Kesultanan Melaka dan Konstitusi Malaysia
Kamis, 01 November 2018 11:00 WIBOleh Muhammad Roqib
Oleh Muhammad Roqib
Kuliah tamu bersama Dr Norazlina binti Abdul Azis dari Faculty Law UITM Malaysia di Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rabu (31/10/2018) malam.
Ia memulai perkuliahan dengan bercerita sejarah Malaysia di masa lalu. Dulu di Tanah Melaka, sekarang Malaysia barat, berdiri Kesultanan Melaka. Tanah Melaka subur dan mempunyai rempah-rempah dan sumber daya alam seperti timah dan tembaga yang melimpah.
Pada masa itu negeri – negeri Eropa yang maju dalam navigasi, pelayaran, dan perdagangan mencari rempah – rempah di negeri timur. Portugis singgah di tanah Melaka dengan tujuan mencari rempah rempah, berdagang dengan penduduk setempat. Portugis tak mengusik kesultanan Melaka. Kesultanan Melaka pun tak mengusir para pedagang dari Eropa itu. Kemudian, Belanda dan British atau Inggris masuk ke tanah Melaka. Di antara orang Eropa itu ada perjanjian, British menguasai perdagangan di Tanah Melaka dan Belanda menguasai perdagangan di Hindia Belanda atau Indonesia sekarang.
Namun British, kata Dr Norazlina, bukan hanya berdagang melainkan juga ingin menjajah dan menguasai Tanah Melaka. British mengenalkan dan memaksakan undang undang common law, mengenalkan hukum modern, pidana, denda, penjara. Berbeda dengan hukum syariah Islam dan hukum adat yang diterapkan oleh Kesultanan Melaka. Hukum Kesultanan Melaka dikurangi peranannya. British memecah belah penduduk pribumi, persis seperti di Hindia Belanda pada masa itu. Orang pribumi Melaka bertani dan mencari ikan, orang keturunan India menyadap karet, dan orang keturunan tionghoa di pelabuhan.
Tak pelak, pribumi terbelakang dan tertinggal, padahal mereka yang mempunyai tanah dan sumber daya alam.
Malaysia merdeka tahun 1957. Namun, kata dia, setelah lama merdeka Malaysia belum bisa lepas sepenuhnya dari hukum Inggris. Bahkan, kata dia, dalam konstitusi Malaysia masih ada ketentuan, apabila belum ada aturan hukum nasional, maka masih merujuk pada undang undang di Inggris, karena menganut sistem hukum yang sama yakni common law. Sistem hukum common law ini dianut oleh negeri – negeri yang dulu merupakan jajahan Inggris, termasuk India, Singapura, menganut sistem hukum common law ini. Sistem common law ini menganut prinsip judge by law atau putusan hakim menjadi sumber hukum. Berbeda dengan sistem civil law seperti yang dianut Indonesia di mana berlaku prinsip rule by law atau undang-undang menjadi sumber hukum.
Malaysia merupakan negara monarchy constitusional, yakni negara kerajaan konstitusi. Setiap tindakan yang dilakukan oleh kerajaan diatur oleh konstitusi. Ada 14 negeri di Malaysia dan 9 di antaranya dipimpin kesultanan, lainnya semacam gubernur. Sultan negeri ini disebut Yang Dipertuan Agung. Namun, pemerintahannya dipimpin oleh perdana menteri dan kabinet.
Menurutnya, seorang perdana menteri dipilih melalui pemilihan umum. Dalam pemilihan umum terakhir yang digelar oleh Malaysia, partai keadilan yang merupakan partai oposisi, gabungan dari empat partai, memenangkan pemilihan umum Malaysia. Partai Keadilan ini dipimpin oleh Datok Sri Anwar Ibrahim, tetapi karena dia dipenjara, perannya digantikan oleh istrinya, Wan Azizah. Partai koalisi ini kemudian menunjuk Mahatir Muhammad, mantan perdana menteri Malaysia yang dulu memenjarakan Anwar Ibrahim, sebagai perdana menteri lagi. Partai pemerintah, UMNO, yang dipimpin oleh Najib Razak, kalah dan kini ia menjadi tersangka kasus dugaan korupsi.
Menurut Dr Norazlina, Yang Dipertuan Agung ini sekarang fungsinya menjaga eksistensi hukum agama. Di Malaysia ada dua mahkamah yakni mahkamah civil untuk mengurusi hukum sipil dan mahkamah syariah yang mengurusi hukum agama Islam dan umat Islam.
Hak asasi manusia dilindungi dalam konstitusi, kecuali negara dalam keadaan darurat, misalnya terjadi terorisme atau kerusuhan massal, pemerintah boleh menahan dan memenjarakan seseorang yang dianggap mengancam negara, tanpa perlu pemeriksaan terlebih dahulu.
Dr Norazlina mengaku dua kali ini berkunjung di Indonesia dalam rangka kuliah tamu. Dia senang berada di sini. Ia menilai banyak kemajuan di bidang hukum di Indonesia. Salah satunya Indonesia punya konstitusi dan perundangan yang sama sekali lepas dari Belanda. (*/kik)