Generasi Miris di Tengah Krisis
Jumat, 11 November 2016 07:00 WIBOleh Liya Yuliana S.Pd
Oleh Liya Yuliana S.Pd
Tak ada tempat steril bagi generasi masa kini. Setiap sudut tempat menyisakan kesan yang memilukan. Virus liberal mengintai. Tak terkecuali dunia anak dan remaja. Setiap tindakan tak berperikemanusiaan mengalir deras tanpa saring.
Belum lama berita kejahatan seksual mewarnai negeri. Dengan berbagai data yang menyesakkan dada. Ia telah merusak sendi-sendi kehidupan remaja. Masa depan yang cerah dirusak tangan-tangan jahil tak bertanggung jawab.
Begitu juga dengan Bojonegoro tak lepas dari kasus kejahatan seksual. Bukan lagi memandang siapa yang menjadi korban. Anak dibawah umur pun menjadi incaran.
Berdasarkan catatan dari P3A pada tahun 2016 ini, kasus kekerasan pada anak yang ditangani P3A mencapai 54 kasus. Kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak yang dilakukan oleh keluarga inti jumlahnya 17 kasus. Sedangkan kekerasan yang dilakukan oleh orang lain sebanyak 37 kasus. Dari data tersebut, hal yang membuat miris adalah tingginya kasus kekerasan seksual pada anak. Sebanyak 5 kasus pemerkosaan, 8 kasus persetubuhan, dan 7 kasus pencabulan pada anak. (Berita Bojonegoro, 7-11-2016)
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyebut, konten video porno menjadi salah satu penyebab tingginya angka kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia. Setidaknya, ada tiga faktor yang menurutnya menjadi pemicu kejahatan seksual. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyebut, konten video porno menjadi salah satu penyebab tingginya angka kejahatan seksual terhadap anak di Indonesia. Setidaknya, ada tiga faktor yang menurutnya menjadi pemicu kejahatan seksual. Khofifah mengatakan, sebanyak 65 hingga 75 persen anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) dan dibina di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) terlibat dalam kejahatan seksual karena menonton video porno.
Definisi film porno adalah gambar bergerak yang bertujuan untuk membangkitkan nafsu seksual penontonnya yang umumnya menampilkan adegan aktivitas seksual. Film porno secara umum dibagi dua kategori, softcore dan hardcore. Softcore adalah yang tidak menampilkan adegan seksual secara vulgar (misal penetrasi), sedang hardcore menampilkan secara vulgar. Film porno dijualbelikan dan disewakan dalam bentuk DVD, dipertunjukkan lewat internet, atau saluran TV khusus, layanan bayar tiap nonton (pay-per-view) lewat kabel dan satelit, juga lewat bioskop dewasa.
Meski 750 ribu konten porno di dunia internet telah ditutup oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, namun konten-konten serupa juga terus bermunculan. “Betapa canggihnya revolusi IT yang harus diketahui seluruh keluarga, anak, guru. Harus ada edukasi. Internet bisa bikin pintar tapi juga celaka,” ujarnya.
Di sisi lain, potret generasi diusia anak-anak sudah melakukan adegan layaknya orang dewasa. Pada tulisan Jawa Pos yang berjudul Heboh 14 Murid SD Main Alek-Alek Porno menambah sesaknya dada. “Menurut NH, awalnya anak-anak tersebut hanya bermain alek-alek pada umumnya. Yakni, permainan anak kecil yang melakoni peran sebagai papa dan mama. Permainan itu lengkap dengan boneka mainan. Namun entah bagaimana akhirnya permainan alek-alek tersebut malah berujung dengan perbuatan suami istri sebenarnya.” “Ironisnya, salah seorang murid yang baru berusia 8 tahun sudah berulang-ulang melakukannya. Demikian juga dengan tiga murid lainnya meski dengan interval waktu berbeda.” (JP, 2-11-2016)
Rasa sakit, duka yang mendalam, tentu dirasakan oleh keluarga korban kejahatan seksual maupun keluarga pelaku permainan alek-alek yang berujung hubungan intim. Selaku pendidik tentu merasa prihatin. Masa depan yang cemerlang dan dinantikan kini dihantui penderitaan akibat kejahatan seksual dan mirisnya polah anak hingga berperilaku layaknya suami istri dalam permainan.
Dari beberapa kasus tersebut, terdapat kemungkinan masih ada lagi kasus yang serupa namun luput dari pendataan. Kasus yang kian menggunung jika dibiarkan akan menjadi bom ledakan yang terelakkan. Untuk itu, harus segera diambil sikap nyata untuk menuntaskannya.
Sebagai guru tentu merasa sedih dan keprihatinan yang mendalam. Generasi yang dirindukan kiprahnya kini direnggut kesempatannya untuk berkarya. Masa muda untuk belajar banyak tentang ilmu berpindah haluan dengan pelampiasan syahwat.
Perlu adanya sinergi antara orang orang tua, sekolah, masyarakat dan negara. Hal ini tidaklah dapat berjalan sendiri-sendiri namun secara kebersamaan. Terutama negara, hanya negaralah yang mampu memutus rantai secara totalitas. Menutup situs porno seara totalitas, menindak secara tegas bagi para pengunggah video porno, memberi sanksi/hukuman yang tegas tindak kejahatan seksual maupun perzinahan, menjauhkan pergaulan bebas sejauh-jauhnya dan memberikan penguatan akidah kepada generasi muda (anak-anak dan remaja).
Guru dan orang tua harus mampu memberikan keteladan yang baik kepada anak dan muridnya. Sekolah mendukung dengan suasana yang kondusif bagi anak didik untuk berkarya dan terbebas dari pergaulam bebas. Kurikulum pendidikan senjata yang tajam untuk mewujudkan generasi bermartabat dengan karya hebat.
Penulis guru SD Muhammadiyah 2 Bojonegoro
ilustrasi foto qureta