News Ticker
  • Asosiasi Kontraktor Siap Sukseskan Visi dan Misi Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro
  • Menteri ATR/BPN Ajak Kepala Daerah Se-Jateng Kolaborasi Selesaikan Sertifikasi Tanah dan RDTR
  • Ketua TP PKK Bojonegoro Harap Perempuan Aktif dalam Penanggulangan Kemiskinan
  • Bupati Harap Seluruh OPD Laksanakan Langkah-langkah Pencegahan Banjir di Bojonegoro
  • Pertugas Satpol PP Tertibkan Lapak PKL di Sejumlah Lokasi di Blora
  • Pasca Banjir, Wakil Bupati Blora Pimpin Bersih-bersih Sejumlah Sungai di Cepu
  • Wakil Bupati Nurul Azizah Kukuhkan Pengurus KIPAN Bojonegoro
  • Dilaporkan Tenggelam, Pelajar asal Ngawi Ditemukan Meninggal di Sungai Bengawan Solo Bojonegoro
  • Hadiri Konfercab Fatayat NU, Bupati Bojonegoro Harap Fatayat Jadi Pilar Perubahan Sosial
  • Bupati dan Wakil Bupati Ikuti Gowes Jelajah Wisata Bojonegoro
  • 559 Jemaah Calon Haji di Blora Tahun 2025 Ikuti Manasik Haji
  • Bupati Bersama Wakil Bupati Bojonegoro Silaturahmi ke Rumah Orang Tua Fadly Alberto Hengga
  • Tanggapi Keluhan Petani, Bupati Bojonegoro Harap Penyerapan Gabah Sesuai HPP
  • Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro Hadiri Halal Bihalal Bersama Gubernur dan Wakil Gubarnur Jatim
  • 194 Pelajar Antusias Ikuti Seleksi Calon Paskibraka Tingkat Kabupaten Blora
  • Usai Lebaran, Bupati Blora Minta OPD Kerja Cepat dan Tepat
  • Pemkab Bojonegoro Mantabkan Persiapan Program ‘Gayatri’
  • Bupati Bojonegoro Setyo Wahono Pimpin Apel Usai Cuti Bersama Lebaran
  • Blora Ikuti Panen Raya Padi Serentak di 14 Provinsi
  • Siap Dukung Swasembada Pangan Nasional, Bupati Siapkan Sektor Pertanian Bojonegoro Lebih Maju
  • Hari Terakhir Libur Lebaran 2025, Stasiun Bojonegoro Layani 2.308 Penumpang
  • Perjalanan Pemkab Blora Perjuangkan Jalan Cabak-Bleboh agar Bisa Dibangun dengan Inpres Jalan
  • Respons Cepat, Pemkab Blora Droping 20 Truk Grosok untuk Perbaiki Ruas Jalan Cabak-Bleboh
  • Bayi Laki-laki Tanpa Pakaian Ditemukan di Semak-semak di Blora
Slilit Sang Kiai, Emha Ainun Nadjib

Slilit Sang Kiai, Emha Ainun Nadjib

*Oleh Muhammad Roqib

Dulu sewaktu masih bertugas meliput di Malang, pimpinan surat kabar tempat saya bekerja menugasi liputan di salah satu hotel ternama. Katanya dia ada pembicara yang layak dijadikan narasumber sebagai berita. Kebetulan pimpinan saya itu pengagum sang pembicara itu tetapi dia tidak bisa hadir karena ada acara penting lainnya yang harus dia ikuti. Seingatku saat itu bulan Puasa. Tema dialog yang digelar di hotel itu kalau tidak salah tentang konsep perbankan syariah. Nah itu dia pembicaranya ternyata Emha Ainun Nadjib atau yang akrab disapa Cak Nun. Wah, saya senang sekali karena biasanya melihat Cak Nun di televisi, kini bisa bertemu langsung dan sekaligus bisa wawancara dengannya.

Cak Nun muncul dengan gaya khasnya yang santai. Ia memakai celana hitam, baju koko, dan memakai sandal jepit. Rambutnya seperti biasa agak panjang sebahu. Tetapi, ia tidak memakai peci. Gaya bicaranya tenang, kalem, dan setiap kata-katanya penuh makna mendalam. Ia berbicara tentang syariah Islam, konsep perbankan syariah, dan diselingi guyonan-guyonan khasnya. Saya dan mungkin para pegawai bank syariah yang mendengarkan cerita Cak Nun mendapatkan pemahaman baru dan sudut pandang baru. Selama satu jam Cak Nun berbicara seolah tidak terasa. Setelah mengutip beberapa pembicaraannya dan wawancara sebentar, saya langsung balik ke kantor dan mengetik beritanya.

Selalu ada kesan mendalam ketika bertemu dengan Cak Nun, sang kiai yang multitalenta itu. Ia seorang budayawan, penyair, esais, pegiat teater, pemusik, dan sering jadi penengah konflik di tengah masyarakat. Cak Nun juga menjadi motor penggerak di balik kelompok musik Kiai Kanjeng dan pengajian komunitas Jamaah Maiyah yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Suami Novia Kolopaking, artis pemeran Siti Nurbaya, itu minatnya cukup luas mencakup berbagai masalah hangat di bidang sosial, budaya, dan politik.

Dalam dunia menulis Cak Nun cukup produktif. Di antara karya emasnya yang cukup terkenal yaitu Dari Pojok Sejarah (1985), Seribu Masjid Satu Jumlahnya (1990), Secangkir Kopi Jon Pakir (1992), Markesot Bertutur (1993), Markesot Bertutur Lagi (1994), Slilit sang Kiai, dan Surat kepada Kanjeng Nabi.

Tulisan-tulisannya sangat kritis, ide-idenya segar, dan terkadang mengejutkan. Ia menyibak berbagai persoalan di tengah masyarakat dengan sudut pandang yang sangat berbeda, tidak biasa tetapi masih dalam konteks relijius.

Karya emasnya banyak lahir pada masa kekuasaan Orde Baru yang cenderung otoriter. Tetapi dengan gaya dan pendekatan kebudayaan yang dilakukannya Cak Nun bisa menulis dengan sangat kritis dan spontan. Dulu Pak Harto kabarnya tidak bisa berbuat apa-apa kalau dikritik atau ditegur Cak Nun. Dengan rambut gondrong, Cak Nun dengan seenaknya duduk jigrang di Istana. Tetapi, Pak Harto hanya tersenyum saja melihat tingkah Cak Nun. Pak Harto tahu Cak Nun berjuang dengan tulus dan tidak menginginkan jabatan, kedudukan, apalagi uang.

Di antara karya emasnya, saya menyukai bukunya yang berjudul Slilit sang Kiai. Buku itu merupakan kumpulan tulisan-tulisan Cak Nun pada kisaran tahun 1980-an. Salah satu tulisannya yang kemudian dijadikan judul buku adalah Slilit sang Kiai. Ia bercerita suatu ketika sang Kiai telah meninggal dan memasuki alam kubur. Sang Kiai sebenarnya tinggal sedikit saja akan masuk surga. Namun, ada sedikit yang mengganjal sehingga ia tidak segera masuk surga. Masalahnya adalah semasa hidup sang Kiai usai mengikuti kenduren dan makan bersama ia pulang melalui jalan kampung. Namun, ada slilit yang nyangkut di giginya. Ia pun mengambil sepotong kayu dari pagar tetangganya tetapi ia tidak bilang terlebih dulu pada yang punya. Kelamaan kalau harus bilang dulu pikirnya. Tetapi ternyata perbuatan itulah yang kini mengganjalnya masuk surga karena itu dosa.

Para santri yang dulu diajari mengaji oleh sang Kiai bermimpi aneh. Sang Kiai menemui mereka dan meminta agar masalah mengambil potongan kayu di pagar tetangga itu diselesaikan. Sang Kiai meminta agar para santrinya mau meminta maafkan perbuatannya itu pada tetangganya itu. Cerita yang lucu tetapi pesannya dalam. Sekecil apapun dosa akan diperhitungkan kelak di akhirat.

Ada pula cerita kebiasaan orang Madura yang suka bilang dak tentu. Judul tulisannya makan-minum dan tentu. Setiap kali berbicara orang Madura itu selalu bilang dak tentu, maksudnya tidak tentu. Dak tentu itu maksudnya relatif, tidak pasti. Dalam pandangan orang Madura, tidak ada yang pasti dalam kehidupan ini. Kesadaran dak tentu ini membuat orang-orang Madura tidak terlalu mabuk gembira jika memperoleh rezeki, dan tidak stress serius kalau ditimpa kemalangan.

Ada juga tulisan tentang Gontor, Shaolin, dan Trimurti. Cak Nun bercerita, Pondok Gontor yang dikenal sebagai pondok modern itu berasal dari kata Nggon Kotor (tempat kotor, red). Iya dulu di kawasan sekitar pondok pesantren itu berdiri yaitu di pinggiran Kota Ponorogo maksiat merajalela, judi, mabuk-mabukan, dan hiburan malam. Nah kemudian tiga orang yang disebut Trimurti merintis pendirian pondok Gontor itu yaitu KH Sahal, KH Zaenudin Fanani, dan KH Imam Zarkasyi. Ketiga orang kiai ini cukup brilian. Mereka mendirikan pondok pesantren dengan konsep 100 persen pelajaran Islam dan 100 persen pelajaran umum. Menurut pandangan mereka, Islam dan umum tidak karena materinya, tetapi karena perlakuan terhadap materi itu. Karena itu, seorang mikrobiolog adalah juga seorang ulul albab atau ulama selama dia meletakkan penghayatan dan pemfungsian ilmunya dalam kerangka tauhid. Pondok Gontor ini bukan pondok NU atau Muhammadiyah. Para santri digodok dalam suasana tumbuh menjadi perekat umat. Untuk tidak tawar menawar akidah, tetapi toleran dalam khilafiah hukum dan aliran. Santri tidak mencium tangan siapa pun, iklim budaya mereka egaliter dan universal. Penghormatan tidak pada atasan dalam konteks hierarki feodalisme tetapi pada kesalehan, ilmu, dan perjanjian fungsi.

Tulisan lainnya yang menarik berjudul Islam itu Islam. Cak Nun menyoroti tentang tulisan Salman Rushdie tentang Ayat-Ayat Setan. Ia memakai tokoh bernama Kiai Sudrun untuk menyampaikan pandangannya. Kiai Sudrun dalam dialog dengan seorang wartawan yang mewawancarainya mengatakan, akhir-akhir ini memang dunia makin tidak beriktikad baik terhadap Islam. Iklim ini juga menaburi kaum Muslim sendiri. Tetapi, kata Kiai Sudrun, itu tidak apa. Itu bukan urusan Islam. Islam itu tetap Islam. Tak pernah bergeser sedikit pun dari kebenarannya. Silakan orang di seluruh bumi ini membenci, mencurigai, atau bahkan meninggalkan Islam. Tetapi hasilnya Islam ya tetap Islam. Islam tidak menjadi lebih tinggi karena dicintai, dan juga tak menjadi lebih rendah karena dibenci. La raiba fih, tak ada keraguan padanya. Islam tak rugi, Islam bebas dari untung rugi. Islam tak pernah tertawa karrena dinikahi dan tak pernah menangis karena dicerai. Islam tidak punya kepentingan terhadap manusia, tetapi manusialah yang berkepentingan terhadapnya.

Ada juga tulisan yang menggelitik dan segar judulnya paha itu, cahaya itu. Kali ini ia memakai nama tokoh Kiai Bodrin. Sang Kiai ini blak-blakan kalau ditanya soal hubungan laki-laki dan perempuan. Kiai Bodrin berucap dari paha wanita, katanya, memancar cahaya Alloh. Cuma harus dibedakan antara cahaya sebagai raga dengan cahaya jiwa. Cahaya jasmani dan cahaya ruhani. Namun, cahaya yang dijatahkan pada tubuh dan hakikat wanita hanya boleh dipancarkan melalui surat nikah. Kalau tanpa tarekat pernikahan, cahaya itu menjadi mudarat alias malapetaka.

Pornografis itu, kata Kiai Bodrin, ketika engkau melakukan kekeliruan dalam meramu antara syariat dan hakikatnya. Hakikat adalah realitas alam, syariah adalah realitas sosial. Alloh bikin kenyataan-kenyataan alam itu termasuk manusia di dalamnya sambil menyodorkan rangka aturan main bagaimana membangun kenyataan sosial. Paha wanita adalah realitas sosial. Kalau seorang suami mengelus-elus dan mengendus-endus paha istrinya di kamar pengantin sampai sesak napas, tidak terjadi peristiwa pornografis apa pun. Pornografi baru terjadi kalau engkau mengintip mereka, sebab syariat mengintipmu itu melanggar hakikat ketelanjangan kasih mereka.

Cak Nun juga menulis tentang kehidupan anak-anak muda yang beragama Islam dari Indonesia yang tinggal di Berlin, Jerman. Ia menulis dengan judul pesantren di ketiak Berlin. Ia menggambarkan bagaimana anak-anak muda yang beragama Islam di sana berusaha tetap menjaga imannya ketika dikepung oleh berbagai godaan kemaksiatan dan hiburan yang nonstop.

Cak Nun juga terpanggil hatinya ketika melihat kasus Kedungombo. Iya pembebasan lahan Waduk Kedungombo di Jawa Tengah itu pernah menjadi isu nasional yang hangat ketika itu. Para petani pemilik lahan tidak mau tanahnya dibebaskan dengan dalih pembangunan oleh penguasa Orde Baru ketika itu. Ia mengkritik cara-cara aparat pemerintah yang suka mendekati penyelesaian dengan kekuataan dan kekuasaan. Ia mendorong agar aparat dan masyarakat mau membuka diri, berdialog dari hati ke hati, dan berusaha menyelesaikan masalah dengan cara yang tenang dan damai.

Ia juga menulis soal kebiasaan penguasa Orde Baru yang suka mengucapkan kata daripada. Apa pun dan di mana pun tempatnya penguasa Orde Baru senang sekali memakai kata-kata daripada untuk menjelaskan sesuatu. Kata daripada itu terkadang dipakai tidak pada tempatnya sehingga merusak kaidah bahasa. Ironisnya, kata daripada juga mewabah dan dipakai oleh para pejabat di daerah dan desa-desa. Pemakaian kata daripada itu seolah sudah masuk ke dalam alam bawah sadar pemakainya. Kata daripada itu ungkapan dari kepatuhan, loyalitas yang berlebihan pada penguasa pada saat itu.

Sumber foto bukubekas.wordpress.com

 

Iklan Pengurusan Legalitas
Berita Terkait

Videotorial

Peringatan Hari Menanam Pohon di Embung Babo, Desa Sidobandung, Bojonegoro

Berita Video

Peringatan Hari Menanam Pohon di Embung Babo, Desa Sidobandung, Bojonegoro

Bojonegoro - Dalam rangka peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten ...

Berita Video

Proses Evakuasi Orang Tercebur di Dalam Sumur di Ngraho, Bojonegoro

Berita Video

Proses Evakuasi Orang Tercebur di Dalam Sumur di Ngraho, Bojonegoro

Bojonegoro - Seorang laki-laki berinisial SNJ bin SPR (51) warga Dusun Tukbetung, Desa Nganti RT 047 RW 013, Kecamatan Ngraho, ...

Teras

Memasukkan Pendidikan Mitigasi Bencana dalam Kurikulum Sekolah di Bojonegoro

Menyoroti Konsep Penanggulangan Bencana di Bojonegoro

Memasukkan Pendidikan Mitigasi Bencana dalam Kurikulum Sekolah di Bojonegoro

"Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. ...

Opini

Program ‘Bojonegoro Klunting’, Sesat Pikir Tata Kelola APBD

Opini

Program ‘Bojonegoro Klunting’, Sesat Pikir Tata Kelola APBD

Bojonegoro - Jika hari ini ada beberapa kelompok menggiring opini bahwa dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bojonegoro ...

Quote

Bagaimana Ucapan Idulfitri yang Benar Sesuai Sunah Rasulullah

Bagaimana Ucapan Idulfitri yang Benar Sesuai Sunah Rasulullah

Saat datangnya Hari Raya Idulfitri, sering kita liha atau dengar ucapan: "Mohon Maaf Lahir dan Batin, seolah-olah saat IdulfFitri hanya ...

Sosok

Pratikno, di Mata Mantan Bupati Bojonegoro, Kang Yoto

Sosok

Pratikno, di Mata Mantan Bupati Bojonegoro, Kang Yoto

Bojonegoro - Salah satu putra terbaik asal Bojonegoro, Prof Dr Pratikno MSoc Sc, pada Minggu malam (20/10/2024) kembali dipilih menjadi ...

Infotorial

Pertamina EP Cepu Dorong Keberlanjutan Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Agrosilvopastura

Pertamina EP Cepu Dorong Keberlanjutan Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Agrosilvopastura

Bojonegoro - Pertamina EP Cepu (PEPC) melalui Program Biru Langit Jambaran Tiung Biru meluncurkan inisiatif agrosilvopastura yang mengintegrasikan pengelolaan kehutanan, ...

Berita Foto

Foto Evakuasi Serpihan Pesawat T-50i Golden Eagle TNI AU yang Jatuh di Blora

Berita Foto

Foto Evakuasi Serpihan Pesawat T-50i Golden Eagle TNI AU yang Jatuh di Blora

Blora - Petugas gabungan dari TNI, Polri, BPBD dan warga sekitar terus melakukan pencarian terhadap serpihan pesawat tempur T-50i Golden ...

Religi

Pakaian Ihram saat Haji dan Umrah, antara Syariat dan Hakikat

Pakaian Ihram saat Haji dan Umrah, antara Syariat dan Hakikat

Judul itu menjadi tema pembekalan sekaligus pengajian Rabu pagi (24/01/2024) di Masjid Nabawi al Munawaroh, Madinah, kepada jemaah umrah dari ...

Wisata

Wisata Alam Gua Terawang Ecopark Blora Kini Semakin Menarik

Wisata

Wisata Alam Gua Terawang Ecopark Blora Kini Semakin Menarik

Blora - Objek wisata Gua Terawang Ecopark, di Desa Kedungwungu, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Jawa Tengah menjadi salah satu destinasi ...

Hiburan

Blora Social Media bakal Gelar Festival 'Thethek' untuk Kedua Kalinya

Blora Social Media bakal Gelar Festival 'Thethek' untuk Kedua Kalinya

Blora - Komunitas Blora Social Media (Blosmed) akan menggelar "Festival Thethek" untuk kedua kalinya. Jumat (28/03/2025) mendatang. Dengan mengambil tema ...

1745062918.0089 at start, 1745062918.3215 at end, 0.31259989738464 sec elapsed