Disnaker Mengaku Belum Berani Tegas Terhadap Pelanggaran UMK
Senin, 19 Oktober 2015 17:00 WIBOleh Mulyanto
Oleh Mulyanto
Kota - Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kabupaten Bojongoro, selaku regulator, mengaku tidak berani bertindak tegas terhadap perusahaan yang mengupah pekerjanya masih di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK). Alasannya, penindakan tegas malah akan menimbulkan masalah baru.
Bisa jadi, kalau ditindak tegas akan terjadi pengurangan pekerja dari perusahaan bersangkutan. Akibat selanjutnya akan muncul pengangguran baru. Ditambah lagi di Bojonegoro ini masih minim lapangan atau lowongan pekejaan.
"Jadi sampai saat ini, Kami dari Disnaker tidak bisa berbuat banyak tentang UMK di kantor dan swalayan di Kota Bojonegoro," ujar Kabid Hubungan Industrial dan Pengawasan Tenaga Kerja Disnakertransos Ruslanto, Senin (19/10).
Ruslanto, menambahkan, di Bojonegoro ini masih minim investor, akibatnya minim juga lowongan pekerjaan. Memang masih ada lowongan kerja, tetapi itu masih sebatas pekerja informal, karyawan toko dan swalayan, pekerja rumah tangga, ataupun buruh bangunan.
"Seandainya aturan undang-undang ketenagakerjaan diterapkan, maka dipastikan banyak pekerja yang diberhentikan. Karena si pemberi kerja tidak kuat membayar upah sebesar UMK," tandasnya.
Terkait rencana usulan kenaikan untuk UMK tahun 2016, menurutnya, kenaikan itu hanya berlaku di perusahaan besar saja. Skala besar usaha diukur dari nilai modal, nilai penjualan, jumlah karyawan dan nilai total aktiva.
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah, definisi perusahaan besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah.
Sementara, usaha menengah itu aset yang dimiliki antara Rp 50 juta sampai Rp 500 juta. Sedangkan omzet atau hasil penjualan yang dicapai setahun Rp 300 juta sampai Rp 2,5 miliar. Jadi kalau usaha besar harus lebih dari itu. Biasanya meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
Kalau melihat pengertian di atas, apakah bisa dikatakan swalayan di Bojonegoro seperti Bravo, Samudera, Giant dan KDS tidak termasuk perusahaan besar. Sehingga selama ini masih boleh, mengupah pekerjanya di bawah UMK.
“Memang pengupahan selama ini masih banyak yang menganut SOP perusahaan masing-masing. Dan Kami belum berani keras, karena di Bojonegoro ini masih minim lowongan pekerjaan," pungkas Ruslanto. (mol/tap)