Audiensi Aktivis dengan DPRD dan Perwakilan Perusahaan Migas di Blora Sempat Memanas
Rabu, 14 April 2021 20:00 WIBOleh Priyo SPd Editor Imam Nurcahyo
Blora - Sejumlah aktivis di Kabupaten Blora yang tergabung dalam Sentani dan Front Blora selatan (FBS), pada Rabu (14/04/2021) menggelar audensi dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blora, terkait dana bagi hasil (DBH) dari industri hulu migas di Kabupaten Blora.
Audiensi tersebut sempat memanas. Karena kecewa salah satu aktivis sempat naik di atas meja, namun langsung diturunkan.
Dalam audiensi yang digelar di ruang Paripurna DPRD tersebut dihadiri anggota Komisi B dan C DPRD Blora, OPD terkait, sejumlah perwakilan SKK Migas, dan perusahaan Migas di Blora, seperti Pertamina, CPP Gundih, Titis Sampurna, BPH hingga PGN.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blora, Siswanto mengatakan audiensi tersebut dilakukan untuk mengetahui jumlah nominal Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggungjawab sosial perusahaan dari perusahaan Migas yang selama ini hanya bersifat sukarela.
"Mmasyarakat menginginkan adanya CSR atau tanggungjawab sosial perusahaan itu tidak berupa sponsorship maupun juga tidak berupa sukarela. Tapi mereka berharap tiap tahun ada plotting angka yang jelas dari perusahaan-perusahaan tersebut," ucap Siswanto di Gedung DPRD Blora.
Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blora, Siswanto, saat beri keterangan. Rabu (14/04/2021) (foto: priyo/beritabojonegoro)
Siswanto menyampaikan bahwa dalam audiensi tersebut ada salah satu aktivis yang sempat naik meja lantaran kecewa setelah mendengar paparan dari perwakilan perusahaan. Menurutnya, selama ini masyarakat merasa dibodohi oleh perusahaan karena CSR perusahaan tersebut diduga tidak transparan peruntukkannya.
"Ya, tadi memang ada yang naik meja, namanya Seno Margo Utomo, mantan anggota dewan, tapi langsung kita turunkan, " tutur Siswanto
Siswanto menambahkan selama proses audiensi, mayoritas perusahaan yang diundang tidak mengungkapkan total dana CSR yang mereka miliki.
Dari sejumlah perusahaan tersebut, hanya Blora Patragas Hulu (BPH) yang menyebut bahwa dana CSR-nya sekitar Rp 1,1 miliar pada tahun 2021 ini.
"Jadi kalau yang tidak ada akses tentunya kan tidak dapat, padahal CSR itu ditentukan dan jumlahnya menurut saya satu tahun itu bisa Rp 30 sampai Rp 50 miliar," katanya.
Menurutnya, dana CSR para perusahaan selama ini hanya mengacu pada Perda Nomor 2 Tahun 2017 dan Perbup Nomor 43 Tahun 2018 tentang tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
"Sifatnya kenapa sukarela, karena waktu itu dari narasumber dan juga DPRD serta Pemkab Blora, saat itu belum menemukan dan belum tahu daerah mana yang sudah menentukan persentase, misalnya 1 persen dari keuntungan perusahaan yang digunakan untuk CSR, waktu itu belum ada," kata Siswanto.
Agar kondisi tersebut tidak semakin memanas, DPRD Blora berencana akan kembali memanggil para perusahaan untuk menunjukkan nominal dana CSR yang mereka miliki.
Selain itu, pihaknya juga berencana merevisi Perda agar dana CSR dari perusahaan tersebut dapat semakin luas manfaatnya bagi masyarakat.
"Akhir April semua perusahaan yang berbadan hukum PT di Kabupaten Blora, kita undang. Ya mereka kita minta laporannya CSR selama tahun 2020, itu untuk apa saja, jumlahnya berapa, ke depannya harus ditingkatkan," kata Siswanto.
Salah satu perwakilan aktivis di Blora, Seno Margo Utomo, saat beri keterangan. Rabu (14/04/2021) (foto: priyo/beritabojonegoro)
Sementara Seno Margo Utomo mengakui bahwa dirinya memang naik meja. Karena ia kesal dan kecewa dengan apa yang dipaparkan perusahaan tentang CSR yang diberikan ke masyarakat.
Menurutnya, CSR perusahaan katanya untuk proposal ini dan itu saja, sedangkan yang diinginkan Sentani adalah data perusahaan.
"Kecewa karena perusahaan tadi melporkan tanpa data," kata Seno Margo Utomo. (teg/imm)