Jangan Pisahkan Anak dengan Lingkungan
Senin, 19 Oktober 2015 09:00 WIBOleh Rohmat Sholihin *)
*Oleh Rohmat Sholihin
Anak-anak merupakan generasi yang akan melanjutkan masa depan kita. Anak-anak juga merupakan aset bangsa yang harus selalu dibina dan dilindungi serta dididik dengan pengalaman-pengalaman serta proses pembelajaran yang variatif dan manusiawi. Karena anak-anak juga bagian dari manusia bukan robot yang tak punya hati. Sehingga bukan hanya bisa dan cerdas saja namun juga melibatkan the sense yang harus selalu dikenalkan pada kenyataan yang bernilai positif dan menyenangkan. Kita sebagai guru dan orang tua harus bisa mengatur ritme dalam hal mendidik anak. Jangan sampai anak merasa bosan dan jenuh dengan sistem pembelajaran kita, jika itu terjadi anak akan merasa cepat lelah dan kurang tertarik dengan usaha kita dalam proses pembelajaran. Guru juga jangan hanya terpancing dengan sistem kurikulum yang cenderung melecehkan kecerdasan anak karena anak harus selalu dipaksa dengan sistem pembelajaran yang hanya mengejar target nilai dari hasil ujian. Sedangkan pada dasarnya anak mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda, tak sama dengan anak satu dengan anak yang lain. Tapi maunya sistem kurikulum yaitu anak dipaksa pandai dalam mata pelajaran yang telah ditentukan dengan kompetensi-kompetensi yang bersifat nasional. Dengan contoh, bahwa jika anak mendapatkan nilai ulangan tertinggi gurunya sudah mengatakan bahwa anak itu mendapatkan kategori pintar. Sedangkan anak yang kurang tertarik dengan bidang pelajaran tertentu dan mendapatkan nilai yang buruk ia termasuk anak yang dikategorikan bodoh.
Nilai tak ubahnya angka-angka dan huruf-huruf yang bisa direkayasa. Guru mempunyai hak penuh terhadap pemberian nilai dengan berdasarkan hasil ujian. Namun terkadang juga banyak guru yang tidak bersikap jujur, karena tidak ingin anak didiknya mendapatkan nilai buruk yang natabenenya juga terhadap harga diri guru itu sendiri. Peserta didik yang banyak mendapatkan nilai kurang bagus guru kurang berhasil dalam mengelola pembelajaran sehari-hari. Bahkan guru itu rela berbuat segalanya demi anak didik agar mendapatkan nilai yang bagus, yakni dengan cara membocorkan kunci jawaban kepada peserta didik. Kasus semacam ini bukan menjadi kasus yang asing tapi sudah banyak terjadi dan menjadi hal yang biasa. Logikanya begitulah jika proses pendidikan diukur dengan sebatas nilai bukan dengan tindakan dan sikap yang nyata. Nilai ujian yang dikompetisikan dengan rangking. Persaingan bertebaran dengan mengambil strategi yang kadang sangat kurang layak dilakukan atas nama profesi guru. Jika lembaga pendidikan itu mendapatkan nilai tertinggi otomatis akan memberikan nilai plus di mata masyarakat yang ujung-ujungnya adalah mendapatkan siswa-siswi baru yang semakin banyak. Sehingga banyak pula bantuan operasional sekolahnya.
Dengan sistem kurikulum yang kebanyakan kaku dan konvensional itu sebagai guru harus selalu berfikir keras terhadap kemajuan proses perkembangan anak dalam menentukan arah berpijaknya dikemudian hari. Karena kurikulum sekolah hanya sistem yang kebanyakan selesai di bangku sekolah. Ketika peserta didik itu kembali ke habitatnya yaitu lingkungan sosial, keluarga, alam, mereka harus bisa membaur kembali dengan rasa yang aman dan tidak terkekang oleh aturan-aturan yang kaku layaknya disekolahan. Seharusnya sekolah itu bisa menjadi bagian dari masyarakat bukan masyarakat yang dipaksa untuk menjadi bagian dari sekolah. Sekarang ini kita banyak menemukan hal-hal yang sangat sederhana tapi berbahaya yaitu dengan adanya banyak bangunan sekolah yang megah dengan temboknya yang rapat seperti penjara dan merasa angkuh dengan masyarakatnya. Terkesan tak bersahabat dengan masyarakatnya. Seakan-akan sekolah itu mesin pencetak manusia yang bermoral dan baik seratus persen. Bukankah tujuan negara membuat sekolah itu untuk sarana pembelajaran bagi siapa saja yang ingin bergabung dan masuk didalamnya yang tak harus membedakan status dan golongan. Karena semua orang mendapatkan hak pendidikan, semua orang punya hak untuk maju dan menghilangkan kebodohan, pintar bukan hanya milik orang kaya saja. Pintar bisa diakses oleh semua orang tak terkecuali kaum miskin sekalipun. Meski kenyataannya sangat langka, sekarang ini ketika manusia ingin pintar harus ada materinya yang serba mendukung, mendukung fasilitasnya, mendukung modalnya, mendukung kemauannya, mendukung lingkungannya. Dari faktor-faktor pendukung tadi jika kurang lengkap bisa dipastikan akan sulit untuk meraih impian untuk menjadi pintar. Banyak orang-orang yang terbatas materinya namun punya otak encer sangat sulit meraih impian untuk jadi orang pintar karena ingin melanjutkan studinya di lembaga yang bonafit harus terbentur dengan modalnya. Sedangkan orang-orang yang berada bisa masuk ke lembaga yang bonafit namun terbentur dengan otaknya yang tidak mampu juga sangat sulit meraih impian untuk jadi orang yang pintar. Untuk menjadi orang pintar harus betul-betul dimulai dari sejak dini secara perlahan-lahan dipersiapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang mestinya sangat bertanggung jawab akan hal yang berhubungan dengan masalah kompetensi.
Melalui kegiatan-kegiatan yang positif dan menyenangkan dalam proses pembelajaran anak adalah langkah baru untuk merangsang anak agar lebih mempunyai motivasi belajar yang sangat tinggi. Peserta didik harus terus diarahkan ke arah berfikir yang logis dan sesuai dengan kejujuran apa yang mereka lihat dan mereka rasakan sendiri. Sehingga mereka harus terus dilatih untuk dapat menyimpulkan masalah-masalah yang mereka hadapi. Mereka juga diajak untuk hidup dalam berkelompok, saling diskusi, mengemukakan pendapat dengan kritis, menulis kisah, mengerjakan tugas secara bersama-sama, wawancara, bertanya, juga diimbangi dengan bermain. Sehingga mereka rileks dalam memecahkan setiap masalahnya namun bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya.
Suasana yang kaku yang membikin anak cepat merasa boring dan tidak nyaman dalam proses belajar. Kreatifitas gurulah yang selalu bisa membikin anak merasa nyaman dan enjoy dalam mengikuti pembelajarannya bahkan anak akan merasa terus tertarik dan rugi jika tidak mengikuti proses pembelajaran. Sehubungan dengat hal tersebut JOHN DEWEY mengemukakan ide dan gagasannya dalam konsep " PENDIDIKAN PROGRESSIF " sebagai berikut:
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar secara perorangan (indivudually learning).
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui pengalaman (learning experiencing).
- Guru memberi dorongan semangat dan motivasi bukan hanya pemerintah. Artinya bahwa guru memberikan penjelasan tentang arah kegiatan pembelajaran yang merupakan kebutuhan siswa.
- Guru mengajak sertakan siswa dalam berbagai aktifitas kehidupan belajar di sekolah yang mencakup pengajaran, administrasi, dan bimbingan.
- Guru memberi arahan dan bimbingan sepenuhnya agar siswa menyadari bahwa hidup itu dinamis dan mengalami perubahan yang begitu cepat.
Dari teori-teori John Dewey itu bahwa guru merupakan faktor penentu dalam mengendalikan proses pembelajaran yang berlangsung sehari-hari baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Guru harus terus mencari siasat dan pendekatan-pendekatan terhadap situasi pembelajaran yang tetap terus menarik terutama mampu menarik para peserta didik.
Dan guru sekarang harus mau merubah paradigma mengajar bahwa peserta didik adalah aset yang super penting terhadap kemajuan masa depan yang lebih baik. Guru tidak boleh mengajar hanya sebatas kebutuhan dan tugas saja. Dan masa bodoh dengan apa yang ingin diharapkan oleh peserta didik, guru menganggap peserta didik hanya butuh celoteh atau ceramah-ceramah saja lebih itu tidak. Guru enggan berkomunikasi dan masuk dalam dunia peserta didik karena guru itu berfikir nanti akan bisa menjatuhkan martabatnya sebagai guru. Karena guru harus punya dunia sendiri yang jauh dari peserta didik. Mana bisa peserta didik akan meniru kebiasaan guru jika sejatinya “guru digugu lan ditiru,” sedang guru bergaul dengan peserta didik saja tidak pernah. Hanya hubungan satu arah saja dikelas yang paling memuakkan. Setelah itu “elu-elu-gue-gue”.
Ini ada beberapa cara yang sekedar memberikan referensi kepada yang lain yang sekiranya tertarik dan membutuhkan. Ada contoh cara belajar yang menyenangkan untuk guru dan peserta didik, yaitu sebagai berikut:
-
Tujuan Belajar Ingat dalam belajar yang kita cari adalah informasi atau pengetahuan. Bukan nilai yang bagus saja dalam kelas sekolahan. Belajar itu bersifat luas, apa yang kita lakukan sehari-hari tak luput dari belajar. Makanya kita jangan maknai bahwa belajar harus di sekolah saja, dimanapun bisa kita belajar. Namun, kita harus tahu tujuan kita dalam belajar.
-
Pilih Waktu yang Tepat Memilih waktu yang tepat juga mempunyai pengaruh yang positif bagi belajar. Jika tubuh fit belajar juga penuh dengan semangat. Namun jika tubuh kurang fit juga mempengaruhi dalam belajar. Karena belajar adalah proses maka perlu waktu dan harus sabar. Tidak bisa dipaksa apalagi dibentak-bentak supaya anak didik bisa mengikuti belajar dengan baik.
-
Bangun Suasana yang Menyenangkan dan Damai. Membangun suasana belajar yang menhyenangkan dan damai ini sangat penting. Jika bosan dikelas bisa dilakukan diluar kelas yang lebih nyaman. Intinya agar peserta didik bisa enjoy dan bisa berkonsentrasi dalam proses pembelajaran. Bisa juga diperpustakaan, di laboratorium, di studio musik, di sanggar teater, di museum, atau dialam sekitar, pantai, bukit, danau, sungai, laut dan bisa juga mendatangi rumah-rumah tokoh masyarakat untuk bisa langsung bertemu dan sekalian berwawancara.
-
Belajar sambil Diskusi. Dalam proses pembelajaran dimanapun juga, diskusi ini sangat penting. Bertukar pemikiran secara bergantian melatih peserta didik berani mengemukakan pendapat kepada orang lain.
-
Menulis Pokok-pokok yang Penting.
-
Jangan Lupa Istirahat
-
Belajar dan Berdoa
Meskipun masih banyak lagi contoh-contoh belajar yang menyenangkan dan belum sempat aku masukkan dalam tulisan ini. Karena contoh-contoh diatas hanya mewakili saja.
Yang lebih penting lagi dalam proses pembelajaran yakni jangan pisahkan anak dengan lingkungan alam sekitar. Imbasnya akan berbahaya karena sense anak terhadap lingkungan alam akan lebih sulit. Yang mereka tahu hanya dunia teori yang kaku bukan pengalaman yang bersifat lebih membentuk karakter anak, termasuk karakter dalam mencintai dan memahami lingkungan alam sekitar. Bukankah alam sekitar adalah laboratorium yang lebih lengkap dibanding sekolah namun bukan berarti terus mengabaikan fungsi sekolah, hanya saja anak didik terus dikenalkan dengan kondisi dan keadaan alam sekitar sehingga ada karakter yang terbentuk dalam diri mereka bahwa alam sekitar adalah sahabat dan tempat hidup yang harus dilestarikan dan dijaga. Fungsi alam sangat penting bagi kelangsungan hidup bagi makhluk hidup beserta isinya sehingga keseimbangan alam harus selalu diperhatikan secara bersama. Bukan hanya pemerintah yang harus bertanggung jawab terhadap kelestarian alam namun menjaga kelestarian alam adalah tanggung jawab kita bersama. Dan jika keseimbangan alam itu rusak imbasnya akan kembali pada kita. sebagai contoh kasus kebakaran hutan dan asap yang setiap tahun kita dapati yang merugikan segala sektor itu juga bagian dari permasalahan kita, bukan hanya permasalahan beberapa orang atau perusahaan bahkan pemerintah namun merupakan bagian dari kita yang harus kita pecahkan secara bersama apa saja yang menyebabkan hutan itu menjadi rusak?, kasus banjir yang setiap tahun datang pada musim penghujan dan juga menyebabkan beberapa kerugian yang besar juga permasalahan bagi kita bersama, kasus sampah dan pencemaran air bersih dan masih banyak lagi kasus-kasus tentang keseimbangan alam yang mengalami gangguan itu harus bisa menjadi pelajaran mahal bagi kita yang harus bisa kita pecahkan solusinya. Kenapa kita enggan memasukkan pelajaran-pelajaran yang nyata itu pada dunia sekolah? Karena kita asyik dengan teori-teori yang menjemukan dalam kelas yang tak pernah ada habisnya dan mengejar nilai-nilai bagus yang dapat dibanggakan sebagai jawaban masa depan yang cemerlang sehingga kita lupa jika sesuatu hal yang mengerikan telah terjadi. Kerusakan-kerusakan lingkungan yang parah yang telah dilakukan beberapa manusia sebagai bentuk eksploitasii yang sedemikian tingginya hingga harus orang banyak dan seisinya yang menanggungnya.
Ayo jangan pisahkan anak dengan lingkungan, ajari mereka cara merawat dan memelihara lingkungan sebagai bentuk rasa cinta dan menjalin persahabatan dengan alam sekitar. Ajak mereka belajar secara langsung untuk mengenali alam sekitar, bermain dipadang rumput yang hijau, duduk dan berteduh dibawah pohon besar dan rindang, main petak umpet disemak-semak belukar, menanam pohon, melihat langsung cara bercocok tanam disawah, mandi disungai yang bersih, agar kisah-kisah asyik itu tidak hanya menjadi nina bobok anak cucu kita. Dan kurikulum sekolah tentang kelestarian alam tidaklah hanya tulisan dan gambar yang usang saja dan tersimpan dalam kelas, dan kita mesti malu terhadap dunia bahwa kasus kebakaran hutan seakan-akan kita tak bisa menyelesaikan dengan baik sehingga tak sampai berlarut-larut kasusnya dan merepotkan negara-negara lain. Agar jangan sampai ada komentar yang membuat telinga kita merah, dimana orang-orang pintar kita? katanya hebat dan mendapatkan nilai bagus-bagus tapi tak dapat berbuat apa-apa ketika api melahap hutan yang kaya akan keanekaragaman hayati.
Bangilan, 17 Oktober 2015
*Penulis saat ini tinggal di Desa Bangilan-Tuban.
Penulis bisa dihubungi di [email protected]
Sumber foto www.petiteeelle.asia