Guru Bervisi Menuju Generasi Berprestasi
Selasa, 15 Desember 2015 08:00 WIBOleh Liya Yuliana *)
*Oleh Liya Yuliana
Guru, digugu lan ditiru. Begitu kata pepatah Jawa. Apa yang menjadi sikap dan kata guru, senantiasa ditiru oleh anak didik. Baik itu benar maupun salah.
Dalam sebuah karya yang berjudul “A Tribute” oleh inspirator SuksesMulia Jamil Azzaini didapati sebuah kisah yang menginspirasi. Kisah seorang pemandu pendaki gunung dari Nepal Tenzing Norgay. Beliau yang telah berhasil mengantarkan Edmund Hillary menaklukkan Puncak Everest (gunung tertinggi di dunia). Saat ditanya mengapa bukan dirinya yang menapakkan kaki pertama kali di puncak tersebut? Namun mempersilakan Edmund Hillary terlebih dahulu? Maka ia menjawab “Karena itu impian Edmund Hillary, bukan impian saya. Impian saya membantu dan mengantarkan dia meraih impiannya.”
Dengan izin Allah tentulah sangat bisa bagi Tenzing Norgay untuk menapakkan kakinya terlebih dahulu sehingga catatan sejarah menuliskan namanya. Namun hal ini tidak ia lakukan, justru mempersilakan Edmund Hillary untuk menapakkan kaki kali pertama di puncak tersebut.
Begitu pula dengan guru. Perasaan dan impian ini seharusnya ada dalam hati para guru. Seorang guru tentunya tak hanya memikirkan diri sendiri. Namun juga mementingkan kepentingan umat (anak didik). Tak cukup mengantarkan anak didiknya sepadan dalam keilmuan dan lainnya. Namun diharapkan melebihi kemampuannya.
Meskipun membersamai anak didik bukan hanya transfer/mengajarkan ilmu. Namun mendidiknya menjadi anak yang memiliki karakter Islami/kepribadian Islam. Setiap tingkah dan kata disandarkan oleh aturan Rabb semesta alam. Karena hidup bukan sekedar di dunia, namun akhirat dan penghisaban sebuah kepastian yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang disampaikan.
Selain itu seorang guru harus memiliki visi menjadikan anak didik berprestasi. Tak ada peradaban yang gemilang tanpa ilmu pengetahuan. Tak ada pula peradaban gemilang hanya dengan berpangku tangan. Seorang guru memiliki andil yang luar biasa terhadap masa depan negeri tercinta. Tak hanya mengajar menggugurkan kewajiban lalu pulang. Namun senantiasa diliputi impian yang terpatri dalam diri menuju pencapaian visi.
Visi dunia, seorang guru haruslah mempunyai motivasi hebat untuk mengantarkan anak didiknya menjadi generasi berprestasi. Dengan demikian semoga kelak dapat menjadi wasilah (sarana) bagi anak didik menuju ilmuwan muslim. Darinya terlahir maha karya yang mampu mengubah dunia. Dengannya pahala senantiasa mengalir meski ajal menyapa. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak salih yang berdoa kepadanya.'' (HR Muslim).
Selain prestasi dunia, negeri ini juga membutuhkan generasi berakhlak mulia (berkarakter). Kepandaian dan kecerdasan dengan karya yang luar biasa tanpa dibarengi akhlak mulia sungguh tiada artinya. Dengan akhlak mulia maka generasi terbentengi dari tindakan tidak mulia seperti korupsi, kolusi, nepotisme dan perilaku menyimpang lainnya. Yang menjadi pertanyaan “Sudah cukupkah dengan kecerdasan dan akhlak mulia saja?” Ternyata dua hal ini saja belumlah cukup. Apalagi yang kurang? Yakni generasi masa mendatang juga harus memiliki pemikiran Islam. Seperti apa itu? Yakni generasi yang menyandarkan dirinya baik sikap, kata dan proses berfikirnya pada aturan Islam. Saat apa yang datang dari selain Islam maka menolak menjadi jawabannya. Sebagai contoh menolak untuk mengikuti gaya hidup barat, menolak liberalisme, sekulerisme, pluralisme.
Liberalisme telah menjadikan negeri tercinta terpuruk. Kebebasan pergaulan menjadikan pribadi kelewat batas. Liberalisme pula yang menjadikan kekayaan negeri ini pindah ke tangan asing. Sekulerisme menjadikan kaum muslim enggan menaati perintah Ilahi. Sedangkan pluralisme menjadikan generasi tergadaikan akidahnya.
Seorang guru tak cukup memiliki visi dunia namun juga visi menuju akhirat. Menuju pencapaian visi harus sesuai dengan aturan Ilahi bukan sekedar mengikuti nafsu diri. Menuliskan mimpi dan berdoa setiap waktu semoga Allah meridai.
Dalam menggapai visi dunia dan akhirat ini jika dilakukan namun ada kesalahan dalam niat (dilakukan bukan karena Allah) maka ketersiaan yang didapatkan. Pertanyaan terakhir yang harus dimiliki seorang guru adalah “Prestasi terbaik apa yang sudah kita berikan? Apakah prestasi tersebut merupakan prestasi yang akan mengantarkan kita ke jalan rida-Nya? Sudahkah kita meluruskan niat kita hanya karena Allah saja?”
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab berkata: “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.
Selamat berjuang wahai guru semoga dari tangan kita terlahir generasi berprestasi, berakhlak mulia dan menyandarkan segala aktivitas sesuai perintah Ilahi.
Penulis adalah guru di SD Muhammadiyah 2 Bojonegoro
Ilustrasi www.nofrionsikumbang.wordpress.com