Kedudukan Pramuka di Era Globalisasi
Senin, 02 Mei 2016 10:00 WIBOleh Betty Aulia
Oleh Betty Aulia
PERKEMBANGAN zaman dan arus globalisasi di seluruh dunia banyak mempengaruhi tata kehidupan dalam bermasyarakat. Kondisi serupa juga terjadi pada gerakan Pramuka yang kian berkurang peminat dan terus mengalami penurunan dalam beberapa dasawarsa terakhir.
Menghadapi era informasi dan globalisasi, keberadaan Pramuka merupakan suatu hal yang penting di kalangan pemuda terutama pelajar. Sebab, melalui kegiatan Pramuka bisa menjadi benteng terhadap pengaruh-pengaruh asing yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia.
Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada 14 Agustus 1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di daerah-daerah. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan apel besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan Presiden Sukarno dan berkeliling Jakarta.
Peristiwa perkenalan 14 Agustus 1961 ini, kemudian dilakukan sebagai HARI PRAMUKA yang setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka. Saat ini, ketika Gerakan Pramuka sudah berusia 54 tahun, bukannya semakin hebat, namun justru perlahan mulai ditinggalkan. Sekolah-sekolah yang sebenarnya menjadi motor penggerak kegiatan Pramuka, juga sudah mulai meninggalkan kegiatan ini.
Kurikulum dan persaingan yang hanya mementingkan prestasi akademik, semakin membuat Pramuka bukan lagi kegiatan ekstrakurikuler penting bagi menejemen sekolah. Sekolah lebih berpacu bagaimana mengejar nilai ujian nasional dari pada Gerakan Pramuka yang banyak mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan, kegotongroyongan, suka menolong, cinta alam dan sebagainya.
Kalupun ada aktifis-aktifis Gerakan Pramuka, ternyata didominasi oleh orang-orang yang telah lama berkecimpung dalam Gerakan Pramuka. Tak tampak lagi muka-muka baru dalam kegiatan praktis Gerakan Pramuka di lapangan. Kalaupun ada, hanya karena disuruh atau karena ikut ikutan atau bahkan karena daripada tidak ada kegiatan.
Banyak yang berpendapat bahwa Gerakan Pramuka itu sudah ketinggalan zaman. Memang, di era globalisasi saat ini, bukan zamannya lagi orang diharuskan dapat berkemah, menghidupkan api unggun, atau mendaki gunung. Di dalam era globalisasi ini, orang dituntut untuk dapat bersaing dalam segala hal. Sekarang teknologi juga lebih canggih. Orang tidak perlu bersusah payah berkomunikasi dengan menggunakan morse atau semaphore seperti dalam Pramuka. Sekarang cukup dengan handphone yang mencakup beberapa medsos.
Zaman sekarang sudah semakin canggih. Seakan-akan membuat Pramuka semakin ketinggalan zaman. Mungkin cita-cita Lord Baden Powel, pendiri Pramuka Dunia, yang menginginkan agar pemuda memiliki jiwa ksatria, tangguh dan disiplin tinggal cita-cita. Pemuda sudah melupakan Gerakan Pramuka. Konstruksi pikir remaja Indonesia telah bergeser. Modernisasi, teknologi dan trend kapitalis menjadi penyebabnya.
Dengan kata lain, gerakan Pramuka di era modern ini perlu inovasi kreatif agar tetap mampu menarik perhatian siswa. Menjadi gerakan yang fleksibel, menyenangkan, dan tentu tak meninggalkan fungsinya menjadi media pendidikan karakter, pendidikan kebangsaan dan kewarganegaraan, serta pengajaran dan pelatihan soft-skill, seperti komunikasi, kepercayaan diri, dan kepemimpinan.
Tantangan perkembangan zaman kini secepatnya harus dijawab. Dongkrak popularitas Pramuka dengan revitalisasi gerakan. Sesegera mungkin menginovasi diri. Pramuka harus mampu menjadi motor penggerak pendidikan karakter pemuda bangsa. Harus juga mampu menjadi pendobrak terkikisnya rasa nasionalisme. Salam Pramuka. (ety/kik)