Resensi Novel Surat Dahlan Karya Krisna Pabhichara
Dahlan dan Surat-Suratnya
Rabu, 16 Desember 2015 18:00 WIBOleh Nyaidi
Oleh Nyaidi
DAHLAN seorang perantau di Samarinda. Sudah 3 tahun berlalu dia meninggalkan Kebon Dalem, kampung halamannya. Awalnya tujuan Dahlan merantau yaitu untuk menjalani kuliah hingga Sarjana di PTAI Samarinda agar bisa membahagiakan bapaknya. Tapi kenyataan tidak sesuai harapan. Kuliah hanya bisa memberikan teori dan teori. Tidak bisa mengutarakan pendapat secara bebas. Lama-kelamaan Dahlan merasa bosan kuliah. Rasa semangat untuk menuntut ilmu pun pudar. Waktu kuliahnya sering dihabiskan di sekretariat PII (Pelajar Islam Indonesia) bersama teman-temannya yaitu Syaiful, Syarifudin, Latif, Nafsiah, dan lain-lain.
Sudah 3 tahun lamanya, Dahlan melewati hari-hari di Samarinda. Selama itu pula Aisha, wanita yang menempati hati Dahlan itu selalu mengirim surat kepada Dahlan setiap tengah bulan. Sekedar memberitahu kabarnya, kabar teman-temannya dan segala yang terjadi di Kebon Dalem. Tapi surat-surat itu tak pernah dibalas oleh Dahlan. Kali ini Aisha memberitahukan bahwa Maryati akan pergi ke Samarinda. Tapi kali ini Dahlan ingin membalas surat Aisha. Diambilnya kertas dan bolpoint, lalu mulailah Dahlan membalas surat Aisha.
Dahlan dikejutkan kedatangan Maryati di rumah Mbak Atun. Dahlan bingung, untuk apa Maryati datang ke Samarinda? Sebagai temankah? Rasanya tidak mungkin. Maryati akhirnya mengatakan bahwa tujuannya ke Samarinda yaitu untuk menemui Dahlan karena ia menyukai Dahlan. Dahlan menjelaskan kepada Maryati, bahwa Dahlan tidak memiliki rasa apapun kepada Maryati
Sejak jaman Soeharto, hak bebas berpendapat seolah musnah. Dahlan dan Anggota PII pun melakukan unjuk rasa yang dipimpin oleh Dahlan. Aksi Unjuk Rasa itu tidak didengar oleh pemerintah, malah Dahlan dan Anggota PII lainnya dikejar-kejar tentara. 2 orang teman Dahlan, Syaiful dan Syarifudin tertangkap oleh tentara. Tetapi tidak dengan Dahlan. Ia diselamatkan oleh Nenek Saripa saat terjatuh di jurang. Selama berbulan-bulan Dahlan bersembunyi di rumah Nenek Saripa karena Ia di cap buronan no.1 yang dicari-cari tentara. Di rumah Nenek Saripa, Dahlan dipertemukan dengan Sayid, keponakan Nenek Saripa. Dari Sayidlah, Dahlan mengetahui seluk beluk jurnalistik dan atas ajakan Sayid, akhirnya Dahlan bekerja di Mimbar Masyarakat sebagai wartawan.
Setelah Dahlan tahu bahwa dirinya telah terbebas sebagai buronan no.1, Ia merasa senang juga sedih karena akan berpisah dengan orang yang selama ini mengajarkan banyak hal yaitu Nenek Saripa. Dahlan berpamitan dan langsung ke rumah Mbak Atun untuk mengabari berita gembira ini. Sesampainya di rumah Mbak Atun, Dahlan dikejutkan dengan pernyataan Maryati yang ingin dinikahi Dahlan. Merasa tidak mempunyai perasaan apa-apa dengan Maryati, Dahlan menolaknya. Atas penolakan Dahlan, Maryati akhirnya menerima pinangan dari Paijo. Dahlan pun lega.
Tiba-tiba ingatan Dahlan kembali ke masalalu. Kenangan bersama Aisha. Terakhir Aisha mengirim surat meminta Dahlan memberikan kepastian. Dahlan membalas suratnya dan bertanya kepastian apa yang Aisha maksud?. Sudah lama Dahlan menunggu balasan Aisha, tapi tak kunjung dibalas oleh Aisha. Dahlan pun berpindah ke lain hati yaitu Nafsiah. Gadis tomboy dari Loa Kulu yang berpendirian kuat, anak dari seorang tentara, dan memiliki suara merdu saat melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Dahlan memberanikan diri melamar Nafsiah di pertengahan malam. Berbincang dengan Bapaknya yang seorang tentara membuatnya deg-degan. Perjuangan itu tidak sia-sia karena akhirnya Dahlan dan Nafsiah menikah. Pernikahannya dikaruniai 2 anak yaitu Rully dan Isna. Di tengah kebahagiaan Dahlan dengan keluarga barunya, Ia mendapat surat tugas dari Majalah Tempo untuk segera ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta, Dahlan dikejutkan dengan pemberitahuan bahwa Ia diberhentikan menjadi pembantu tetap di Samarinda. Tapi sebagai gantinya, Ia diminta untuk menjadi pemimpin sebuah media massa nasional.
Di samping sibuk bekerja. Dahlan harus tetap memperhatikan anaknya. Rully ingin sekali bertemu dengan Kakek Iskan, Ayah Dahlan. Tak kuasa menolak permintaan anaknya, Dahlan, Nafsiah dan kedua anaknya pun pergi ke Kebon Dalem. Sesampai di Kebon Dalem, Iskan memeluk erat Dahlan. Dahlan sangat senang bisa melepas rindu dengan Bapaknya setelah sekian lama tak bertemu. Teman-teman sepermainan Dahlan mengunjungi Dahlan dan mendengarkan nasehat dari Bapak Iskan. Warga Kebon Dalem takjub dengan perubahan Dahlan. Dulu Dahlan merantau ke Samarinda tak membawa apa-apa. Pulang ke kampung halaman sudah sukses menjadi wartawan, membawa istri, 2 anak dan 1 mobil. Perjuangan Dahlan selama ini akhirnya berbuah kesuksesan.
Novel ini memberikan inspirasi bagi yang membacanya terutama anak muda. Perjuangan dan semangat tinggi seorang Dahlan muda yang bisa mengubah nasibnya menjadi lebih baik. Dahlan yang awalnya hidup serba kekurangan merantau ke Samarinda demi membahagiakan Bapaknya. Hidup di rantau yang tidak semudah bayangannya, membuatnya hampir putus asa. Tetapi dengan semangat hidup yang tinggi demi membahagiakan bapaknya di kampung halaman, Dahlan akhirnya mendapat kesuksesan dan kebahagiaan. Menjadi pemimpin perusahaan, mempunyai istri yang baik hatinya, mempunyai 2 orang anak dan yang paling penting bisa membahagiakan ayahnya.
Nyaidi, mahasiswa bahasa dan sastra IKIP PGRI Bojonegoro