Gaul Bebas Kian Marak, HIV/AIDS Makin Merebak
Senin, 20 Agustus 2018 12:00 WIBOleh Atik Kholifah SKM *)
*Oleh Atik Kholifah SKM
PERGAULAN remaja di masa sekarang sungguh sangat merisaukan. Kita biasa menjumpai di tempat-tempat keramaian, muda mudi bebas memadu kasih hingga masyarakat yang melihat menjadi risih. Tindak asusila marak dilakukan di tempat terbuka maupun sembunyi. Sebagaimana diberitakan beritabojonegoro.com (14/08/2018) seorang perempuan ditemukan meninggal dunia setelah berhubungan asmara di tegalan sawah kawasan Montong Tuban. Ironis dan membuat kita bertambah miris.
Berbagai data makin menunjukkan buramnya potret generasi yang telah dihinggapi syahwat birahi, hingga tak mampu memikirkan kepatutan dan kehormatan diri. Data penelitian yang pernah dilakukan oleh KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) Tahun 2012 menyebutkan bahwa 62,7% remaja tidak perawan lagi. Penelitian lain oleh Guru Besar Ilmu Obstetri dan Ginekologi FKUI Prof Biran Affandi menghasilkan data tentang angka pergaulan bebas serta tingginya angka kehamilan diluar pernikahan. Terdapat 51% remaja perkotaan tidak perawan, dan 41% remaja pedesaan juga tidak perawan (Jawa Pos, 4 Oktober 2017). Sedangkan di Kabupaten Bojonegoro, Data Dinas Kesehatan tahun 2016 menyebutkan ada 47 kasus kehamilan di luar nikah yang menjadi penyebab mereka ingin melakukan tindakan aborsi (beritabojonegoro, 5 Oktober 2016)
Gaya hidup bebas tidak hanya menjangkiti pasangan beda jenis. LGBT (lesbianisme, gay, biseks dan transgender) pun makin eksis. Komunitas mereka secara terbuka bertebaran di sosial media. konten pornografi begitu mudah di dapat, dan tak sedikit yang menjadikannya “rujukan” dalam menunjukkan eksistensi diri. Tanpa kontrol etika moral dan agama, niscaya generasi mudah terbawa arus kebebasan hingga terjerumus berbagai prilaku yang menyimpang.
Prilaku inilah yang menjadi pemicu makin tingginya kasus HIV/ AIDS, termasuk di Kabupaten Bojonegoro. Sesuai data Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro yang disampaikan dr. Wheny Dyah selaku Kasi Pengendalian Penyakit bahwa hingga akhir Mei 2018 terdapat 1.103 penderita, dan 3 diantaranya adalah balita. Selama Jan-Mei 2018 terdapat 43 kasus baru dan 2 penderita meninggal dunia. Ibarat fenomena gunung es, jumlah ini diperkirakan lebih banyak dari kasus yang sebenarnya. dr. Wheny juga menyampaikan bahwa selama ini proses sosilalisasi terus dilakukan, dengan mendorong kelompok risiko tinggi melakukan pemeriksaan dan deteksi dini, guna mempertahankan sistem imun yang masih ada (beritabojonegoro.com, 14 Agustus 2018) .
Kian maraknya kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang berkembang menjadi AIDS (Adquired Immuno Deficiency Syndrome) ini menjadi tantangan tersendiri bagi dunia kesehatan. Jumlah kasus yang makin bertambah, risiko penularan yang tinggi, pengobatan dan penanganan penderita yang kompleks menjadi masalah pelik yang terus dihadapi. Berbagai upaya pencegahan juga dilakukan untuk menghentikan penyebaran/penularan virus ini, diantaranya lewat program kondomisasi dan pendidikan seks usia dini.
Akan tetapi, upaya kondomisasi ini hingga kini menuai kontroversi. Sebagai bangsa beragama, pemakaian alat kontrasepsi bagi pasangan di luar pernikahan (bagi remaja dan para PSK) adalah pelegalan terhadap perzinahan, dan itu bertentangan dengan syariah Islam. Begitu juga pendidikan seksual sejak dini. Bila hal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada remaja tentang seksual yang aman (dari kehamilan), didukung dengan alat kontrasepsi yang mudah di dapat di toko-toko obat, justru sangat berbahaya bagi generasi. Bisa jadi prilakunya aman dari kehamilan, tapi kebebasan pergaulan mereka tidak aman dari murka Sang Pencipta Alam.
Sejatinya HIV/AIDS bukan sebatas masalah kesehatan, tetapi juga masalah prilaku. Karena prilaku menyimpang menjadi faktor pemicu diantaranya seks bebas, sering berganti pasangan, seks menyimpang (LGBT, inses) serta pemakaian jarum suntik secara bersamaan pada pemakai narkoba. Tak jarang keluarga tak berdosa menjadi korban, misal istri yang tertular suami atau anak yang tertular krn dikandung dan disusui oleh ibu yang terinfeksi. Oleh karena itu, maka penyelesaian HIV/AIDS harus menyentuh akar masalah dengan menghentikan faktor pemicunya. Beberapa upaya untuk penanggulangan HIV/ AIDS antara lain :
1). Memberikan penyadaran ke masyarakat tentang HIV/ AIDS, bahaya dan faktor pemicunya. Sebagai muslim, maka perlu untuk menjadikan agama sebagai panduan dalam mengatur prilaku kita. Remaja harus aktif membekali diri dengan pemahaman agama agar bisa membedakan baik dan buruk bagi kehidupan mereka. Jauhilah pergaulan bebas dan prilaku menyimpang lainnya ;
2). Membangun kepeduliaan antar masyarakat dengan saling menasehati dalam ketakwaan dan kebaikan ;
3). Peran penting negara untuk mengatur prilaku setiap warga, termasuk pergaulan generasi muda. Pemblokiran tayangan dan situs-situs pornografi wajib dilakukan, serta pemberlakuan sanksi terhadap berbagai kemaksiatan.
4). Melakukan karantina terhadap penderita guna menutup peluang penularan (dengan tidak mengabaikan hak dan kebutuhan kemanusiaan) dan memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal.
Oleh karena itu, merebaknya kasus HIV/AIDS ini marilah kita jadikan renungan untuk bertobat, dan sadar atas segala kesalahan kita yang semakin menjauh dari-aturan-Nya. Hakikatnya, taat agama membawa berkah dan jauh agama datangkan bencana. (*/imm)
*) Penulis Pemerhati Perempuan dan Keluarga, Staf di Pemkab Bojonegoro
Foto Ilustrasi Tinkstockphotos