Opini
Dokter Hewan Gunakan Kulit Ikan Nila Hitam untuk Sembuhkan Luka Bakar
Kamis, 12 Desember 2019 08:00 WIBOleh Chasita Rafii’atha Fadhilah Editor Imam Nurcahyo
DALAM kehidupan sehari-hari pasti kita mengenal ikan yang satu ini, yaitu ikan nila. Jenis ikan air tawar ini mudah sekali ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Siapa yang mengira ikan yang biasa kita konsumsi ini dapat menyembuhkan luka bakar.
Kandungan yang terdapat dalam kulit ikan nila dapat menyembuhkan luka bakar tingkat dua, bahkan tingkat tiga. Namun hal tersebut bergantung pada seberapa luas luka bakar di tubuh korban. Prosedur penyembuhan ini diterapkan dalam menyembuhkan luka bakar yang diderita oleh hewan maupun manusia dan lebih mampu meredakan rasa sakit yang dialami pasien sekaligus menghemat biaya.
Secara umum luka bakar diobati dengan menggunakan jaringan kulit. Pada jaringan tersebut dapat mentransferkan kolagen, protein penyembuhan ke kulit korban. Penggunaan kolagen pada umumnya bersumber dari jaringan kulit hewan darat terutama sapi dan babi sebagai bahan baku potensial. Namun bahan baku ini dapat menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan hewan maupun manusia.
Menurut Yamaguchi (2002), lebih kurang 10 persen dari total konsumen kolagen di dunia terjangkit penyakit bovine spongiform encephalopathy (BSE) serta panyakit mulut dan kuku, setelah menggunakan kolagen yang bersumber dari jaringan kulit sapi dan babi. Permasalahan ini memberikan peluang besar pada pemanfaatan kulit ikan nila khusunya sebagai sumber kolagen alternatif potensial.
Pemanfaatan limbah kulit ikan nila sebagai bahan baku kolagen merupakan salah satu alternatif peningkatan nilai tambah (value-added) limbah industri perikanan, sekaligus mengurangi dampak negatif (pencemaran) terhadap lingkungan hidup.
Kolagen diketahui memiliki banyak manfaat di dunia medis dan farmasi. Aplikasi kolagen antara lain: penangan penderita hipertensi, permasalahan urinari, sakit yang berakaitan dengan osteoarthritis, rekayasa jaringan untuk implantasi pada manusia, dan penghambatan penyakit angiogenic, seperti komplikasi diabetes, obesitas, dan arthtritis (Rehn et al., 2001).
Proses penyembuhan luka bakar menggunakan kulit ikan nila hitam.
Kolagen juga dapat diaplikasikan dalam bidang medis yaitu perbanyakan plasma, plasma pemekar, agen hemostatik, material benang bedah, perbaikan katup prostensis, perbaikan selaput mata, hemodialisis, tulang buatan, pembentukan oksigen membran, dan pemulihan operasi organ-organ yang rusak (esophagus, trakea) (Chvapil, 1979).
Setelah dilakukan penelitian isolasi rendemen pada ikan nilai hitam ini. Hasil penelitian didapatkan rendemen sebesar 63,1 persen dan 58,7 persen pada usia dewasa. Penelitian tentang isolasi kolagen yang berasal dari spesies ikan air tawar yang hidup di daerah tropis jarang dilakukan.
Hasil uji proksimat dari sampel kulit ikan nila hitam adalah: kadar protein 47,43 persen, air 23,74 persen, lemak 1,68 persen, dan abu 3,01 persen.
Menurut Sadowska et al., (2003), kandungan kolagen dari sampel kulit ikan nila adalah sebesar 21,50 persen (berat basah) dan 71,20 persen (berat kering). Kadar protein dari sampel kulit ikan nila hitam sebesar 47,43 persen menunjukkan bahwa kulit ikan nila hitam memiliki kualitas yang baik untuk dijadikan sebagai bahan baku kolagen dalam industri sebagai alternatif pengganti jaringan kulit babi dan sapi. Dalam penelitian menunjukkan bahwa kolagen sampel kulit ikan nila hitam mengandung glisin sebesar 52,9 persen, alanin 22,1 persen, dan asam glutamat 7,4 persen. Kandungan asam amino, glisin, dan alanin dari sampelkulit ikan nila hitam sangat tinggi.
Menurut Muyonga et.al. (2004), kolagen memiliki kandungan asam amino metionin, tirosin, dan hastidin yang rendah dan tidak mengandung triptofan atau sistein. Ogawa et al. (2004), mengatakan bahwa komposisi asam amino pretein kolagen didominasi oleh prolin, glisin, alanin, asam glutamat, dan hidroksipolin. Protein kolagen yang bermutu tinggi mnegandung komposisi asam amino glisin, alanin, asam glutamat, dan hidroksipolin dengan sifat amfoter tinggi., dimana kolagen jenis ini dapat membentuk struktur heliks yang paling stabil terhadap perubahan suhu dan pH (Morimura et al., 2002).
Dikatakan Junaidianto (2009), bahwa protein kolagen yang bermutu memiliki komposisi asam amino minimal 3 dari 5 jenis (prolin, alanin, glisin, asam glutamat, dan hidroksipolin) karena memiliki keistimewaan dalam pemanfaatannya, yakni: mudah diserap dan mengalami degradasi dalam tubuh, tidak toksik dan biokompatibel, mudah dimodifikasi dan diformulasikan dalam berbagai bentuk sediaan, mudah dimurnikan, serta tidak bersifat antigen.
Maka dalam hal ini kulit ikan nila hitam sudah teruji di berbagai penelitian, dan kandungan yang terdapat pada kulit ikan nila tidak diragukan lagi, serta kualitasnya juga sudah terjamin. Tidak salah bila spesies ikan ini dijadikan bahan baku potensial pengganti jaringan kulit sapi dan babi untuk menyembuhkan luka bakar, baik pada manusia maupun hewan.
Pada awalnya percobaan ini dilakukan pada penyelamatan dua beruang dan seekor bayi singa gunung yang berusaha menyelamatkan diri dari kebakaran hutan di California Selatan. Ketika meneliti kulit ikan nila, tim dokter menemukan fakta yang sungguh tak terduga. “kami sangat terkejut ketika melihat jumlah kandungan pritein kolagen 1 dan 3 pada kulit ikan nila. Protein ini sangat penting untuk jaringan parut, dan jumlahnya melipah pada kulit ikan nila. Bahkan jumlahnya lebih banyak ketimbang kulit dijaringan manusia dan kulit lainnya” ujar Dr. Edmar Maciel, spesialis luka bakar di institut tersebut.
Akhirnya para dokter hewan menggunakan perban berupa kulit ikan untuk tangan dan kaki beruang tersebut. Berdasarkan keterangan dari CDFW, luka yang dialami beruang tersebut sangat parah dengan darah yang mengalir dan telapak kaki terbakar. Deana Clifford, dokter hewan senior di CDFW, dan Jamie Peyton, kepala pengobatan terpadu di Veterinary Medical Teaching Hospital University of California, merawat hewan-hewan yang mengalami luka bakar itu menggunakan perban yang bukan biasa digunakan para dokter hewan lainnya yaitu dengan kulit ikan nila hitam.
Mereka memilih menggunakan kulit ikan nila hitam karena level kolagen dan kelembapannya mirip dengan kulit manusia. Kolagen yang berasal dari kulit ikan nila hitam tersebut dapat menarik sel-sel seperti fibroblast untuk membantu menyembuhkan luka bakar. Caranya yaitu dengan mengaplikasikan salep buatan sendiri untuk mempercepat penyembuhan, kemudian memotong cangkokan kulit nila yang sudah disterilkan terlebih dahulu lalu menjahitnya langsung pada cakar beruang atau pada luka, tentunya ketika mereka dibawah pengaruh anestesi. Agar beruang tidak memakan kulit ikan tersebut, maka kulit ikan nila yang sudah dijait dilapisi dengan kulit jagung dan lumpia. Dokter hewan melapisi kulit ikan dengan semak jagung agar para beruang tidak memakannya (CDFW).
Pada kejadian ini hewan-hewan tersebut mendapat tiga perawatan dalam sebulannya. Peyton selaku kepala pengobatan terpadu di Veterinary Medical Teaching Hospital University of California mengatakan bahwa jalan menuju kesembuhan penuh dengan tantangan. Tidak seperti menangani dan merawat hewan peliharaan, sulit sekali untuk membersihkan luka mereka sehari-hari. Peyton juga mengatakan, sulit mengelola rasa sakit mereka dengan menggunakan obat-obatan. Sedangkan peyton dan timnya berpacu dengan waktu untuk mengembalikan hewan-hewan tersebut kealam liar sesegera mungkin.
Menurut Peyton, terlepas dari tantangan-tantangan tersebut, terapi yang diberikan menyembuhkan mereka dengan cepat. Penggunaan kulit nila sebagai perban memberi perbedaan signifikan pada kontrol rasa sakit dan kemampuan penyembuhannya.
Beruang-beruang liar tersebut juga mendapatkan terapi akupuntur untuk menunjang kesembuhan mereka serta untuk melancarkan sirkulasi darah yang berefek pada penyembuhan dari penyakit dan rasa nyeri. Hal ini juga diterapkan pada hewan peliharaan. Peyton mengatakan, pengobatan ini mirip dengan yang diberikan pada anjing dan kucing ketika mengalami hal yang sama. Tantangan lain yang ditemukan adalah ketika para dokter hewan menemukan fakta bahwa salah satu beruang sedang hamil. Namun hal itu dapat diatasi oleh para dokter hewan yang dengan sigap memberi penanganan terbaik. Kemudian pengobatan dengan cara ini diterapkan pada manusia yang mengalami luka bakar tingkat dua bahkan tingkat tiga.
Kulit ikan nila hitam juga kaya akan kandungan kolagen tipe 1 sehingga memberi efek melembapkan lebih lama dari kain kasa sehingga efektif mengobati luka bakar. Ketika digunakan, kulit ikan ini pun tak perlu sering diganti. Menurut ilmuwan di Brazil, kulit ikan nila memiliki kelembaban, tingkat kolagen dan ketahanan penyakit yang sama dengan kulit manusia. Dalam hal ini pengobatan menggunakan kulit ikan nila hitam memiliki banyak kelebihan, yaitu: mampu mempercepat penyembuhan pada luka bakar, lebih baik dalam proses penyembuhan dengan menenangkan, mengurangi rasa sakit yang diderita oleh pasien tentu saja akan mengurangi penggunaan obat-obatan kimia, dan pengobatan menggunakan kulit ikan nila juga relatif lebih murah dikarekan bahan baku yang digunakan mudah di dapat. Dan yang terpenting mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan nilai jual sisik ikan dari sekedar limbah menjadi bahan yang potensial.
Adapun kekurangan pengobatan kulit ikan nila, yaitu: apabila dalam mensterilkan kulit ikan nila hitam tidak dilakukan dengan baik dan benar maka akan menimbulkan infeksi pada luka bakar tersebut, memungkinkan terjadinya penyakit menular.
Hal terpenting dalam pengobatan ini lebih memperhatikan kualitas, kebersihan, serta kehigenisan kulit ikan nila hitam agar dapat menyembuhkan secara optimal sesuai yang kita harapkan. Serta perhatikan dalam merawat luka, meskipun kulit ikan nila mampu melindungi bakteri yang masuk dalam luka tersebut sebaiknya tetap dilakukan penggantian kulit ikan nila secara berkala dan selalu konsultasi kepada dokter hewan yang ahli dalam bidang tersebut. (*/imm)
*Penulis: Chasita Rafii’atha Fadhilah (Mahasiswa Kedokteran Hewan Universitas Airlangga)
Ilustrasi: Proses penyembuhan luka bakar menggunakan kulit ikan nila hitam.