3 Buku Komik Seru
Jurnalis di Dalam Komik
Minggu, 25 Oktober 2015 10:00 WIBOleh Mohamad Tohir
Oleh Mohamad Tohir
Seorang kawan, dia adalah jurnalis, bertanya pada saya buku apa yang isinya tentang seorang jurnalis. Karena menghindari dialog yang berat-berat saya akhirnya mengatakan pada dia ada beberapa komik yang isinya tentang seorang jurnalis. Untuk meringkas, saya sebutkan 3 buku kepada dia.
Pertama adalah Palestina Membara, Duka Orang-Orang Terusir, karya Joe Sacco. Isinya tentang perjalanan Joe Sacco saat meliput peristiwa kamanusiaan di Palestina. Membaca komik itu kita akan diasyikkan dengan perjalanan penuh ketegangan, kekocakan, kebingungan, dan lain-lain.
Sebenarnya buku itu terbilang berat. Bagaimana tidak? Isinya tentang duka orang Palestina yang sepanjang sejarah selalu mendapat perlakuan tidak manusiawi oleh tetangga sebelah. Ada penembakan, pengeboman, pembunuhan yang setiap hari bisa saja terjadi di sana. Ketegangan terus menerus di siang dan malam.
Pengantar buku ini juga bikin keren, Erward Said dan Goenawan Mohamad. Edward Said adalah seorang intektual yang terkenal dengan teorinya mengenai orientalisme, yaitu kajian mengenai Barat memandang Timur. Barat itu dominan dan Timur itu didominasi, orientalime berkata seperti itu. Barat itu modorn, Timur itu kuno. Selalu ada semacam hadap-hadapan semacam itu. Tapi, Joe Sacco adalah salah satu orang Barat melepaskan hal-hal semacam itu. Kita dapat membacanya sendiri, menikmati gambar-gambarnya yang lucu-lucu.
Joe Sacco hadir sebagai tokoh utama dalam komiknya sendiri ini. Kita bisa melihat bagaimana dia melakukan wawancara, cara dia memasuki tempat berbahaya, pertemuan-pertemuannya dengan narasumber unik, narasumber yang mengalami keterpurukan, dan lain-lain.
Yang kedua adalah komik Tin Tin karya Herge. Tin Tin ini isinya lebih ke petualangan-petualangan. Dia jenis jurnalis yang hari ini bisa ada di Mesir dan besok ada di Belgia. Itu untuk mengusut sebuah kasus kelompok rahasia misalnya.
Perjalanan Tin Tin selalu ditemani oleh anjingnya yang setia, Snowy, dan kawannya yang pemabuk berat, Kapten Haddock. Kehadiran Kapten Haddok dalam komik ini cukup mewarnai jalannya cerita. Kalau misalnya tidak ada Kapten Haddock, cerita Tin Tin rasanya hambar. Cuma pengungkapan kasus biasa. Dan selera humor Tin Tin sangat lemah. Komik tanpa ada yang lucunya tentu saja bukan komik.
Nah Kapten Haddock yang punya peran lucu-lucuan itu. Selain pemabuk, dia adalah pemarah. Saat marah inilah, pembaca pasti tertawa. Dia pasti mengumpat dengan kata-kata yang di luar kewajaran saat marah. Umpatannya keji dan lucu sekaligus. Misal umpatannya adalah "seribu topan badai, kodok kesasar, racun tikus, biang panu, babon bulukan, jin peot," dan lain-lain. Sumpah serapah itu sunguh berhasil mebuat pembacanya tertawa sampai lapar.
Yang lainnya adalah karya Seno Gumira Ajidarma, Sukab Intel Melayu. Sebenarnya ini bukan tentang jurnalis, tapi tentang seorang detektif. Tapi cerita pengungkapan suatu kasus itulah yang dekat dengan dunia jurnalis.
Dari awal sudah tergambar jelas. Ini komik akan lucu. Belum membaca isinya sudah ada cap buat Sukab di bagian awal buku, "detektif penggemar sastra dan filsafat yang tugasnya selalu gagal".
Ceritanya tentang Sukab, seorang intel dengan pakaian khas ala detektif Dick Tracy dari Amerika. Dia dapat tugas bosnya untuk mencari harta Centini yang didapat dari hasil korupsi selama 30 tahun. Tidak ada kejelasan bagaimana tentang harta itu, tetapi Sukab menurut saja apa kata bosnya. "Kalau semuanya jelas, untuk apa ada Intel," batin Sukab menghibur diri. Sukab punya 2 pembantu, namanya Paidi dan Jom Bon yang bertugas sebagai informan. Cerita mulai menemukan bentuknya ketika Sukab menemukan petunjuk awal yakni saat membuntuti 2 orang jaksa yang bertugas memburu harta Centini. Namun seperti biasa dia mengalami kegagalan karena 2 orang jaksa tersebut tewas akibat mobilnya di tabrak lari oleh mobil Land Cruiser.
Seperti itulah, kegagalan-kegagalan sering menghinggapi dirinya. Sebagian besar karena pikirannya yang lelet. Dia punya alam pikirannya sendiri yang selalu dipelihara dan dinikmati sendiri padahal semestinya dia harus sigap bertugas. Akhirnya dia sering sekali terlambat dalam bertindak.
Begitulah. Namanya komik sudah pasti menghibur. Membaca komik seperti mendapat sebuah pesan bahwa buat serius-serius menjalani hidup. Hidup ini kan cuma main-main. Hidup ini penuh hal-hal yang lucu. Sesuatu yang semestinya begini tetapi ternyata begitu adalah hal yang lucu. Seseorang yang semestinya kaya tetapi ternyata melarat, itu lucu. Hidup ini harusnya ditertawakan saja.
Selepas tertawa, lalu apa? Nah....
Foto, salah satu halaman komik Joe Sacco, Palestina Membara