Muhadi, Pelukis dari Bahan Cangkang Telur di Beged
Karya Lukis Cangkang Telur Tembus Pasar Luar Bojonegoro
Sabtu, 26 Desember 2015 09:00 WIBOleh Nasruli Chusna
Oleh Nasruli Chusna
Gayam - Muhadi, 27, pemuda di Desa Beged, Kecamatam Gayam, Kabupaten Bojonegoro, mempunyai keahlian yang unik. Ia mampu membuat berbagai karya lukisan kaligrafi dari cangkang telur. Ia telah menggeluti kerajinan ini beberapa tahun terakhir. Hasil karyanya bukan hanya diminati oleh warga Bojonegoro melainkan juga telah tembus pasar luar daerah.
Saat berkunjung ke rumahnya ia sedang sibuk menyelesaikan pesanan lukisan kaligrafi dari cangkang telur. Ia sesekali membersihkan bingkai-bingkai kosong yang akan diukur pada tripleks sebagai media lukis kaligrafi.
Sementara disampingnya, tampak triplek-triplek polos yang berjejeran membentuk garis lurus menepi menuju batas tembok dapur. Tampak bergantungan puluhan bingkai bergambar kaligrafi yang telah siap dijual di setiap dinding kayu yang berada di ruang tamu rumahnya tersebut.
Sekilas, tak ada yang istimewa dari lukisan-lukisan kaligrafi yang tergantung di papan tembok kayu tersebut. Namun, jika dilihat lebih seksama, lukisan-lukisan tersebut memiliki satu ciri yang sama yakni tekstur gambar tidak halus dan membentuk rentetan tanah yang terpecah-pecah.
“Kalau dilihat memang seperti tanah sawah pada musim kemarau,” ungkap Muhadi. Pria 27 tahun yang merupakan pencipta dari bingkai bergambar nan indah tersebut. Ia mengaku mulai intens membuat lukisan kaligrafi dengan media cangkang telur sejak 2010.
Ia menuturkan, sebelumnya hanya menggambar kaligrafi dengan media kaca maupun kertas dengan media cat minyak seperti kebanyakan pelukis. Namun, menurut dia jika hanya melukis dengan media seperti itu kesannya sudah sangat umum sehingga dia memutuskan untuk mencari media lain yang tentunya memiliki tingkat tantangan sedikit berbeda dari media sebelumnya.
Muhadi berkisah, awal kali dia menggunakan cangkang telur sebagai media lukis diilhami keinginannya memanfaatkan barang-barang tak terpakai yang sering luput dari perhatian masyarakat. Cangkang telur, menurut dia, selain mudah dicari tanpa biaya, proses pembuatannya pun hanya membutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang lebih dari biasanya.
Menurut Muhadi, dalam pembuatan lukisan dengan media cangkang telur, pertama-tama adalah triplek yang dipotong sesuai kebutuhan bidang, pemotongan triplek harus disesuaikan besar kecil bingkai dan kebutuhan area gambar.
Setelah triplek dipotong lalu diberi warna dasar sebagai pembeda cangkang telur. Sebab, gambar yang dihasilkan lukisan bermedia cangkang telur merupakan perpaduan antara cangkang telur dan warna dasar tersebut. “Kebanyakan warna dasar berwarna hitam, agar kontras dengan cangkang telurnya,” tuturnya.
Setelah proses pengecatan warna dasar pada media triplek mengering langkah berikutnya adalah pembuatan sketsa gambar dan garis pinggir yang menjadi pemandu dimana saja cangkang telur akan ditempelkan. Menurut dia, pada langkah pembuatan sketsa gambar ini membutuhkan waktu lama karena hasil akhir sangat bergantung pada sketsa awal.
“Setelah disketsa, papan tripleks bersketsa tersebut dikasih lem,” tuturnya.
Setelah pembuatan sketsa usai, tahap selanjutnya merupakan tahap inti yakni penempelan cangkang telur yang sebelumnya sudah kering dan dibersihkan. Cangkang-cangkang telur tersebut ditempel sesuai kebutuhan yakni sesuai garis pinggir yang sekaligus sketsa gambar. “Cangkang bisa dicuil-cuil kecil, tidak ada aturan khusus dalam peletakan cangkang, asal rapi dan mampu menutup sketsa, pasti hasilnya bagus,” ungkap dia.
Setelah pemasangan cangkang pada sketsa tersebut selesai, langkah selanjutnya adalah pengolesan pernis. Pernis sebagai penguat cangkang pada media triplek sekaligus sebagai pengilap cangkang telur tersebut.
Muhadi menjelaskan pembuatan lukisan bermedia cangkang telur tersebut membutuhkan waktu hingga 4 hari. Itupun, menurut dia, lukisan dengan tingkat kesulitan yang paling tinggi. Sebab, pesanan yang dia kerjakan beragam mulai lukisan kaligrafi, pemandangan, gambar foto wajah, dan wayang.
Untuk warna cangkang, menurut dia, juga berbeda-beda. Dia biasanya menggunakan cangkang telur ayam kampung, horn, menthok dan tidak jarang juga cangkang telur puyuh. Menurut dia, telur ayam kampung dan horn biasanya untuk kulit manusia atau objek umum, namun untuk cangkang menthok dan puyuh untuk pemandangan,hewan dan bebatuan. “Soalnya cangkang telur struktur warnanya berbeda-beda dan harus disesuaikan,” tutur dia.
Dia berkisah, pertamakali membuat kerajinan tersebut, dia tidak pernah berniat lebih, waktu itu niatnya selain memanfaatkan barang-barang bekas juga membuat lapangan kerja untuk pemuda setempat agar tidak identik dan tergantung dengan industri minyak. “Njagani kalau minyak habis, agar pemuda tidak bingung mencari pekerjaan,” tutur dia.
Menurut dia, pembuatan lukisan cangkang bisa dikerjakan banyak orang. Misalnya, saat penempelan cangkang telur setelah disketsa. Bahkan, menurut dia, hal ini terbukti mempercepat proses pengerjaan.
Hasil karyanya tersebut dijual pada kisaran harga Rp75.000 hingga Rp300.000 Awalnya dulu yang berminat hanya tetangga dekat. Namun saat ini lukisan-lukisan tersebut laku hingga Blora, Lamongan, Ngawi, Jambi hingga Bali. “Pemasarannya dari mulut ke mulut dan lewat media sosial di internet,” imbuhnya.
Menurut dia, sejauh ini karya yang paling berkesan adalah membuat sketsa wajah Kang Yoto. Meski tidak membuat Kang Yoto membeli karya tersebut, dirinya sudah sangat senang bisa membuat Kang Yoto berminat dan memberikan sketsa tersebut padanya. (rul/kik)