Opini
Miras dan Masa Depan Generasi Milenia
Senin, 30 April 2018 08:00 WIBOleh Mariyatul Qibtiyah SPd
Oleh Mariyatul Qibtiyah SPd
SEKITAR tiga minggu yang lalu, tepatnya pada 9 April 2018, seorang model cantik bernama Tiara Ayu menabrak pengemudi ojek online. Akibat kecelakaan itu, kaki kiri Muhamad Nur Irfan, sang korban, tidak bisa disambung lagi sehingga harus diamputasi. Insiden di persimpangan Harmoni, Jakarta Pusat itu terjadi karena Tiara mengendarai mobil BMW-nya dalam keadaan mabuk. Selain sebagai model, Tiara juga menjadi seorang pemandu lagu (PL) karaoke. Menurut Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Halim Pagarra, Tiara sempat minum wine setelah memandu lagu pada malam sebelum terjadinya kecelakaan. (tribunnews.com, 15/04/2018).
Konsumsi miras di kalangan anak muda dewasa ini memang cukup mengkhawatirkan. Riset yang dilakukan oleh GeNAM (Gerakan Nasional Anti Miras) pada tahun 2014, menunjukkan bahwa sebanyak 23 persen remaja di Indonesia mengonsumsi miras. Menurut ketua umum GeNAM, Fahira Idris, angka itu mengalami kenaikan cukup besar dibandingkan dengan hasil riset sebelumnya. Dalam riset sebelumnya yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2007, jumlah remaja yang mengonsumsi miras sebesar 4,9 persen. Besarnya jumlah remaja yang mengonsumsi miras itu terjadi karena mudahnya mereka mendapatkan miras. (hidayatullah.com, 15/08/2016).
Untuk mempersempit peredaran miras ini, pemerintah mengeluarkan larangan peredaran miras di setiap minimarket. Ketentuan itu mulai diberlakukan sejak 16 April 2015, bersamaan dengan keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang perubahan kedua atas Permendag Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penjualan minuman beralkohol. (liputan6.com, 16/04/2015).
Nyatanya, ketatnya regulasi itu tidak secara otomatis menurunkan minat masyarakat untuk mengonsumsi miras. Sulitnya mendapatkan miras serta mahalnya harga miras membuat mereka "lebih kreatif" membuat miras oplosan. Dalam riset yang dilakukan oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta bersama Pusat Penguatan Otonomi Daerah (PPOD), diketahui bahwa konsumsi minuman beralkohol oplosan oleh anak di bawah umur mencapai 65,3 persen. (www.pikiran-rakyat.com, 15/08/2017).
Mengapa para remaja seolah sulit menghindarkan diri dari miras? Banyak yang mengatakan bahwa konsumsi miras di kalangan para remaja adalah akibat pengaruh dari teman sebayanya. Namun, sebenarnya ada beberapa faktor tambahan. Seperti yang dilansir oleh Choices Scholastik (17/4), faktor-faktor itu adalah keluarga, teman sebaya, budaya, media, dan teknologi. (republika.co.id, 17/04/2015)
Kebiasaan orang tua mengkonsumsi miras biasanya ditularkan kepada anak-anak mereka. Demikian juga dengan teman sebaya. Keinginan remaja untuk diakui eksistensinya, membuat mereka bersedia mengikuti kebiasaan teman-teman sebayanya. Budaya masyarakat juga mempengaruhi perilaku remaja. Media dan teknologi membuat para remaja ingin mencoba segala hal yang dilihatnya di media melalui kecanggihan teknologi.
Karena itu, peran negara sangat dibutuhkan untuk menghentikan kebiasaan buruk ini. Negaralah yang bisa memutus rantai peredaran miras di masyarakat. Di samping itu juga dibutuhkan pondasi agama yang kuat agar remaja tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang buruk. Juga yang tidak kalah penting adalah kontrol dari masyarakat.
Negara sebagai pihak yang memiliki kewenangan berhak memutuskan apakah miras itu diperbolehkan beredar di masyarakat atau tidak. Negara juga berhak menentukan sanksi hukum bagi mereka yang melanggarnya. Kemudian, masyarakat akan membantu penerapan aturan pemerintah tersebut dengan melakukan pengontrolan dan pengawasan terhadap lingkungannya.
Sedangkan pondasi agama menjadi benteng paling kuat pada setiap individu. Ketakwaan mereka kepada Allah SWT akan menjauhkan mereka dari perbuatan-perbuatan yang dilarang-Nya. Allah SWT berfirman yang artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, "Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya." (TQS. al Baqarah: 219).
Rasulullah SAW juga bersabda yang artinya: "Segala yang memabukkan dalam jumlah banyak, maka yang sedikit darinya adalah haram."
Dengan memahami kedua nash ini, dapat dipahami bahwa miras itu diharamkan oleh Allah SWT. Meskipun memiliki manfaat bagi manusia, namun mudlaratnya lebih besar lagi. Karena segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT, pasti hal itu membahayakan bagi manusia.
Fakta pun telah berbicara, bahwa miras sangat membahayakan manusia. Mereka yang mengkonsumsi miras, akan mengalami kerusakan pada otaknya. Dilansir oleh National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism, alkohol bisa menyebabkan gangguan memori pada otak. Semakin sering seseorang mengonsumsi minuman beralkohol alias miras, semakin besar kerusakan pada otaknya. (liputan6.com, 06/02/2018). Di samping itu, konsumsi miras secara terus menerus juga mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit. Mulai dari radang lambung, gangguan pada jantung, perlemakan hati, hingga sirosis.
Bisa dibayangkan, apa yang akan terjadi jika remaja ini kemudian menjadi pemimpin di masa depan. Tentu, bukan kebaikan yang akan didapatkan. Karena itu, agar generasi milenia ini menjadi generasi yang unggul, mereka harus dijauhkan dari berbagai faktor yang akan merusaknya. Salah satunya adalah dengan menjauhkan mereka dari miras. Sedangkan satu-satunya cara untuk menghindarkan mereka dari miras adalah dengan jalan memutus rantai peredaran miras itu sendiri. Dan hal itu hanya dapat dilakukan oleh negara. (*/imm)
*) Penulis: Pengamat Remaja, tinggal di Bojonegoro.