Film Pendek The Flower and The Bee karya Monica Vanesa Tedja
Ketika Anak Menanyakan 'Sesuatu'
Rabu, 06 Januari 2016 21:00 WIBOleh Mulyanto
Oleh Mulyanto
THE Flower and The Bee adalah film tentang anak-anak. Bukan tentang pandangan orang dewasa mengenai anak. Tetapi benar-benar tentang bagaimana anak-anak memandang sekelilingnya, segala persoalan. Sebab anak-anak dalam kebanyakan film kerap hanya memainkan karakter dan peran pelengkap dan pendukung saja, meskipun itu penting. Nah, dalam film ini adalah tentang bagaimana anak-anak memandang seks.
Film ini layak ditonton oleh kita yang memiliki kepedulian tentang pentingnya pendidikan seks kepada anak. Kasus-kasus yang yang sering terjadi dewasa ini, akhir-akhir ini, yang melibatkan anak sebagai korban pelecehan seksual oleh orang dewasa begitu deras terjadi seperti tiada usainya.
Hal itu membuat banyak pemerhati kehidupan anak dan pentingnya memberikan pendidikan seks pada anak. Hanya saja sering muncul pro kontra tentang perlu tidaknya pendidikan seks pada anak. Sebab, di satu sisi karena rasa kepenasaran anak yang cenderung tinggi, kerap menimbulkan rasa khawatir bagi orang dewasa bahwa mereka terlalu cepat mengenal seks dan kemungkinan untuk terjerumus pada penyimpangan seksual juga turut menyertai.
The Flower and The Bee digarap oleh Monica Vanesa Tedja dengan adegan-adegan yang sederhana dan dekat dengan kehidupan sehari-hari kita. Kepolosan seorang anak benar-banar hidup dalam setiap adegan-adegan dalam film. Meskipun pendek, karena ini adalah film pendek, hanya 9 menit, penonton sudah cukup dibuat puas dan mendapat pelajaran.
Film ini sebenarnya sederhana, tentang Callie bocah perempuan umur 10 tahun yang menanyakan tentang aksi jari-jari tangan. Yakni jari-jari tangan yang berupa jempol berada di antara jari telunjuk dan jari tengah. Gerakan jari seperti itu sering dijumpai oleh Callie pada orang-orang sekelilingnya dimana mereka memperagakannya sambil tertawa atau cekikikan. Itu membuat Callie kecil panasaran
Bertanya pada orang-orang dewasa di dekatnya, Callie tak kunjung mendapat jawaban. Bagi mereka kebanyakan yang orang dewasa, pertanyaan Callie dipandang tidak pantas dan belum saatnya. Itu adalah urusan orang dewasa, seakan-akan ada ketegasan seperti ini dalam diri orang dewasa sekeliling Callie. Namun dalam film ini, adegan menolak untuk menjawab itu ditampilkan dengan cara yang satir dan tidak jelas. Setiap orang yang ditanya oleh Callie, memang tidak menjawab, tapi selain itu juga tiba-tiba lenyap dari kamera. Seakan-akan pertanyaan Callie biarlah tetap menjadi pertanyaan entah hingga kapan.
Hal itu sah-sah saja, tapi jangan salahkan ketika Callie atau anak-anak lainnya, didorong oleh rasa ingin tahu jiwa anak-anak seusianya, akan terus mencari jawaban sendiri yang bisa jadi luput dari pantauan orang tua. Begitulah film ini ingin bicara, barangkali.(*)