Buku Kumpulan Cerpen Cinta Tak Pernah Mati
Dostoyevsky Menulis Orang Miskin
Senin, 12 Oktober 2015 21:00 WIBOleh Mohamad Tohir
Oleh Mohamad Tohir
FYODOR Dostoyevsky (1821-1881) namanya. Dia penulis berkelas dunia asal Rusia yang karyanya banyak dibaca dan diperbincangkan. Karyanya bukan semacam romantisme sebagaimana Shakespiere atau O. Henry dan lain-lainnya. Karya-karya Dostoyevsky selalu seputar kehidupan orang-orang miskin dan tersisih. Orang-orang itu ditampilkan dengan begitu menyentuh sehingga pembacanya serasa ingin kemudian menyapa mereka. Selalu begitu membaca tokoh-tokoh Dostoyevsky.
Saya belum membaca karya besarnya seperti Kejahatan dan Hukuman. Tapi saya membaca beberapa cerpen dia yang terkumpul dalam satu buku bersama penulis-penulis lainnya. Seperti salah satu buku kumpulan cerpen berjudul Cinta Tak Pernah Mati) yang diterjemahkan oleh Anton Kurnia dan Atta Verin, istrinya, dan diterbitkan oleh Serambi (penerbit ini terlalu rajin menerbitkan karya sastra asing). Gambar sampulnya adalah sebuah kembang mawar yang surealis, meditatif rose (meditasi bunga), karya sang legenda Salvador Dali.
Ada cerpen penulis asal Rusia itu di dalamnya. Judulnya Maling yang Jujur. Cerpen yang menurut saya sangat menyentuh. Saya terbawa emosi membacanya. Saya langsung tergerak untuk membaca karya Dostoyevsky lainnya setelah selesai baca cerpen ini.
Maling yang Jujur adalah cerita sederhana yang menggugah. Tentang kehidupan kaum papa dan lapar yang tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak ada kejutan atau plot yang rumit. Kekuatannya terletak pada emosi tokoh-tokohnya. Ini bisa dirasakan dengan membacanya langsung, bukan lewat ulasan orang lain seperti catatan saya ini. Singkatnya, Maling yang Jujur bercerita tentang sebuah keluarga sederhana yang baru menerima pendatang baru, penyewa sebuah kamar kecil di dekat dapur. Pendatang itu bernama Astafi. Dia mantan tentara yang jadi seorang penjahit. Kalem dan tidak banyak tahu tentang hiruk pikuk dunia ini. Suatu malam terjadi sebuah pencurian yang amat konyol sekali. Seorang maling mengambil mantel tuan rumah. Saat itu semua penghuni, tuan rumah, Astafi dan dua orang pembantu ada di rumah. Maling masuk rumah dan semuanya tahu itu. Tapi maling berhasil menggondol mantel itu. Astafi mengejarnya dan kembali dengan tangan kosong.
Singkat cerita, sejak saat itu, Astafi sering bercerita tentang kisahnya mengejar maling dan gagal itu. Peristiwa itu mengingatkannya tentang kisahnya sendiri yang inilah sebenarnya cerita yang dimaksud itu, Maling yang Jujur. Maling itu macam-macam dan salah satunya maling yang jujur. Si tuan rumah tertarik mendengarnya.
Astafi bercerita tentang dirinya dan rumah sewaan sederhana yang ditinggali bersama seorang miskin, pemabuk, dan tidak bisa bekerja apa-apa bernama Emelian. Emelian ditemui pertama kali di sebuah bar dan sedang mabuk-mabukan. Mereka ngobrol dan Astafi merasa kasihan mengetahui Emelian hidup menggelandang. Emelian diajak ke rumahnya. Satu hari dua hari tiga hari dan seterusnya Emelian seperti tidak berniat beranjak dari rumah Astafi. Awalnya nyaman tetapi lama-kelamaan susah juga. Astafi tidak berpenghasilan banyak sebagai penjahit. Sementara Emelian hidup menggantung belas kasihan saja padanya. Pernah Astafi menyuruhnya pergi namun ia merasa kuatir dan kasihan. Maka Astafi mencoba marah dan diperingatilah Emelian agar tidak mabuk-mabukan. Kalau mabuk tidak boleh masuk rumah. Emelian masih mabuk suatu malam. Dia merasa bersalah lalu keluyuran dan tidak pulang. Astafi merasa bersalah dan kesunyian, lalu dicarinya Emelian. Dia ditemukan tidur di tangga sebuah bandara. Diajaknya lagi Emelian pulang.
Hingga suatu ketika Astafi mengalami krisis keuangan dan harus mencari rumah baru yang lebih kecil dan murah. Mereka akhirnya berpisah dan Astafi dapat rumah sewaan milik seorang perempuan tua. Hingga beberapa hari Astafi tidak melihat Emelian. Dan dia kaget ternyata suatu malam dia melihat Emelian meringkuk di bawah jendela rumah sewaannya. Kondisi Emelian masih tetap sama. Tetap mabuk-mabukan, tidak bekerja, dan mengenaskan penampilannya. Emelian tinggal lagi bersama Astafi dan lagi-lagi lumayan menyusahkan dengan kondisi keuangan yang kekurangan. Astafi bermaksud memberi Emelian modal dengan uang hasil menjual celana hasil jahitannya. Tapi Astafi kaget sekali bahwa celana itu tidak ada lagi di kopornya. Saat dicoba tanyakan pada pemilik rumah, perempuan tua itu juga mengaku kehilangan rok. Maka Astafi mencurigai Emelian. Tidak ada siapa-siapa lagi di rumah itu selain mereka dan Emelian. Namun Emelian tidak merasa mencuri. Meski demikian, Astafi terlanjur curiga dan sejak saat itu dia jadi tidak suka pada Emelian. Dia mendiamkan Emelian hingga beberapa minggu. Emelianpun merasa tidak enak hati dan bersalah dengan sikap Astafi. Akhirnya dia pamit pergi. Astafi kuatir dan merasa bersalah sekali. Dia tidak bermaksud tidak baik. Kemana Emelian akan pergi dengan kondisi seperti itu : kumuh, tua, mabuk-mabukan, tidak bisa bekerja apa-apa. Direlakannya Emelian meskipun beberapa minggu kemudian Emelian kembali lagi. Ia tampak sangat kurus dan menyedihkan. Emelian sakit dan parah. Dokter mengatakan percuma mengobatinya. Di penghujuang hidupnya, Emelian dengan terbata-bata mengaku dialah yang mengambil celana itu.
Tentu saya tidak bisa cerita dengan lengkap dan dengan cara seperti narator cerita ini. Saya tidak pandai untuk itu. Membacanya sendiri terasa mengaduk-aduk emosi. Bacalah sendiri kalau berkenan. Salut untuk Dostoyevsky. Begitu....
Foto buku kumcer Cinta Tak Pernah Mati