67 Tahun Wafatnya Jenderal Besar Soedirman
Mengenang Sang Jenderal Besar Soedirman
Minggu, 29 Januari 2017 10:00 WIBOleh Heriyanto
Oleh Heriyanto
Jenderal Besar Soedirman, Panglima TNI (kala itu namanya TKR) pertama di Indonesia, namanya dikenang hingga kini. Pak Dirman wafat pada 29 Januari, 67 tahun yang lalu (1950) dalam kondisi sakit berat, di tengah perjuangan yang belum selesai.
Mengenang sosok teladan bagi bangsa ini, berikut dirangkum perjalanan hidup pahlawan revolusi yang tak pernah berhenti berjuang meskipun harus bergerilya dalam pesakitan ini. Sebab rasanya, tak ada yang mampu menggantikan sosoknya hingga saat ini. Kita hanya mampu mengenang dan mengambil pelajaran dari kenangan.
Soedirman lahir 24 Januari 1916, dari pasangan rakyat biasa di Purbalingga, Hindia Belanda. Namun Soedirman diadopsi oleh pamannya yang seorang priyayi.
Sejak kecil dia sudah menunjukkan bakat sebagai pemimpin. Di usia remaja, Soedirman aktif di Hisbul Wathon, gerakan kepanduan di bawah organisasi Islam Muhammadiyah. Dia juga menjadi seorang guru di salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia itu ketika Jepang mulai menduduki Hindia Belanda pada 1942. Dua tahun kemudian, pada1944, ia bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang, menjabat sebagai komandan batalion di Banyumas. Dia menjadi komandan yang kerap membangkang sehingga menyebabkan dia dibuang.
Saat Indonesia merdeka pada 1945, Soedirman melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan Presiden Soekarno. Ia segera mendapat tugas penting di masa-masa transisi itu, untuk memastikan jepang benar-benar hengkang dari bumi Nusantara.
Sebuah pertempuran besar dan penarikan tentara Inggris yang ingin menduduki Indonesia di Ambarawa menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang kelak menjadi TNI, pada tanggal 18 Desember 1945.
Selama tiga tahun berikutnya, Soedirman menjadi saksi kegagalan negosiasi dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, yang pertama adalah Perjanjian Linggarjati, yang turut disusun oleh Soedirman dan kemudian Perjanjian Renville yang menyebabkan Indonesia harus mengembalikan wilayah yang diambilnya dalam Agresi Militer I kepada Belanda dan penarikan 35.000 tentara Indonesia. Ia juga menghadapi pemberontakan dari dalam, termasuk upaya kudeta pada 1948. Ia kemudian menyalahkan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai penyebab penyakit tuberkulosisnya; karena infeksi tersebut, paru-paru kanannya dikempeskan pada bulan November 1948.
Itu adalah masa-masa Soedirman sepintas lalu tidak harmonis dengan Soekarno. Dia menyalahkan keputusan Soekarno yang menyetujui perundingan-perundingan tersebut. Dia bahkan sempat mengancam hendak mundur dari jabatannya. Namun Soekarno pada saat itu menegaskan bahwa kalau Soedirman mundur, maka presiden (Soekarno) juga akan mundur terlebih dahulu. Untuk memecah ketegangan, Soedriman akhirnya mengalah. Dia tidak jadi mundur.
Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Soedirman keluar dari rumah sakit, Belanda melancarkan Agresi Militer II untuk menduduki Yogyakarta. Di saat pemimpin-pemimpin politik berlindung di kraton sultan, Soedirman, beserta sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan gerilya selama tujuh bulan. Awalnya mereka diikuti oleh pasukan Belanda, tetapi Soedirman dan pasukannya berhasil kabur dan mendirikan markas sementara di Sobo, di dekat Gunung Lawu. Dari tempat ini, ia mampu mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto. Ketika Belanda mulai menarik diri, Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1949. Meskipun ingin terus melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarang oleh Presiden Soekarno. Penyakit TBC yang diidapnya kambuh; ia pensiun dan pindah ke Magelang. Soedirman wafat kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Kematian Soedirman menjadi duka bagi seluruh rakyat Indonesia. Bendera setengah tiang dikibarkan dan ribuan orang berkumpul untuk menyaksikan prosesi upacara pemakaman. Soedirman terus dihormati oleh rakyat Indonesia. Perlawanan gerilyanya ditetapkan sebagai sarana pengembangan esprit de corps bagi tentara Indonesia, dan rute gerilya sepanjang 100 kilometer (62 mil) yang ditempuhnya harus diikuti oleh taruna Indonesia sebelum lulus dari Akademi Militer hingga saat ini. Pada tanggal 10 Desember 1964, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Soekarno.
Kini, di tengah badai yang mengguncang Nusantara, kita patut mengenang Soedirman.
Disarikan dari berbagai sumber, baik cetak maupun elektronik. Foto: pemeran Jenderal Soedirman di film Janur Kuning (1979)