Resensi Novel Remember When Karya Winna Efendi
SMA dan Kisah Cinta yang Tak Selesai
Minggu, 06 Maret 2016 11:00 WIBOleh Vera Astanti
Oleh Vera Astanti
"Jika suatu saat aku mengenang masa-masa SMU, aku tidak ingin mengatakan aku membenci teman terbaikku"
Remember When
KISAH cinta dan persahabatan ala anak SMA rasanya sudah sering ditulis. Terutama untuk genre teen. Terasa membosankan bagi yang sudah lulus SMA bertahun-tahun yang lalu. Tetapi Remember When karya Winna Efendi mampu membuat saya membaca sampai akhir dan masih termenung beberapa saat setelahnya.
Baru kemarin saya tahu kalau novel ini ternyata sudah difilmkan. Filmnya disutradarai oleh Fajar Bustomi dan rilis pada 2014 lalu. Banyak yang berbeda antara novel dengan filmnya. Terutama adegan kencan Adrian dan Freya di Hongkong. Begitu memesona keHongkongannya. Barangkali sebagai promosi wisata Hongkong.
Remember When berkisah tentang empat pemuda yang terlibat cinta yang rumit, yaitu Freya, Moses, Adrian dan Gia. Freya dan Gia bersahabat lama, Moses dengan Adrian juga. Kemudian Moses si kutu buku berpacaran dengan Freya yang juga termasuk cewek pintar di sekolah. Sedangkan atlit basket Adrian berpacaran dengan seniman lukis Gia. Mereka berempat sama-sama kenal.
Kesamaan antar dua orang merekatkan mereka, baru setelah Adrian dan Freya merasakan hal yang berbeda. Rasa yang tidak seharusnya ada, tanpa izin langsung singgah di antara mereka. Jenuh dengan pasangan masing-masing, atau Adrian dan Freya menemukan kombinasi yang saling melengkapi. Hingga persahabatan mereka berempat jadi taruhannya.
Freya melanjutkan studi ke Hongkong begitu lulus SMA, sembari bermaksud mengubur perasaanya pada Adrian. Sementara Adrian melanjutkan hubungannya dengan Gia, meski dia tahu betul Freyalah yang dia cintai.
Novel ini mengambil sudut masing masing tokoh. Baik Freya, Adrian, Moses dan Gia. Bahkan ada juga sebagai tambahan yaitu tokoh Erik yang menjadi pelengkap drama romantis anak sekolahan ini.
Kita akan langsung bisa melihat pikiran masing masing tokoh. Walaupun begitu alur cerita tetap terbangun dengan gaya penceritaan semacam puzzle dengan memainkan peranan pikiran masing-masing tokoh.
Halaman demi halaman akan selesai dilahap dengan ringan sebab gaya bahasanya yang anak muda banget begitu renyah dan ringan untuk dinikmati. Seperti menikmati cemilan keripik singkong yang tak kenal henti hingga tiba-tiba sadar saat sudah habis, begitu ibaratnya.
Remember When juga bisa menyihir kita untuk membongkar album lama agar bisa mengingat kenangan kenangan atau hutang yang belum lunas saat SMA. Kita bisa tiba-tiba sadar bahwa kita punya kisah semacam itu saat SMA tapi kita lupa sejenak. Barangkali kita punya sosok masa lalu di SMA yang belum benar-benar kita tuntaskan kisahnya. Saat ini, bisa jadi, kita dituntut untuk menyelesaikannya.