Oknum Debt-Collector yang Ambil Paksa Kendaraan Leasing Bisa Dikenai Pasal Tindak Pidana
Jumat, 22 Juli 2016 08:00 WIBOleh Linda Estiyanti
Oleh Linda Estiyanti
Kota - Tindakan mengambil kendaraan leasing secara paksa dan disertai kekerasan yang dilakukan oleh oknum debt-collector atau juru tagih yang sempat menjadi sorotan publik, beberapa waktu lalu, mendapat perhatian aparat penegak hukum. Menurut aturan yang ada, tindakan mengambil kendaraan leasing secara paksa di jalanan sama sekali tidak dibenarkan.
Belakangan ini, masyarakat diresahkan dengan adanya kejadian pemaksaan dan kekerasan oleh oknum debt-collector terhadap konsumen yang mengalami kredit macet. Pada Jumat (16/07) lalu, lima orang yang mengaku sebagai debt collector (penagih hutang) dilaporkan melakukan tindakan pemaksaan disertai kekerasan kepada salah seorang konsumennya di depan SMP Negeri 4 Bojonegoro, Jalan Lettu Suyitno, Kota Bojonegoro.
Baca berita: Pelapor dengan Terlapor Akhirnya Berdamai dan Pilih Cara Kekeluargaan
Aksi tidak terpuji oknum debt-collector tersebut kemudian dilaporkan ke pihak kepolisian. Selanjutnya polisi mempertemukan keduanya, yakni pihak debt-collector dan pihak konsumen di Mapolres Bojonegoro. Beruntung pihak kepolisian memediasi keduanya dan berhasil mendamaikan secara kekeluargaan. Sebab, menurut aturan yang berlaku, tindakan oknum debt-collector yang melakukan pengambilan kendaraan leasing secara paksa sama sekali tidak dibenarkan.
"Tindakan Leasing melalui Debt-Collector atau mata elang yang mengambil secara paksa kendaraan di rumah, merupakan tindak pidana pencurian. Sementara jika pengambilan dilakukan di jalan, merupakan tindak pidana perampasan. Mereka bisa dijerat Pasal 368, Pasal 365 KUHP Ayat 2, 3 dan 4," ungkap Kasat Reskrim Polres Bojonegoro AKP Sujarwanto SH.
Kasat Reskrim menjelaskan, mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 130/PMK.010/ 2012 tentang Pendaftaran Fidusia bagi perusahaan pembiayaan, yang dikeluarkan tanggal 7 Oktober 2012, disebutkan bahwa dalam perjanjian pembiayaan kredit, harus menyertakan surat fidusia yang ditanda-tangani oleh notaris. Dan perusahaan pembiayaan atau leasing juga tidak diperbolehkan untuk menarik secara paksa kendaraan dari nasabah yang menunggak kredit kendaraan bermotor.
Ia menambahkan, menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, Fidusia adalah suatu proses mengalihkan hak milik atas suatu benda dengan dasar kepercayaan, tapi benda tersebut masih dalam penguasaan pihak yang mengalihkan. "Fidusia umumnya dilakukan dalam perjanjian kredit kendaraan bermotor. Sehingga kaitannya dengan ini, apabila pihak leasing hendak melakukan perjanjian kredit kendaraan bermotor, maka wajib mendaftarkan setiap transaksi kredit di depan notaris," terang Kasat Reskrim.
Alur yang seharusnya dilakukan oleh pihak leasing, apabila terjadi keterlambatan nasabah dalam membayar kredit ialah melaporkan ke pengadilan terlebih dahulu. Sehingga kasus tersebut akan disidangkan, dan pengadilan akan mengeluarkan surat keputusan untuk menyita kendaraan nasabah. "Selanjutnya kendaraan akan dilelang oleh pengadilan dan uang hasil penjualan kendaraan melalui lelang tersebut akan digunakan untuk membayar utang kredit nasabah ke perusahaan leasing, dan uang sisanya akan dikembalikan kepada nasabah," terangnya lagi.
Melalui perjanjian fidusia ini, aset konsumen terlindungi, sehingga pihak leasing tidak bisa serta-merta menarik kendaraan apabila nasabah gagal membayar. Kalau pun pihak leasing hendak menarik kendaraan harus menunjukkan surat perjanjian fidusia terlebih dahulu. Dan apabila pihak leasing membawa sepucuk surat fidusia yang ternyata adalah palsu, silakan bawa ke hukum, pihak leasing akan didenda minimal Rp 1,5 miliar. (lyn/moha)