Resensi Buku: It's Not About The Shark. Terobosan Baru dalam Penyelesaian Masalah
Rabu, 29 September 2021 09:00 WIBOleh Muhammad Roqib
Buku dengan judul “It’s Not About The Shark” Terobosan Baru dalam Penyelesaian Masalah ini sangat menarik.
Penulisnya, David Nihen PhD. Buku ini memberikan saya sudut pandang yang sangat berbeda mengenai “masalah” dan bagaimana merespons serta mengelola masalah itu.
David Nihen cukup apik memberikan perspektif atau sudut pandang mengenai masalah dalam kehidupan kita sehari-hari. Ia mengulas berbagai cerita tentang “masalah” yang dihadapi oleh orang-orang biasa sampai orang-orang terkenal. Bagaimana kemudian “masalah” itu justru membuat seseorang menjadi mendapatkan berkah yang tidak terduga.
Ia mulai ceritanya dari Steven Spielberg. Kalau anda pernah menonton film Jurassic Park atau Jurassic World yang fenomenal itu, pasti anda kenal Steven Spielberg. Dia adalah sutradaranya yang brilian. Banyak film bagus yang dia buat dan menjadi film dengan kualitas top.
Tetapi, Steven Spielberg tidak langsung bisa sehebat itu. Film pertama yang dia buat adalah Jaws. Film yang bercerita tentang hiu. Debut pertamanya dalam membuat film itu hampir saja gagal. Untuk membuat film Jaws itu, Steven dibantu oleh orang-orang yang sangat ahli. Terutama membuat hiu yang bisa bergerak dan digambarkan seolah menyerang orang yang berenang. Tetapi, hiu putih besar yang dibuat dari bahan khusus itu ketika mau dibuat untuk adegan film ternyata tidak bisa bergerak. Bahan yang dibuat hiu itu yang melembung dan tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Kegagalan demi kegagalan membuat Steven Spielberg hampir saja frustasi. Sementara, produsernya sudah tidak mau lagi mengeluarkan investasi untuk pembuatan film yang nyaris tanpa harapan itu. Kegagalan hiu itu untuk bergerak atau berenang di kedalaman laut itu adalah “masalah”.
Spielberg hampir saja putus asa. Lalu, dia terus memutar otak. Bagaimana film yang bercerita tentang hiu itu tetap bisa selesai dan rilis. Dia akhirnya berpikir dan menemukan ilham. Apa yang ditakuti oleh seseorang ketika berada di laut adalah sesuatu yang ada di bawah laut, sesuatu yang tidak bisa dilihatnya. Kemudian, Steven punya solusi terhadap film itu, yaitu “membuat film hiu tanpa ada hiu”.
Jadi, dia tidak memperlihatkan hiu yang menyerang manusia, tetapi sesuatu yang berada di bawah laut yang seperti hiu. Dengan efek yang sangat bagus dan cerita yang menarik, akhirnya film Jaws itu justru banyak disukai penonton dan meledak. Bahkan, film Jaws itu mendapatkan penghargaan dan menjadi film fenomenal yang tak terlupakan sampai sekarang. “Masalah” hiu buatan yang tidak bisa berfungsi itu justru menjadi “berkah” bagi Steven Spielberg.
Ilustrasi: Cover buku “It’s Not About The Shark” karya David Nihen PhD. (Istimewa)
Lalu, ada cerita John Lennon. Siapa yang tidak tahu John Lennon. Legenda musisi itu sangat popular dan berpengaruh di masanya. Namun, siapa yang menyangka kalau John Lennon kecil dianggap sebagai anak yang “gagal” atau anak yang “bermasalah” oleh para gurunya. Sejak dibangku TK, SD, SMP, dan SMA, John Lennon dianggap bermasalah, terutama dalam hal akademik.
John Lennon juga tidak mau mengikuti aturan atau standar yang diterapkan oleh guru-gurunya di sekolah. John Lennon kecil dianggap anak yang berbeda dan sayangnya dianggap sebagai anak yang “bermasalah”. Para gurunya tidak melihat perbedaan atau kelebihan yang dimiliki oleh John Lennon kecil. Yang dilihat adalah John Lennon adalah anak yang bermasalah. Para gurunya terjebak dalam standar yang ditetapkan dalam diri mereka terhadap John Lennon yang mempunyai kejeniusan di atas “rata-rata”.
Sebagaimana kita tahu, John Lennon lalu berkembang melalui bakat musiknya. Bahkan, ia dikenang sebagai legenda musik dan wajahnya diabadikan dalam lembar mata uang. Kejeniusan John Lennon yang di atas rata-rata tidak bisa dilihat oleh para gurunya waktu itu.
Ada juga cerita tentang pembangunan jalur kereta cepat di Jepang. Kita tahu di Jepang kondisi alamnya sangat menantang. Ada ribuan gunung di Jepang. Dan salah satunya adalah Gunung Tanigawa. Untuk membikin supaya perjalanan kereta api bisa super cepat, perusahaan kereta api East Japan Railways, tidak mau memutari gunung-gunung itu, termasuk Gunung Tanigawa. Padahal, Gunung Tanigawa dikenal medannya sangat sulit dan dikenal sebagai gunung kematian.
Tetapi, insinyur –insinyur dan pekerja dari perusahaan East Japan Railways itu memilih menembus gunung itu dengan membuat sebuah terowongan panjang. Mereka bekerja siang malam membuat terowongan menembus gunung Tanigawa itu. Namun, sampai di tengah terowongan, tiba – tiba air memenuhi terowongan itu. Para insinyur melihat itu sebagai”masalah” yang harus dihilangkan. Mereka memutar utak bagaimana menyelesaikan “masalah” air itu. Salah satu cara yang direncanakan yakni memompa dan membuang air yang dianggap masalah itu.
Namun, salah seorang pekerja melihat air yang jernih itu lalu menangkupnya dengan tangannya lalu meminumnya. Pekerja itu bilang “airnya sangat jernih dan alami. Rasanya juga alami”. Dari situ kemudian, air gunung Tanigawa yang memang selama puluhan tahun baru turun dari puncak gunung itu, dilihat bukan sebagai “masalah” tetapi sebagai “asset” yang bisa menguntungkan.
Singkat cerita, air yang mengandung banyak mineral baik itu lalu diolah dan dikemas menjadi air kemasan, Pengelolaan air kemasan dari Gunung Tanigawa itu akhirnya menjadi salah satu anak perusahaan kereta api East Japan Railways.
David Nihen memberikan sudut pandang sangat berbeda mengenai masalah. Ia menilai seseorang yang menghadapi masalah yang larut dengan masalah itu akan diterkam oleh masalah itu dan tidak punya solusi. Masalah, kata dia, bisa mendorong seseorang untuk melihatnya dari sudut yang lain, bahkan bisa dilihat dengan cara berkebalikan. Setiap orang, kata dia, pasti punya masalah, justru orang yang tidak punya masalah itu adalah orang yang bermasalah.
Nah, tapi bagaimana kita melihat masalah, mengelola masalah itu, dan mencari solusi dari masalah itu yang penting. “Anda jangan terlalu fokus pada masalah itu. Saya ambil contoh, jika kemeja putihmu terkena noda kecil hitam, Anda jangan menguceknya atau membasuhnya dengan air. Justru noda itu akan melebar ke mana-mana. Seperti itulah masalah. Kalau anda terlalu larut dalam masalah itu, anda akan diterkam oleh masalah itu dan anda tidak berkutik dan tidak menemukan solusi. Buatlah jeda, rehat, agar anda dapat berpikir tenang untuk fokus pada solusinya, bukan masalahnya”.
Ada banyak cerita menarik lainnya dalam buku ini. Silakan Anda membacanya dan mengambil hikmah dari buku setebal 268 ini. (*/kik).
Identitas buku:
Judul Asli: It's Not About the Shark. How to Solve Unsolvable Problems
Pengarang: David Niven PhD
Terjemahan: It's Not About the Shark. Terobosan Baru dalam Penyelesain Masalah
Alih bahasa: Gita Savitri
Penerbitan Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 978-602-03-3826-2
Deskripsi Fisik (Tebal): 268 halaman
Penulis Resensi: Muhammad Roqib (Penulis adalah Pegiat Kampung Ilmu Bojonegoro).
Editor: Muhammad Roqib
Publisher: Imam Nurcahyo