Resensi Film Jomblo
Prahara Antara Cinta dan Sahabat
Kamis, 17 Desember 2015 08:00 WIBOleh Nasruli Chusna *)
*Oleh Nasruli Chusna
Lewat tahun 2000-an, dunia film Indonesia menemukan semangat baru. Setelah film bernuansa anak-anak, Petualngan Sherina, menjadi tonggak awal munculnya film-film berkualitas lain, yang tidak mengedepankan warna sensual, seperti pada tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2002 rilis film Ada Apa Dengan Cinta dan melejitkan nama Dian Sastro dan Nicholas Saputra. Romansa keduanya seolah hidup dan menemani para sejoli masa kini. Kesuksesannya juga mengikuti sinetron, serta film sekuelnya tahun 2014.
Setelah itu film-film Indonesia berkualitas lain terus bermunculan. Salah satunya adalah 'Jomblo' yang diangkat dari novel dengan judul yang sama, karya Aditya Mulya. Jika AADC menampilkan warna romansa cinta yang dalam, namun tidak berujung pada kejelasan status kedua tokoh utama, Jomblo dikemas dengan nuansa komedi dan narasi yang apik. Sang narator, Agus (Ringgo Agus Rahman), sukses memudahkan penonton memahami isi cerita 4 sekawan dalam mengarungi dunia perjombloan.
Agus ditemani tiga sahabatnya Dony (Cristian Sugiono), Bimo (Dennis Adhiswara) dan Olip (Rizy Hanggono) merupakan 4 mahasiswa teknik sipil di salah satu Universitas di Bandung. Menjalani nasib sebagai jomblo, membuat kebersamaan mereka makin kuat. Mereka kerap melakukan semua kegiatan bersama-sama. Mulai dari berangkat kuliah, makan dan mencari gebetan baru. Penyebab kejombloan mereka berbeda-beda.
Prahara empat sekawan ini muncul ketika Dony mulai berkenalan dengan Asri (Rianty Catright), dimana perjumpaan mereka akhirnya menyemai benih-cinta. Mereka berdua akhirnya pacaran. Di sisi lain, Asri merupakan tambatan hati Olif yang terpendam selama 3 tahun. Olif yang pendiam hanya mampu menyimpan rasa, menyimpan foto-foto Asri, bahkan membuat pesta kecil-kecilan di hari ulang tahunnya. Hal itu dilkukannya tanpa kehadiran Asri. Bisa dibayangkan bagaimana hancurnya perasaan Olif karena pujaan hatinya malah berpacaran dengan sahabatnya sendiri.
Konflik ini menjadi pemicu keretakan antara empat sekawan itu. Olif tidak bisa menerima kenyataan lantaran merasa dikhianati oleh sahabatnya sendiri. Sementara Dony merasa tidak bersalah karena antara Olif dan Asri belum terjalin hubungan apa pun. Agus dan Bimo tidak bisa berbuat apa-apa, meski secara prinsip mereka masih menggap Dony dan Olif sebagai sahabat sejati.
Kisah yang sederhana, banyak terjadi di dunia nyata, namun diramu dengan apik oleh sang sutradara, Hanung Bramantyo. Penulis skenario, Salman Aristo, dengan kepiawaiannya membuat kita dengan mudah mencerna nilai yang ingin disampaikan pada film tersebut. Yang patut diapresiasi dari film ini salah satunya adalah kejujurannya. Keterbukaan sang sutradara dalam menggambarkan arus hedonisme yang melanda dunia kampus, sekitar sepuluh tahun silam. Entah saat ini lebih baik, atau lebih buruk?
Kondisi rill yang tergambar di film Jomblo misalnya bagaimana dunia kos-kosan mahasiswa, keakraban dengan minuman dan obat terlarang, yang akhirnya berujung pada free sex. Pesan mudah ini semestinya dapat mudah dicerna, apalagi dengan bumbu-bumbu komedi, yang terkesan tidak menggurui. Ditambah dengan jeritan-jeritan Candil Serius Band, yang membuat seluruh penonton bergetar ketika mendengarnya.
Kesuksesan film ini salah satunya adalah menjadi nominasi Piala Citra (2016), diuat edisi sinetron di salah satu stasiun televisi, lalu menjadi salah satu pijakan bagi sang Sutradara dan Penulis skenario, untuk kemudian menelurkan karya-karya lain yang lebih berkualitas. Hanung seperti meraih kejayaan dengan Ayat-Ayat Vinta dan Sang Pencerah. Sementara Salman Aristo sangat sukses dengan Laskar Pelangi dan Garuda di Dadaku. Kala itu mereka masih berusia relatif muda.
Kondisi saat ini agaknya yak jauh beda. Layar lebar dan kaca masih diwarnai oleh kaum muda. Sebutlah Raditya Dika, Upik dan Pandji Pragiwaksono. Dalam berkarya mereka tak hanya memperhatikan unsur hiburan. Tapi selalu juga mengedepankan nilai sosial.
*Jurnalis BBC, pegiat komunitas penggerak baca dan karya Langit Tobo