan cerpen itu berisi cerpen-cerpen yang diangkat dari kisah-kisah atau kejadian nyata. Jadi sebuah kafya fiksi itu ada yang murni imajinasi, tetapi ada yang tidak sekadar imajinasi. Melinkan prosesnya melibatkan penelitian yang kompleks dan serius. Nah, Seno adalah salah satu penulis yang dianggap piawai pengolah fakta ke dalam fiksi.
Tak salah amat, jargon Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara begitu melekat pada Seno. Jargon tersebut punya landasan dan cerita yang tidak main-main. Pasalnya, Seno hidup dan bekerja sebagai wartawan, kerap mendapat intervensi atau ancaman dari penguasa Orde Baru saat itu. Ada berita-berita tertentu yang dilarang untuk diliput dan disiarkan oleh sebuah kekuasaan tertentu, misalnya ketika mereka terlibat dalam sebuah kasus.
Nah, Saksi Mata ini adalah cerita-cerita yang diangkat dari kisah pilu kemanusiaan yang terjadi di Dili saat itu. Ada tragedi kemanusiaan dan pelanggaran HAM yang serius pada saat itu terjadi di Dili, Timor Timur saat itu. Media massa secara serempak dilarang untuk meliput dan melaporkan kejadian di sana.
Nah, Seno punya cara menarik. Sebagai wartawan yang menjunjung tinggi kebenaran dan idealisme, hal itu tidak bisa dibiarkan. Maka, jadilah Seno melaporkan dengan cara lain. Yaitu dengan atau melalui sastra.
Saat itu dia bekerja sebagai wartawan di sebuah media di Jakarta. Media tempat Seno bekerja ditutup gara-gara mengangkat tentang Dili. Hingga akhirnya Seno harus melakukan cara lain.
Seno menulis cerpen. Cerpen-cerpennya berisi tentang kejadian di Dili itu. Seno pintar membuat bumbu-bumbu cerita sehingga benar-benar terasa fiksinya. Misalnya ada cerita berjudul Telinga. Cerpen itu berkisah mengenai seorang lelaki yang mengirimkan hadiah sebagai kado ulang tahun kepada pacarnya. tahu apa hadiah itu? Hadiahnya adalah sekotak potongan telinga. Terasa mengerikan namun juga satir. Semacam ada olok-olok terhadap kekejaman. Ini oleh Seno disebut sebagai sarkasme. Kejam, tapi seperti ditertawakan. Dan itu juga kritik, kekejaman masih sering dianggap sebagai bukan masalah serius.
Cerpen yang berjudul Saksi Mata (yang dijadikan judul) berkisah tentang seorang saksi yang dimintai keterangan oleh hakim. Dia ditanya tentang kebenaran mengenai kejadian kekejaman dan penyiksaan yang menimpanya. tetapi orang tersebut tidak mempunyai mata. Matanya kemana? Matanya dicungkil dengan sendok oleh penyiksa. Saat ditanya siapa dan bagaimana wajah pelakunya, dia tentu saja tidak bisa. Karena matanya sudah tidak ada untuk melihat.
Nah, sebagian banyak cerita yang ada di dalam buku ini tentang hal-hal semacam itu. Bacalah sendiri dan nikmati kengerian yang bercampur humor sekaligus. Seno benar-benar berhasil dengan jargonnya, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara. Seakan-akan pembaca hanya membaca cerita ngayal, tetapi diam-diam dalam kepalanya muncul pemahaman bahwa kejadian-kejadian itu nyata adanya.