Resensi Buku Ayat-Ayat Cinta 2
Ketika Dua Cinta Bersua
Rabu, 23 Desember 2015 12:00 WIBOleh Nasruli Chusna *)
*Oleh Nasruli Chusna
Pekan lalu akun media sosial Udo Yamin Majdi, penulis buku Qur’anic Quotient; Melejitkan Potensi Diri Lewat Al-Qur’an, memposting tentang terbitnya novel terbaru Habiburrahman el-Shirazy (Kang Abik), Ayat-Ayat Cinta 2. Udo Yamin merupakan teman seperjuangan Kang Abik ketika mendirikan Forum Lingkar Pena (FLP) Mesir, yang memilih jalur nonfiksi dalam menerbitkan karya-karyanya. Meskipun karya-karya fiksinya juga tak kalah menggugah sehingga sempat diganjar sebagai sastrawan terbaik versi Media Terobosan Award, Kairo. Tak pikir panjang, saya pun memburu novel tersebut di toko terdekat.
Novel ini merupakan sekuel dari buku pertama dengan judul dan tokoh utama yang sama, Fahri dan Aisha. Buku pertama mengisahkan tentang seorang mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Mesir, Fahri, yang menemukan cintanya di sana. Fahri berjumpa dengan Aisha yang merupakan warga negara Jerman blasteran Turki, yang juga berdarah Palestina dari garis Ibu. Dari kisah cinta mereka pernah terjadi tragedi, hingga menjebloskan Fahri ke dalam penjara Mesir dan dikeluarkan dari kampus tertua di dunia.
Ayat-Ayat Cinta kedua ini menceritakan kehidupan Fahri dan Aisha setelah lolos dari ancaman maut di pengadilan Mesir. Melewati masa-masa mencekam karena kejamnya fitnah membuat karir Fahri makin gemilang. Bersama Aisha dia mampu menyabet gelar Doktor dari Universitas ternama di Jerman. Bisnis mereka berkembang pesat.Fahri juga diangkat menjadi Dosen tetap di University of Edinburgh, Inggris Raya. Tapi dibalik kesuksesan demi kesuksesan yang diraih, cobaan demi cobaan tak akan pernah luput mendera anak manusia di muka bumi ini.
Fahri yang tulisannya telah mewarnai jurnal-jurnal bergengsi di dunia, harus melewati hidupnya di Edinburgh tanpa kehadiran Aisha. Dikisahkan bahwa Aisha hilang dalam perjalanan ke Palestina bersama dengan Alicia. Mereka sedang melakukan peliputan kehidupan rakyat Palestina di tengah pengawasan ketat tentara Israel. Mirisnya, Alicia akhirnya ditemukan tewas dengan kondisi tubuh yang mengenaskan. Besar kemungkinan Aisha juga bernasib sama dengan Alicia. Hanya saja jasadnya belum juga ditemukan.
Fahri melakukan apapun untuk menemukan Aisha. Sayang, ikhtiarnya selama dua tahun untuk menemukan istrinya itu tak kunjung membuahkan hasil. Menjalani kehidupan tanpa Aisha dianggapnya lebih berat daripada ujian ketika di penjara Mesir. Sebab itu dia memilih hidup di Edinburgh, karena merupakan daerah yang diimpikan Aisha. Di daerah Inggris raya itu dia menyibukkan dirinya dengan aktifitas yang positif. Semua waktunya digunakan untuk melakukan penelitian, mengajar, berdakwah dan mengurus bisnisnya. Beruntung dia ditemani asisten rumah tangga yang setia, Paman Hulusi.
Orang-orang di sekitar Fahri mendesak agar menikah lagi. Banyak yang menyarankan agar dia mengikhlaskan Aisha agar tenang di alam sana. Namun Fahri tidak bisa berpaling dari istri pertamanya itu. Rasa cintanya masih sangat dalam dan dirasa tidak mungkin melupakan Aisha. Berkali-kali dia memohon ampun pada Allah, atas perasaannya itu dan berharap agar cintanya pada Aisha tidak lebih besar dari cintanya pada Illahi Robbi. Lantas, perempuan seperti apa yang mampu menggantikan posisi Aisha di hati Fahri?
Muncul karakter perempuan-perempuan menawan yang hidup di lingkungan Fahri. Seorang gadis Pakistan bernama Heba mengaku pada ayahnya sangat kagum pada kepribadian Fahri. Mahasiswi pasca sarjana yang dibimbing Fahri, Ju Se, juga sangat menghormatinya. Ada pula sepupu Aisha, Hulya, yang wajah maupun perangainya sangat mirip dengan Aisha. Tetangga Fahri di Edinbugrh, Keyra dan Brenda juga berkali-kali mendapat uluran tangan dari Fahri. Karena kebaikannya, Fahri juga membawa seorang pengungsi dari Bulgaria, Sabina, untuk tinggal bersama di rumahnya. Meski buruk rupa, tapi menurut Fahri dia adalah perempuan yang sholehah.
Awalnya saya mempertanyakan kenapa Kang Abik memakai sudut pandang orang ketiga dalam menulis Ayat-Ayat Cinta 2 ini. Sementara di buku pertama memakai sudut pandang orang pertama, dimana sangat membantu pembaca masuk dan merasakan setting cerita yakni di Kairo, Mesir. Namun di pertengahan cerita, sudut pandang orang ketiga ini sangat membantu pembaca mencapai puncak kenikmatan karena tidak mudah menebak jalan cerita. Yang paling membuat penasaran tentu saja sosok perempuan mana yang akhirnya dipilih oleh Fahri.
Di novel ini kita juga kembali menemukan kepiawaian penulis dalam menggambarkan setting tempat di luar Negeri. Selain di Mesir dengan Ayat-ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih, penulis juga membuat beberapa karya dengan mengambil setting luar negeri. Dan tentu saja tidak mengurangi kenikmatan siapapun yang membacanya. Seperti halnya novel mengesankan lain yaitu Mahkota Cinta (Malaysia) dan Bumi Cinta (Rusia).
*Pegiat Langittobo, sempat mengikuti pelatihan menulis Habiburrahman El-Shirazy di Kuliyah Tib Al-Azhar dan Tanta El-Gharbea (Mesir bagian barat).